26 - Obrolan malam

33 4 1
                                    

Mereka berkumpul di depan empat tenda yang sengaja dibikin melingkar. Perapian kecil udah nyala di tengah. Perut udah full setelah makan satu jam yang lalu. Sekarang tinggal leyeh-leyeh sambil nggosip.

Pembagian tempat tidurnya tuh gampang. Ada empat tenda buat 10 orang, dua tenda tiga orang dan dua tenda lagi dua orang. Buat orang yang punya badan kurus dipaksa masuk ke satu tenda tiga orang. Bima, Noki sama Endi satu tenda. Teru, Udin sama Didim satu tenda. Randu sama Andra dan Anan sama Jihau.

"Masih pada inget nggak sih gimana Noki awal masuk kost Arjuna?" Bima memulai, mulutnya nggak berhenti nyemilin kacang.

"Inget, bang. Serem buset deh. Gue aja nggak berani natap mata bang Noki lebih dari sedetik." Teru antusias. Dia nepuk kaki Noki yang selonjoran di sampingnya. "Vibesnya tuh kayak manusia kerdil yang nggak boleh disentuh."

Noki nempeleng kepala Teru dari belakang. "Kerdil pala lo."

"Gue aja nggak berani deketin, apalagi lo pada." Randu ketawa. "Gue natap Noki aja berasa hidup gue berkurang setahun."

"Kenapa pada berlebihan gini dah. Gue nggak senyeremin itu."

"Lo bilang gini karena nggak ngelihat lo di masa lalu." Bima ngelempar kacang ke atas, dipasin biar bisa masuk ke mulutnya. "Lo pas dateng aja hawanya udah nggak enak, seakan lo nggak mau berhubungan sama kita. Pagi sampai sore di kampus, malem di bengkel, pulang-pulang udah mabuk aja. Siapa coba yang berani deketin?"

Noki diem, tapi dia ikut senyum tipis. Mengakui kalau apa yang Bima omongin itu benar adanya.

"Coba aja dulu kipas angin ruang santai nggak rusak, Noki nggak bakalan mau gabung sama kita."

Jihau ketawa. "Gue inget banget Teru kita jadiin tumbal biar dia minta tolong ke Noki. Mukanya kek muka nahan mencret."

"Gue panik banget itu. Mana hari minggu, cuaca panas banget, nggak ada reparasi yang bisa dateng buat benerin kipas anginnya. Ada delapan manusia tertua di kost tapi tetap aja gue yang disuruh."

"Lo bontot soalnya."

"Untung bang Noki nggak makan gue, kalau gue mati di tangan bang Noki, gue mau undang pak poci buat ngurus kalian."

"Dulu itu aslinya gue ogah banget bantuin, tapi gimana ya... ngelihat wajah melas Teru tuh kek ngelihat anjing yang minta ditabok. Nggak kuat gue."

Pada ketawa ngakak. Teru yang jadi bahan gunjingan meleret sedetik tapi ikutan ketawa.

"Misi." Suara lembut menginterupsi. Noki yang paling takut sama makhluk halus ketar-ketir, takut kembaran Joko ngikutin sampai gunung.

Bukan lelembut, malah cewek cantik yang dateng. Ada empat orang, senyumnya pada manis-manis. Belum lagi mereka bawa sebotol gede fanta, kadar kemanisannya bertambah. Cewek yang buka suara tadi ngelanjutin omongannya. "Boleh gabung ngobrolnya?"

Kayak cowok lupa pacar, Jihau semangat buat beberapa detik. Teru yang jomblo nggak punya pujaan hati mengangguk heboh. "Boleh, mbak. Sini gabung sini."

Mereka gabung. Duduk di samping Udin setelah Bima milih pindah tempat dan ngacir ke deket Anan. "Ganggu nggak, nih?"

Noki yang tadi setengah rebahan dengan tas yang dia jadiin sandaran, sekarang duduk sepenuhnya dengan satu kaki yang naik. Noki geser sedikit ke arah Didim, dia narik tangan Teru biar ngasih ruang lebih buat mereka.

"Enggak kok. Santai aja." Udin yang nyahut, dia ngambil kacang yang didekap Bima. "Namanya siapa?"

"Gue Nara, yang rambut pendek Intan, yang pakai topi Sina sama yang pakai jaket biru itu Tania." Nara mulai perkenalin teman-temannya. "Kalian?"

"Mulai dari gue ya. Udin." Udin nunjuk diri sendiri, terus tangannya nunjuk sampingnya sampai ke Teru. "Andra, Jihau, Endi, Bima, Anan, Randu, Didim, Noki, Teru."

"Salam kenal, ya." Tania punya senyum paling manis, dia natap mereka satu-persatu, tapi matanya lebih lama saat natap Noki. "Nggak kedinginan cuman pakai kaos doang?"

Noki ngelirik Tania. "Nggak."

Gimana nggak jadi pusat perhatian Tania kalau orang yang kumpul di sana pada pakai jaket atau hodie, baju yang paling minim itu juga baju panjang yang punya bahan tebel. Cuman Noki doang yang pakai celana pendek selutut dan kaos putih yang saking tipisnya aja orang bisa lihat bentuk badan dia.

"Abaiin aja. Di kost malah Noki lebih sering bugil."

Noki ngelempar kerikil ke Jihau. "Nggak bugil juga, nyet."

"Btw, pada punya gelas, kan? Gue bawain fanta buat kita minum, biar lebih enak ngobrolnya." Intan ngasih botol fantanya ke Teru.

"Gelasnya udah pada dicuci, nglonggo aja." Teru operin ke Didim. "Lo suka soda kan, bang?"

"Thanks ya." Didim nerima. "Nggak bakal gue cucup kok. Santuy."

"Tadi bahas apaan? Rame banget. Sadar nggak saking ramenya kalian jadi bahan omongan orang lain?"

Randu meringis. "Kita berisik banget, ya?"

"Berisik kan bikin rame. Lagian juga baru jam segini, belum jam-jam tidur." Sina agak condong ke arah Randu. "Mereka melabeli kalian cowok ganteng keturunan Arjuna."

"Pas banget nama kost kita kost Arjuna." Teru ngakak paling kenceng, dia nepok paha nggak bersalah Noki. "Isinya bujangan dari Jakarta, eh tapi kebanyakan udah berpawang sih."

"Pawang cowok pendiem yang ada di samping gue nih yang paling killer." Bima ngelirik Endi. "Gerak sedikit auto koit."

Endi ngasih tatapan kematian buat ancaman. "Gue aduin lo."

"Dih, mainnya ngadu."

"Sayang banget ya, cowok ganteng mesti pada berpawang semua. Giliran nemu yang nggak berpawang malah hobi sama sesamanya." Nara curhat dadakan. "Terus gunanya cewek apaan, dong? Pajangan doang?"

"Sekarang jaman emang udah makin edan." Bima masih setia sama kacangnya. "Ada lubang enak malah milih lubang tai. Goblok emang."

Ditempeleng ramai-ramai sama orang waras. Nggak jaga omongan banget, apalagi ada cewek baru kenal di sini. Anan yang udah siap-siap ngasih bogeman, terhenti ngedengar tawa renyah dari para cewek.

"Goblok emang. Cowok-cowok kayak gitu doyan banget cari penyakit. Malah banyak kaum pelangi yang seliweran di Twitter terus bangga kalau mereka menyimpang. Giliran kena penyakit malah tanya 'apa salah aku?' yeuh nggak sadar diri."

"Orang kayak gitu jauhin aja. Nggak ada toleransi sama kaum mereka." Endi yang tadi diem, mulai bersuara, keliatan banget kalau dia nggak suka. "Orang nggak waras emang seharusnya nggak boleh ditemenin."

"Bener. Orang nggak waras emang nggak seharusnya ditemenin. Jadi, kalian semua waras dong ya?" Tania ngelirik ke Noki. "Mas mas yang pakai baju tipis ini juga waras?"

Noki ngelirik Tania, keningnya berkerut. "Gue gila."

"Nggak apa-apa gila, gue rela kalau ketularan gila." Tania nyodorin HPnya. "Boleh minta nomor WA?"

Noki nggak kunjung menjawab. Penghuni kost Arjuna kebanyakan menarik napas panjang, sedangkan cewek-cewek masih setia menunggu jawaban.

"Gue udah punya istri, gue juga udah punya anak satu. Mereka ada di tempat jauh dan nunggu gue dateng buat jemput." Omongan Noki ngerusak suasana, ngebuat senyum Tania luntur. "Masih mau minta nomor gue?"

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang