32. Party

24 4 0
                                    

Terkadang ada hari di mana penghuni kost Arjuna ngadain makan-makan besar di depan rumah. Nggak pernah mengundang warga desa, tapi mereka selalu terbuka saat ada warga yang datang buat sekedar nyemil. Apalagi kalau yang datang bocah-bocah yang baru pulang ngaji, semua makanan sudah tersedia buat mereka.

Segala daging ada, mulai dari daging ayam, daging sapi sampai daging kambing. Sayur-sayuran ada, buah-buahan yang masih segar juga tersimpan rapi di atas meja.

Semua udah disediain dari kemarin. Sekarang tinggal party-nya doang.

Tempat bakar-bakaran udah disediain. Segala macem daging sudah dipotong dan ditusuk, jagung yang sengaja dibeli buat jadi makanan penutup juga udah ditusuk meski butuh usaha lebih buat nusuknya. Meja yang seharusnya ada di dapur udah digotong ke depan rumah.

Dua mobil milik Andra sama Jihau masuk ke garasi, biar nggak menuh-menuhin tempat. Motor yang lain juga udah dimasukin, sengaja disisain dua motor milik Noki sama Didim biar gampang kalau mau beli sesuatu.

"Cok, kecap yang dibeli kemarin cuman satu?"

"Beli empat kok, bang." Teru langsung nyelonong masuk, ngambil semua kecap yang dibeli lalu diserahin ke si tukang bakar-bakar. "Butuh apa lagi, bang?"

"Bantuin Andra nyiapin buahnya coba."

"Siap, bang!"

Ada tiga tempat bakar-bakar yang Noki siapin, biar cepet beres karena ada banyak orang yang nungguin.

Noki, Randu sama Anan kejatah ngebakar daging. Endi sama Jihau ngurus bumbu yang bisa habis sewaktu-waktu sambil bantuin orang yang bakar daging. Didim, Andra sama Bima ngurus buah, nasi sama sayur. Sedangkan Teru sama Udin tim paling sibuk karena mereka digilir ke berbagai tempat, tim bantu-bantu.

Nggak terlalu sering dilakuin, frekuensi pestanya juga nggak menentu. Sesuka hati penghuni kost Arjuna aja, kalau mereka lagi mau makan gede, baru ngadain party.

Walau baru masuk 8 bulanan, Noki udah dua kali ikut nyiapin. Yang pertama dilakuin atas dasar keterpaksaan. Mereka belum terlalu dekat waktu itu, tapi malah dipaksa buat bantuin nyiapin makan besar dan urun uang sedikit.

Tiap ada warga yang tanya dari mana dapet uang buat bikin acara ginian, mereka cuman senyum sok nggak tau. Kalau Teru yang ditanya mesti jawabnya duit hasil ngepet.

Jawaban yang bener? Penghuni ngumpulin uang dadakan, ditarik dari semua penghuni kost Arjuna. Endi, Randu, Bima, Andra sama Noki sebagai penghuni yang udah bisa hasilin uang dengan kerja keras mereka sendiri, ngeluarin uang lebih banyak dari penghuni lain. Didim nggak termasuk karena uang miliknya selalu habis buat keluarga. Maklum, gen sandwich.

"Bang, ada yang perlu dibantu nggak?" Ada gerombolan bocil dateng. Senyum mereka merekah merekah. Masih dengan peci di kepala dan tas di punggung. "Kita mau bantuin!"

Didim berkacak pinggang, sok-sokan ngasih tatapan menyeramkan. "Emang ngajinya udah selesai?"

"UDAHHH!" Mereka ngejawab bebarengan.

Penghuni kost sontak noleh, Didim yang paling dekat  sama mereka mundur selangkah. "Bohong, ya?"

"Beneran udah selesai!" Bocil yang keliatan paling bandel senyum sambil nunjukin taringnya. Dia berbalik, nunjuk dua bapak-bapak yang memakai peci dan bersarung lagi ngobrol sama tetangga. "Kalau nggak percaya, tanya aja sama guru ngajinya."

Ngerasa ditunjuk, dua bapak-bapak natap mereka sambil ngasih senyuman. "Sesekali pulang cepet nggak apa-apa, mas. Lagian mereka juga pengin cepet-cepet pulang pas denger mas-mas kost Arjuna ngadain makan besar."

Didim cuman ketawa canggung.

Kost Arjuna nggak punya tiker buat digelar di depan, jadi warga yang datang dudukan di bawah hanya beralas rerumputan liar. Mereka nggak protes, gimana mau protes kalau cuman duduk aja bisa dapet makan gratis?

Nggak ada emak-emak, mungkin males buat keluar sesudah isya, apalagi jam-jam 6-7 itu jamnya sinetron kesayangan mereka.

"Cil, sini." Noki memanggil. Satu tangan memegang kipas, sedangkan satu tangan yang lain sibuk memindahkan sate ke piring, jangan dilupakan mulutnya yang masih menggigit satu tusuk sate. "Bantuin gue anter satenya ke teras."

"Siap, bang!" Si bocil nyebar, bocil yang punya gigi taring tadi hampiri Noki. Dia menerima piring yang Noki ulurin. "Aku boleh ambil nggak, bang?"

"Anterin dulu. Nanti gue kasih sepiring buat kalian."

"Asik!"

Was wes wos. Nggak ada semenit, si bocil dah sampai di samping Noki sambil nyengir. "Mana, bang?"

Noki ngelirik. Dihabiskannya satu tusuk sate yang tadi dia gigit lalu memilah sate yang masih di panggangan, dikasihnya satu ke si bocil. "Nih."

"Katanya sepiring, bang?" Mulutnya protes, tapi si bocil tetap nerima satenya.

"Makan itu aja dulu. Nanti kalau udah beres, gue kasih dua piring deh. Yang penting diabisin."

Bocil nyengir, dia duduk deprok di tanah.

Noki menyerngit. "Ngapain? Ngumpul bareng temen lo sana."

"Yang lain pada bantuin abang-abang yang lain, bang."

Noki natap sekitar. Emang yang lain pada sibuk dikerubungi bocil yang baru beres ngaji, malah mending Noki cuman dikerubung satu manusia aja.

Menghela napas, Noki sedikit berjengit, diambilnya kursi kecil yang tadi dia duduki, lalu dikasih ke si bocil. "Duduk sini."

"Terus abang?"

"Mau duduk sini nggak?!"

Si bocil malah nyengir. "Makasih, bang."

Sedangkan di bagian ngurus buah, sayuran dan nasi... Mereka ribut. Pelakunya Teru sama Bima yang nggak berhenti gelut sama perlu nggak-nya ngeluarin daun selada buat kulupan.

"Udah dong!" Cewek suara cepreng menyudahi pergelutan mereka. Mukanya besungut, bibirnya maju beberapa sendiri. "Kapan makannya kalau abang malah gelut gini? Kalau masih gelut nanti aku aduin ke pak ustadz loh!"

Bima berdeham. "Ya udah, dipakai aja."

Didim yang kejatah potong cabe cuman bisa ketawa ngakak. "Kalah kalian sama bocil."

"Gue mengalah, bang. Bukan kalah." Teru membela diri. Dia memindahkan piring dan nasi ke teras. Gerombolan bocil yang tadi mengawasi juga ikut ngebantu mindahin sayur. "SATENYA UDAH BERES BELUM?"

"UDAH!" Randu ngejawab. Dia sama dua bocil mindahin sate ke teras.

Udin masuk ke dalam, ngambil dua porong yang udah diisi es teh. Noki yang ngumpulin satenya paling akhir, dia ngajak bapak-bapak buat makan bersama. "Ayo, pak. Makan bareng, udah mateng ini."

Ada sepuluh orang dari kost Arjuna, hampir sepuluh bocil pulang ngaji dan tujuh bapak-bapak yang tadi nongki di depan.

Karena teras luasnya nggak seberapa, mereka nggak duduk melingkar. Duduk sesuka hati yang diawali berdoa dengan pak ustadz yang memimpin.

Selesai makan mereka nggak langsung beberes. Ngobrol lebih dulu, Noki ngebakar jagung buat dicemilin. Sedangkan Anan dan Andra ngebungkus nasi dan sisa sate buat dibawa pulang bocil.

Jam sepuluh bocil pulang ngaji pamit pulang setelah dicariin emak mereka.

Bocil yang punya suara cempreng dan bocil bergigi taring berdiri di depan gerombolan mereka, kayak pemimpinnya gitu.

Senyum mereka merekah dengan plastik di tangan. Mereka berdua membungkuk sekilas lalu diikuti yang lain. "MAKASIH MAKAN-MAKANNYS ABANG! SEHAT SELALU YA!"

Mereka ngacir, nggak nunggu jawaban dari penghuni kost.

Ini yang paling mereka suka saat ngadain acara makan-makan gini. Dapat doa dari anak kecil yang punya senyuman secerah matahari. Nenangin hati, rasanya kayak stres yang mereka pendam hilang entah ke mana.

"Bang Noki."

Noki menoleh, natap Teru dengan satu alis terangkat.

"Senyumnya udahin, mereka udah cabut."

Noki berdeham. Nggak sadar kalau dia ikut tersenyum tadi.

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang