"Nan, gimana? Lo setuju?"
Anan tersentak, dia yang dari tadi hanya diam mulai menggerakkan bibirnya. "Pembagian tugasnya nggak fair, kalian terlalu ngelimpahin ke satu orang. Gue juga nggak mau kalau ada orang yang sok-sokan an sibuk dan nggak ngerjain tugas sama sekali."
Malas. Energinya sudah terkuras habis sejak siang tadi, ditambah kerja kelompok yang sekarang mereka lakukan ini makin bikin emosi. Ada satu manusia yang jadi ketua kelompok -dia sendiri yang mengajukan diri-, membagi tugas dan kebanyakan dilimpahkan ke Inul -adik tingkat-, dan ngasih tugas paling sedikit untuknya sendiri.
Anan menurunkan topi yang dia pakai, kepalanya miring natap Endu yang kelihatan banget nggak terima sama apa yang Anan omongin. "Kenapa?"
"Kita satu angkatan, gimana bisa lo bilang gitu padahal gue ngasih tugas ke lo sama sedikitnya kayak tugas yang gue punya." Endu ngedorong pundak Anan. "Jangan mentang-mentang lo anak kesayangan dosen, lo bisa berbuat seenaknya gini."
"Lo yang berbuat seenaknya sekarang." Anan sengaja mundur beberapa langkah. "Kita bagi tugas lagi biar rata, dua orang satu materi. Karena kita ada lima orang, biar gue aja yang ngerjain satu materi sendiri."
Inul, selaku anak semester empat yang tadi jadi babu narik jaket Anan, matanya natap kakak tingkatnya khawatir. "Gue aja yang satu materi, kak."
"Gue aja." Anan narik jaket yang Inul pegang. "Udah beres, kan? Materi dikumpulin ke Endu. Yang nggak ngumpulin nggak bakal dicatet namanya. Kalau ketua kalian nggak ada hilal buat ngerjain tugasnya, kasih materinya ke gue aja. Biar gue kerjain." Anan ngelirik Endu. "Tentu, namanya nggak bakal gue catet juga."
Anan keluar kelas, ninggalin empat manusia yang berdiri kikuk sambil natap satu sama lain.
Kakinya melangkah menuju parkiran, terasa berat, kayak orang yang nggak niat buat jalan, Anan menyeret kaki. Saat ngelihat satu cewek yang berdiri membelakanginya, Anan mempercepat langkah.
Biasanya orang-orang tuh nyenderin kepala di pundak, tapi beda sama Anan. Dia nyenderin kepalanya di puncak kepala cewek pendek di depannya. Tinggi mereka terlalu jomplang, malah kelihatan lucu.
"Kenapa?"
Anan melingkarkan tangannya di leher Friki ringan. "Capek."
Friki mengelus lengan Anan. "Mau mampir ke kantin dulu?"
"Gue terlalu capek buat ketemu sama banyak orang."
Melepas tangan Anan dari lehernya, Friki berbalik. Dia natap wajah Anan lekat-lekat, lalu senyumnya mengembang. "Ganteng-ganteng kok takut sama orang."
"Gue nggak takut."
"Cuman males buat ketemu sama orang." Friki mendengus, dia menarik tangan Anan. Ada pohon rindang di deket parkiran, nggak terlalu ramai, tempatnya agak pojokan, jadi cocok buat istirahat. "Duduk dulu."
Anan nurut. Dia dongak natap Friki yang masih berdiri, sibuk otak-atik tasnya. Anan cuman bisa pasrah menerima barang yang Friki keluarin dari sana. Dari air minum sampai cemilan, setelah itu baru Friki duduk.
"Lepas dulu coba topinya."
Anan melepas topi. Friki melepas plastik bye bye fever dan menempelkannya ke kening Anan. Ngelihat Anan yang masih diam, Friki malah ketawa. "Gimana? Dingin, kan?"
Tersenyum tipis, Anan mengangguk. Dia membuka botol minum Friki, mengecapnya sekilas. Nggak haus, cuman akal-akalan biar nggak kelihatan kalau lagi salting. "Lumayan."
"Inul Daratista tadi chat gue, katanya lo sempet cek-cok sama temen satu angkatan lo karena belain dia. Inul nyuruh gue buat nyampein makasih."
"Dia ngelimpahin tugas ke satu orang. Ngajuin diri jadi ketua kelompok tapi nggak punya tanggung jawab sama sekali." Anan menyandarkan punggungnya ke pohon. "Gue nggak belain Inul, gue cuman ngelakuin apa yang perlu gue lakuin."
Friki ngerubah posisi duduknya jadi menghadap Anan, diambilnya satu buku buat ngipasin wajah Anan. "Mau gue anter pulang?"
"Harusnya kan gue yang anter lo pulang."
"Kebalik dikit kan nggak apa-apa."
"Nggak boleh." Anan ngerebut buku Friki, kali ini dia yang ngipasin pacarnya. "Harus gue. Mau ditaruh ke mana harga diri gue kalau lo yang anter?"
Friki nyengir. Anan diam, mereka saling natap, tapi nggak ada satu kata yang terucap sejak dua menit lalu.
"Gimana bisa lo hidup di kota orang kalau sifat lo gini?"
Dari beberapa bulan kenal Anan, Friki tau betul tabiatnya.
Introvert parah, paling nggak bisa sama yang namanya bersosialisasi, energinya gampang habis, suka tiba-tiba diem saat mereka lagi ngobrol cuman buat ngisi tenaga, nggak suka ketemu orang. Kalau pun ada yang ngajak ngobrol, Anan selalu menjawab singkat dan menurunkan topinya ke bawah saat udah terlalu malas berbicara.
Tapi gimana bisa? Cowok kayak Anan punya public speaking yang bagus, nilai di atas rata-rata dan selalu ngikutin seminar yang mana banyak orang di sana?
Anan menurunkan buku, capek. Matanya malah udah setengah tertutup.
"Pulang, yuk."
Anan ngebuka mata. "Nanti aja, tadi kan lo ngajak makan ayam geprek."
"Besok aja. Lo udah ngantuk gini."
"Nanti kalau sampai kost juga nggak bisa tidur. Gue juga laper, nanti sekalian makan bareng aja."
"Magang lo gimana?"
Cuaca panas, Anan mulai ngipasin Friki. "Magang?"
"Hn. Ini udah masanya kalian magang, kan? Udah kepikiran mau magang di mana?"
"Gue udah dikasih wejangan sama dosen buat nggak cari tempat magang dulu."
"Kenapa?"
Anan mengendik. "Nggak tau, kayaknya beliau mau nyariin gue tempat magang."
"Nyariin tempat magang buat lo?" Kening Friki berkerut. "Bukannya nyariin buat mahasiswa lain tapi malah nyariin buat lo?"
"Yup."
"Kenapa? Tanpa bantuan dosen kan lo gampang nyari tempat magang. Mau dari proyek sampai PT. Lo kan nggak punya kesulitan dalam hal ini, ngapain masih dicariin?"
"Gue masih punya banyak kesulitan, gue tinggal nunggu instruksi dari dosen aja, gimana mau mereka mesti jadi yang terbaik buat mahasiswanya."
"Kalau lo nggak suka tempatnya gimana?"
"Tetap gue jalanin, nggak mungkin kan kalau gue ngebangkang omongan dosen?"
"Kalau tempatnya jauh gimana?"
"Nggak masalah, yang penting gue bisa magang."
"Nanti kalau lo nggak bisa nyesuaiin diri sama tempat baru gimana? Ini lo, loh. Pasti butuh usaha ekstra buat beradaptasi di tempat baru."
"Gue nggak masalah, meski nanti bakal capek, kalau masih bisa gue lakuin ya gue nggak mempermasalahkan itu." Anan menaikkan kaos Friki yang sedikit turun. "Asal nggak jadi ketua kelompok magang, gue nggak masalah."
Anan masih senyum-senyum, nggak peduli meski Friki sudah menatapnya dengan raut wajah khawatir.
Anan rambut cepak :*
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA (END)
Teen FictionPenghuni kost Arjuna said, "Maaf ya banyak ngeluh, soalnya baru pertama kali ini hidup di dunia." Part 1-4 berisi pesan teks. Cerita dimulai dari part 5. Juni 2023-19 Maret 2024