episode 36

157 20 5
                                    

Di taman Win duduk sendirian padahal hari sudah malam. Semenjak kejadian terbongkar nya kematian kedua orang tuanya, Win duduk di sana tanpa beranjak kemana-mana. Ia bahkan melewatkan makan siangnya.

Tak lama kemudian hujan pun datang. Win tidak peduli bajunya kebahasaan. Namun tiba-tiba petir berbunyi kencang membuatnya langsung ketakutan. Win takut sekali dengan petir.

Ia menutup telinga sambil menunduk takut. Petir kembali berbunyi.

"Mamah ... papah ... aku takut ..."

Win tidak tau harus kemana. Ia tidak ingin menemui mereka bahkan satu rumah pun gk mau.

Hingga akhirnya ia teringat sesuatu.

'Kalau lu butuh teman cerita, datang aja ke apartemen gua. Pintu itu akan selalu terbuka buat lu.'

Ya Win tahu harus kemana. Ia pun berlari menerjang hujan.

***

Win akhirnya sampai di depan sebuah pintu apartemen. Dengan rasa percaya nya ia memencet bel. Tidak ada tanda-tanda terbukanya pintu.

Win pun menghela nafasnya. Sekali lagi ia memencet bel. Jika tidak di buka Win memutuskan pergi dari sana. Hingga beberapa saat pintu tersebut terbuka dan menampilkan seseorang yang membuat hatinya senang.

"Win ?"

"Phi Bright." Win langsung memeluk Bright erat. Air matanya mengalir bebas.

"Aku percaya phi akan membukakan pintu untuk aku ..." Setelah itu Win pun pingsan membuat Bright terkejut.

"Win !"

Dengan sigap Bright menggendong dan membawanya ke kamar. Ia baringkan tubuh itu di sofa kamarnya terlebih dahulu. Dengan hati-hati Bright membuka baju Win untuk menggantinya dengan piyama miliknya.

Setelah selesai Bright membopong tubuh Win dan membaringkan nya di ranjang agar lebih nyaman. Tak lupa Ia selimut tubuh Win.

Bright melangkah kakinya ke dapur untuk membuatkan Win teh hangat. Sebenarnya Bright penasaran apa yang terjadi dengan Win. Namun ia mengurungkan niatnya untuk bertanya. Yang terpenting sekarang adalah keadaan Win.

Saat masuk kamar. Terlihat Win sudah sadar tapi tatapan matanya kosong seperti tak ada semangat.

Perlahan Bright masuk dan meletakkan teh tersebut di meja samping ranjangnya. Win menoleh ketika merasakan tangannya di genggam oleh pria blasteran Amerika-Thailand itu.

Keduanya bertatapan cukup lama hingga air mata kembali menetes membasahi pipi dengan di barengi suara tangis nya. Secara lembut Bright mengusap nya.

"Jangan nangis Win ... sekarang tenang kan diri dulu ya. Jangan berpikiran macam-macam."

Bright terkejut tiba-tiba Win memeluknya lagi. Bahkan Win menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Bright.

"Phi ... apakah aku gk pantes bahagia ? Apa aku di lahirkan hanya untuk menerima kehidupan yang menyedihkan ?" Bright menangkup wajah Win dan mengusap lagi air matanya.

"Tuhan gk mungkin menciptakan kita hanya untuk mengalami kesulitan Win. Jika kamu berpikir seperti itu sama saja kamu gk percaya bahwa tuhan akan memberikan kebahagiaan untuk kita."

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang