37. Viral

31 4 0
                                    

Bima berjalan di pinggir alun-alun setelah selesai 'ngonser' ala-ala. Punggungnya menggendong tas gitar listrik dan tangannya menenteng ampli kecil.

Kayak kebiasaan sejak masuk kuliah, apalagi sejak penghuni kost Arjuna demo bebarengan karena Bima selalu main gitar listrik di kamar, jadi Bima mau nggak mau harus latihan di tempat umum. Lagaknya kayak musisi jalanan, aslinya Bima cuman ngetes kemampuannya sambil nerima request lagu dari orang-orang.

Udah jam 11-an. Bocil SMA yang nongrong udah membubarkan diri, tinggal cowok-cowok badan sangar sama muka tua yang kisaran anak kuliahan masih nongkrong sambil nyebat.

Jalan santai menuju parkiran, menghampiri satu cewek sama tiga cowok yang lagi ribut di depan mata. Samar Bima dengar percakapan mereka.

"Kan gue udah bilang nggak mau ikut. Jangan maksa, gue nggak suka."

"Nggak usah malu-malu, neng. Kita nggak jahat kok, cuman mau ngajak main doang mumpung masih jam segini."

"Kan gue bilang nggak mau! Gue nggak kenal sama kalian."

"Kalau nggak kenal bisa kenalan kok, neng. Kita kenalan sambil minum, yuk."

Bima menarik napas, udah tau garis besar permasalahannya. Terus jalan sampai di depan mereka, tangannya mendorong pelan tiga cowok usil tadi sambil nyembunyiin satu cewek di belakang punggung.

"Apa-apaan lo?"

Bima nggak punya badan gede kayak Andra, tingginya nggak bikin orang terintimidasi kayak Anan, tutur katanya juga nggak terlihat berwibawa kayak Randu. Posisi Bima dirugikan di sini, apalagi tiga cowok di depannya punya badan gede semua. "Dia bilang nggak mau ikut kalian, kan? Nggak usah maksa. Laki bukan lo?"

"Emang nih cewek temen lo?"

"Temen gue atau bukan itu nggak ada urusannya sama lo. Kalau dia nggak mau, berarti nggak mau!"

"Terserah gue mau gimana. Mending lo minggir, badan kayak kertas gitu mau sok-sokan ngelawan."

"Nggak bisa gitu, dong." Bima mundur selangkah saat pundaknya didorong. Nggak kenceng, tapi karena Bima yang didorong jadi efeknya berkali lipat. "Jadi cowok tuh ya punya moral sedikit. Lo manusia bukan sih, anjing?! Jangan maksa kehendak orang, apalagi maksa cewek kayak gini!"

Bima mulai emosi. Mata malasnya natap mereka bertiga satu-persatu, nggak takut. Malah makin kesel kalau aja nggak ada dua orang yang dateng sambil bawa kamera.

"Maaf, bang. Maaf, bang. Ini cuman prank, doang. Kita lagi eksperimen sosial buat ngelihat apa masih ada orang yang mau bantu kalau ada orang yang kesusahan."

Kening Bima berkerut, dia natap kamera lama, lalu ngelirik cewek yang tadi ada di belakangnya malah pringas-pringis kayak nggak punya salah.

"Makasih ya bang udah jadi manusia baik di dunia yang udah ancur ini, jangan berhenti jadi orang baik ya, bang. Nah, bang. Perkenalan dulu mau nggak, bang?" Cowok yang punya badan paling gede tadi bertanya. Suaranya ramah banget, nggak cocok sama fisiknya.

"Gue Bima. Kuliah di universitas S jurusan seni lukis."

"Seni lukis kok bawa-bawa gitar, bang?"

Mungkin udah ngerasa enjoy, Bima ngejawab santai. "Abis 'tes drive' tadi di alun-alun pojok, buat ngelatih tangan biar makin luwes pegang gitarnya."

"Cakep banget lo, bang. Punya IG, nggak? Sebutin username-nya boleh? Biar kalau ada yang komen tanya akun sosmed lo jadi nggak usah pusing."

"Boleh, kok. Galaksi_Sakti. Follow gue ya. Gue juga terima pesanan lukis sepatu atau di mana aja. DM gue kalau butuh jasa gue."

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang