18 - Mantan

33 3 0
                                    

Randu menarik napas panjang. Dia melepas sepatu dan membuangnya asal-asalan. Ditariknya dasi sambil membuka kancing kemeja. Jalannya sempoyongan, matanya sudah sepet. Randu nggak mampu buat mandi, yang dia butuhkan saat ini cuman tidur.

"Baru pulang, bang?" Didim keluar kamar mandi, air menetes dari rambut basahnya. Dia melirik jam dinding, masih jam enam pagi. "Baru pulang atau mau berangkat?"

"Pulang."

"Dinas?"

"Hn." Randu memilih tiduran di sofa. "Ngejar penulis. Susah banget bikin dia tanda tangan kontrak ke perusahaan. Gue perlu ngintilin dia cuman buat dapet coretan tangan doang."

"Gagal?"

Randu menutup mata dengan lengan. "Coretan tangan yang gue maksud itu tanda tangan."

Didim mengangguk paham. Dia duduk di karpet dekat Randu, ngambil setoples kacang. "Tidur di kamar gih. Kalau anak-anak dah bangun, ntar lo malah keganggu."

"Syukur kalau keganggu."

Didim noleh.

"Gue masih harus berangkat kerja."

Didim tersedak. "Lo gila kerja atau gimana, sih? Lo baru pulang dan masih pengen masuk kerja? Nggak usah macem-macem! Kesehatan lo tuh yang paling penting. Duit jadi nggak berguna kalau lo sakit."

"Aduh... Telinga gue sakit dengar ocehan lo pagi-pagi." Randu merubah posisinya ke duduk. "Gue nggak apa-apa. Lagian gue ke kantor juga cuman nyerahin kontrak terus ketemu beberapa penulis doang, abis itu gue bisa pulang."

"Lo mau ntar pas nikah, lo sakit?"

"Apa hubungannya, anjir!"

"Lihat noh si Jihau. Pas acara pertunangannya sendiri, dia malah sakit, padahal kita semua tau segimana tuh anak jaga kesehatan. Apalagi lo yang nggak peduli sama cukup nggaknya lo tidur dan selalu kerja berlebihan gini. Jaga kesehatan, bang."

Randu mendengus buat nyamarin senyum. Dia mengusap tengkuk, malu. "Oke, makasih perhatiannya."

"Lo lulusan bahasa tapi lo nggak ngerti apa yang gue omongin?" Didim mengeluh. "Gue ngasih ceramah, bukan perhatian!"

"Iya iya. Gue tidur sebentar. Lo ada kelas jam 10, kan? Bangunin gue kalau mau berangkat." Eh, Randu main ngorok aja.

Jihau yang selalu bangun heboh, diam saat ngelihat Randu tidur di sofa. Noki yang orangnya suka misuh sambil teriak, milih menahan diri biar bisa ngasih kenyamanan ke Randu.

Satu-persatu penghuni kost Arjuna berangkat. Sisa Didim, Randu sama Anan yang sibuk ngerjain tugas.

Semua baik-baik aja sampai Bima datang tiba-tiba nendang kaki Randu yang menjuntai ke lantai.

Anan sama Didim kaget, Didim udah setengah berdiri mau memarahi.

"Bang, bangun." Bima masih nendang kaki Randu ringan. "Cewek lo dateng, tuh."

Randu yang sudah setengah sadar, tertawa. "Lo mau ngatain gue jones apa gimana? Gue kan nggak punya pacar."

"Cewek yang dulu itu."

"Gue udah setahun ngejomblo, lo nggak usah ngadi-ngadi."

"Iya, cewek yang dulu pernah lo bawa ke mari." Bima nendang kaki Randu sekali. "Bangun. Anaknya udah nungguin dari tadi."

Randu merubah posisinya jadi duduk. "Siapa, sih?"

"Siapa lagi?" Bima berbalik, hendak masuk kamar. "Yuci atau siapa lah itu namanya."

Anying. Randu langsung berdiri, dia lari ke pintu depan, dikejutkan dengan cewek jakun yang berdiri di depannya.

Mata Randu membola. "Yuci?"

Yuci mengusap tengkuk, matanya nggak fokus natap Randu, malah lebih milih natap pot bunga yang udah hampir mati. "H-hai."

Randu menegakkan punggung, dia merapikan rambutnya yang berantakan, nggak lupa mengusap wajah, takut-takut ada iler. "Ada apa ke sini?"

Yuci. Dulu teman satu jurusan Randu, cewek tomboi berponi rata yang punya tinggi setara dengan Randu.

Sudah setahun lebih nggak ketemu setelah putusnya mereka, Yuci malah datang tanpa pemberitahuan lebih dulu.

"Ada yang mau aku omongin ke kamu."

Randu duduk di kursi yang ada di teras, dia menepuk kursi di sampingnya, meminta Yuci duduk di sana. "Ada masalah?"

"Aku daftar buat s.2, tahun ini mulainya, aku didepak sama yang punya kost dari minggu kemarin tapi udah dari bulan lalu aku cari kost-an dan nggak nemu yang kosong. Kamu tau kan kalau temen kampus kita nggak ada yang ambil s.2, jadi aku nggak punya temen di sini." Dengan tampang bersalah, Yuci beraniin diri natap Randu. "Aku mau minta tolong, aku tau banget kalau aku bukan siapa-siapa kamu sekarang, tapi aku udah nggak punya pilihan lain."

Randu menunggu dengan harap cemas.

"Apa aku boleh tinggal di sini buat sementara? Cuman sementara, sampai aku dapet kost-an yang kosong. Aku nggak tau mau gimana lagi."

Randu ngeblank.

Rumah Yuci dulu aslinya masih satu kota dengan kampus, malah bisa dibilang dekat, nggak butuh waktu lebih dari 30 menit, tapi keadaan Yuci ngebuat rumah mereka harus dijual dan dia harus pulang ke kampung halaman setelah menyelesaikan pendidikan.

Tanpa kabar, hilang tanpa kejelasan, hanya meninggalkan pesan kalau dia pergi pada Randu.

Secara teknis, mereka belum bisa disebut mantan karena nggak ada kata putus di antara mereka.

Randu meneguk ludah. "Ini kost cowok."

"Aku tau, tapi aku nggak punya pilihan lain. Atau nggak, aku boleh titip barang? Aku bisa cari motel deket sini."

"Nggak, nggak." Randu menolak. "Jangan motel."

Yuci menggigit bibir bawahnya. "Jadi, gimana?"

"Boleh, kamu bisa pakai kamar aku dulu buat sementara." Randu berdiri. "Barang kamu di mana?"

Yuci menunjuk koper yang sengaja dia sembunyikan di belakang tembok. "Beneran boleh?"

Randu ngangguk, dia masuk dengan koper di tangan, sedangkan Yuci mengikuti dari belakang.

Anan sama Didim yang lagi ngerjain tugas, cuman melongo natap Randu.

"Dia mau tinggal di sini buat sementara." Cuman satu kalimat, Randu nggak ngasih penjelasan yang lain.

Anan mengerutkan kening, Didim sudah meledak protes. "Gue tau kalau kost kita nggak ada larangan buat bawa pacar nginep. Tapi ini beda! Ini cewek loh, cewek bang! Bukan pacar bukan temen!"

Bima ngebuka pintu saat ngedengar protesan Didim.

Anan mengusap tengkuk. "Gue nggak masalah, sih. Cuman yang gue pikirin, lo sama dia aja udah putus, bang. Itu anak orang serius mau tinggal di sini?"

Yuci mundur selangkah saat tau ada tanda-tanda penolakan.

"Nggak apa-apa kali, Yuci nggak sekali-dua kali nginep sini." Bima nyahut santai.

"Tapi itu dulu sebelum mereka putus."

Bima natap Randu. "Lo bilang nggak ada kata putus, kan? Secara nggak langsung kalian masih pacaran. Masalah beres. Kopernya masukin ke dalem, gih."

Beres.

Masalah selesai dengan celetukan random Bima.

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang