Hobi Jihau dari awal semester sampai sekarang nggak pernah berubah. Dia masih suka pulang ke Bandung tiga hari sekali. Nggak peduli meski hujan petir, asal jalanan masih ada, Jihau trabas.
Tapi buat minggu ini Jihau nggak pulang lima hari lebih ngurus Noki yang lebih butuh bantuan. Setelah itu anak balik magang di hari sabtu, Jihau pulang ke rumah di sore harinya.
Lovey-dovey sama mama, jalan-jalan ke pantai berdua. Nongki di taman sambil natap bocil kematian orang yang lari-larian di depan mereka. Kayak orang pacaran, apalagi Jihau selalu gandeng tangan mamanya.
Karena senin Jihau ada rapat dadakan buat ngurus pentas seni yang diadain di kota, mau nggak mau dia harus pulang di jam 2 malam.
Pas lagi ngantuk-ngantuknya, malah nekat pulang. Mamanya udah ngelarang, tapi rapat nggak mungkin dia tinggalin. Jadi, solusinya Jihau berkendara sambil nyetel musik keras-keras, ngunyah permen karet sambil karaoke sendiri.
Semua aman, jalanan kosong mlompong. Jihau malah makin semena-mena berkendara, sampai nyanyi dengan suara jeleknya.
Hampir jam empat, Jihau minggirin mobilnya waktu lihat ada dua orang yang nuntun motor. Kelihatan butuh bantuan.
"Ada apa, bang?" Jihau tanya waktu turun mobil. "Bensin habis?"
Dua orang badan krempeng itu noleh. Mereka langsung standar-in motor. "Iya, bensinnya habis ini. Udah satu jam kita ngedorongnya."
"Serius sejam?" Jihau melongo. "Tapi tadi gue lihat pom bensin di sana, jarak nggak ada sekilo." Jihau nunjuk arah yang tadi dia lewatin.
Salah satu dari mereka ngejawab gugup. "K-kita nggak lewat jalan besar, tadi masuk gang kecil. Terus keluar, malah bensinnya habis."
"Perlu gue beliin, nggak?" Jihau nunjuk mobilnya. "Gue masih punya wadah bensin, tinggal diisi doang. Mau?"
"Mau sih, bang." Satu dari mereka nyahut, dia mundur ke belakang sambil ngerogoh punggung. "Tapi serius mau bantu?"
Jihau bingung. "Kalau mau dibantu, gue beliin bensin sekarang."
"Duh. Gimana ya, bang?" Dia senyum evil. Bersamaan sama dua orang yang muncul dari balik pagar pembatas jalan. "Daripada bensin, mending kasih uang aja."
Jihau mundur. Ngelihat dua orang yang niatnya dia tolong tadi sama dua orang tambahan bawa senjata masing-masing. Celurit, ada yang bawa pisau dapur juga. Kayak nggak ada pisau lain yang lebih tajam.
Dua orang susulan tadi punya badan yang gede, berotot, bertato, belum lagi rambutnya yang disemir jamet. Salah satunya maju, ayunin celurit yang dia pegang ke arah Jihau. Jihau yang telat menghindar, harus rela wajahnya tergores.
"Serahin semua uang lo sekarang atau lo mau mati di sini?"
Jihau nunduk, kepalanya condong ke depan. Ngusap pipinya yang berdarah, dia berbisik. "Wajah kebanggaan gue."
"Kalau nggak mau pipi lo satunya luka, serahin uang lo!"
"Cuman wajah gue doang yang jadi daya tarik gue, nanti kalau Jina putusin gue karena gue nggak menarik lagi, LO MAU TANGGUNG JAWAB GIMANA?!" Jihau ngamuk.
Tapi gimana ya... Mereka salah pilih lawan.
Walau orangnya kayak gitu, Jihau punya stamina di atas rata-rata, badannya nggak lembek kayak Bima, mainannya nunchaku setiap hari dan yang lebih penting, Jihau pemegang sabuk hitam di karate.
Begal? Empat orang? Apa itu?
Pagi harinya, jam enam. Tiga orang magang lagi manasin motor siap-siap berangkat, dua orang pekerja baru beres mandi, Andra sama Udin baru balik setelah lari pagi. Bima malah mainin gitar listriknya, jadi mau nggak mau Teru harus bangun pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA (END)
Teen FictionPenghuni kost Arjuna said, "Maaf ya banyak ngeluh, soalnya baru pertama kali ini hidup di dunia." Part 1-4 berisi pesan teks. Cerita dimulai dari part 5. Juni 2023-19 Maret 2024