35. Pohon mangga

27 3 1
                                    

Ting!

Teru cuman ngelirik HPnya, dia masih stay focus ke game.

Ting!

Lagi lagi. Teru menghela napas, dia menyenggol kaki Andra yang ikut main PS di sampingnya. "Bukain HP gue dong, bang."

"Buka sendiri."

Akal-akalan Teru biar Andra kalah gagal. Posisi duduknya berubah jadi berlutut saat dia hampir kalah, fokusnya terpecah saat HPnya terus aja berbunyi.

"Itu yang WA siapa? Dibuka dulu." Bima yang lagi genjreng gitar ikut merasa terganggu. Lagu yang lagi dia nyanyiin malah terdengar ancur kalau disandingin sama notifikasi.

"Bentar, bang. Nanggung."

"Nanggung apaan. Sadar diri, dong. Udah kalah gitu mending nyerah sekalian."

"Gue bentar lagi menang, bang!" Teru nggak terima dapet nyinyiran dari Bima. "Lo ganggu sih, bang."

"Gue ganggu atau enggak sama aja. Lawan lo Andra, anjir!"

Andra tersenyum tipis, Teru sudah menggerutu.

Kali ini bukan lagi suara notifikasi pesan di HP Teru, tapi panggilan. Ngelihat nama Anan yang tertera di layar, Andra menyempatkan buat menerima panggilan sambil menghidupkan speaker.

"Halo."

"Siapa?" Tanya Teru tanpa ngelihat layar HP.

"Anan."

Teru ngelirik HP sekilas. "Ada apa, bang?"

"Lagi di mana?"

"Di kost, bang. Kenapa?"

"Siapa aja di sana?"

Teru nyenggol Andra. "Siapa aja bang di sini?"

"Gue, Teru, Bima, Udin nugas di kamar, Jihau nyuci, sama Didim."

"Gue udah shareloc di grup, cepet ke sini."

"Waduh, bang." Kali ini Teru berdiri, gregetan, masih berpikir dia punya peluang buat ngalahin Andra. "Lagi pada sibuk, nih. Gue nggak yakin bisa ke sana sekarang. Emang urgent banget, ya?"

"Iya."

"Se-urgent apa?"

Anan diam lama sebelum menjawab. "Gue... mau menyapa Allah."

Teru jatuhin joysticknya, Andra melongo, Bima udah berdiri dari tempatnya duduk. Mereka bertiga saling berpandangan.

Andra berdeham, mendekatkan diri ke HP Teru. "Lo lagi stres? Ada masalah?"

Di seberang telepon, desahan lelah Anan bisa mereka dengar. "Lo tau masalah apa yang gue alami sekarang."

Tau. Jelas tau. Masalah Anan yang jadi ketua kelompok proyek yang baru pertama kali dijalankan udah tersebar di seluruh penghuni, jadi nggak ada satu manusia pun yang nggak tau.

"K-kita bisa ngomongin ke dosen lo. Lo nggak perlu bertindak gegabah kayak gini!" Bima panik. "Bunuh diri nggak nyelesaiin masalah!"

Tut... Tut... Tut...

Panggilan terlanjur dimatikan.

Teru meraih HPnya, mengecek lokasi yang tadi Anan kirim. "Ini deket, masih di sekitar sini."

"Di mana?"

"Lapangan." Teru mendongak dramatis. "Bang Anan mau bunuh diri di lapangan."

"Keluarin motor, biar gue panggil yang lain."

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang