episode 64

210 30 13
                                    

Sampai di rumah sakit Bright berlari memanggil perawat. Brankar pun di ambil untuk membawa tubuh Win kedalam ruang pemeriksaan. Sambil menunggu Bright tak henti-hentinya berdo'a supaya Win baik-baik saja.

"Please gua mohon ... jangan di ambil lagi sampai kedua kalinya ...."

Tak lama dokter pun keluar. Bright menghampiri agar tau keadaan Win.

"Dok, keadaan nya bagaimana? Apakah dia baik-baik saja?"

"Kondisi nya baik, walaupun ia terserang demam. Tidak usah khawatir selama di rawat kami akan melakukan yang terbaik."

"Baiklah, makasih banyak dokter."

"Oh iya satu lagi, tolong jangan biarkan dia stres. Jika itu terjadi kondisinya bisa saja lebih dari ini. Dan saya rasa seperti nya ia mengalami masalah sebab dari tadi terus meracau kata maaf berulang kali. Saya harap anda bisa membantunya. Kalau begitu saya permisi."

Dokter pun pergi. Bright termenung sesaat, air mata keluar dari pelupuk nya. Win pasti sangat stres karena kelakuan nya.

"Maaf ... maafkan gua Win ...."

Setengah jam kemudian Win baru sadar. Ia menatap sekeliling sambil membiasakan matanya yang pusing karena cahaya lampu. Seorang perawat menghampiri.

"Syukurlah anda sudah sadar Tuan Win."

"Saya di mana?"

"Lagi di rumah sakit Tuan."

"Rumah sakit?"

"Iya. Tadi anda pingsan."

"Terus ... yang bawa saya kesini siapa?" tanya Win penasaran. Gak mungkin kan kalau Bright? Pria itu membenci nya.

"Seorang pria berjas hitam."

Pria jas hitam? Bright tadikan pakai jas warna hitam.

"Sekarang dia di mana?"

"Sepertinya sudah pergi. Soalnya di depan tidak ada orang."

Win hanya bisa menghela napasnya. Kalau pun Bright yang mengantar nya, mana mungkin pria itu mau menunggu nya.

Kavin hanya bisa terdiam. Sebenarnya Ia juga tidak tega sama Win. Tapi, ia juga marah. Seharusnya ia sadar kalau ini semua terjadi karena takdir. Namun, perasaan nya masih tidak bisa menerima segalanya.

****

Bright saat ini sedang berada di depan sebuah nisan bernama Kavin Alexander sambil membawa taburan bunga. Ia pun mengelus batu nisan tersebut.

"Hai, kamu lagi apa di sana? Apakah kamu bahagia?"

Perkataan selanjutnya sudah tak bisa membuatnya menahan air mata lagi.

"Kavin ... aku kangen sama kamu ...."

Selama beberapa menit terus berlarut dalam kesedihan. Ia menghapus kasar cairan bening di pipinya.

"Kavin, aku sudah tau siapa pelaku kecelakaan yang membuat kamu pergi. Tapi, aku bingung. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus memenjarakan nya? Atau ... melepaskan nya?"

"Aku mau jujur sama kamu, sebenarnya ... aku mempunyai perasaan lebih terhadap nya. Maafkan aku karena mencintai seseorang yang sudah membuat kamu pergi ... maafkan aku ...."

Bright mengacak-acak rambutnya kasar. Di dalam hatinya berbagai perasaan campur aduk. Marah, benci, cinta, gelisah, dan sebagainya benar-benar menjadi satu. Terkadang khawatir, terkadang bisa juga berbuat jahat sama Win. Itulah mengapa kini kepalanya berdenyut sakit serta pikirannya kusut. Kayanya dia beneran yang bakalan gila.

****

Malam harinya Win sudah berada di kamarnya. Matanya menerawang kemana-mana. Ingin sekali rasanya menyerah dan pergi dari Bright. Tapi, Win juga tak mau jauh dari Bright. Perhatian pria itu selama ini membuat hatinya merasa di hargai. Ia tidak menyalahkan Bright sebab pria itu memang pantas marah kepadanya.

Win paham rasanya di tinggalkan oleh orang yang di sayang. Dulu saat kedua orangtuanya meninggal, ia juga menyalahkan takdir. Win percaya suatu saat Bright akan bisa menerima kepergian kekasihnya, walaupun butuh waktu yang cukup lama.

Adakalanya cinta memberikan kita kebahagiaan. Namun, tak bisa di pungkiri bahwa cinta juga bisa memberikan kita kesengsaraan.

"Sabar Win. Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Kamu harus percaya kalau phi Bright akan berada di dekatmu lagi. Jika itu terjadi aku gak akan melepaskan phi Bright," ucapnya sambil terkekeh.

Ia jadi membayangkan hari itu tiba. Sepertinya Win akan menjadi seorang yang posesif terhadap pasangannya.

Kavin hanya tersenyum tipis. Ia tak mengangguk atau memarahi Win sebab berpikir itu. Ia sadar kalau cinta Win terhadap Bright benar-benar tulus. Sekarang waktunya ia berusaha untuk merelakan Bright jika suatu saat keduanya bersama.

'Aku berharap, semoga itu dapat terjadi.'

Malam harinya Win memaksa pulang karena tidak betah di rumah sakit padahal dokter menyuruhnya untuk rawat inap selama semalam. Tapi, ia tidak betah. Akhrinya dokter pun memperbolehkan nya pulang.

Saat sampai di mansion, para penghuni lain yang sedang bercanda di ruang tamu terdiam melihat kedatangan nya. Jack bersedekap dada.

"Dari mana kamu? Saya dapat telpon dari Mr. Zee katanya kamu gak datang, padahal kamu sama beliau ada janji bahas kerjasama hari ini," ucapnya tegas.

Win menghela napasnya. Ia lupa kalau memang hari ini ia akan rapat bersama Mr. Zee.

"Alah Pho, palingan juga Win ketemuan sama Bright." Celetuk Nani.

Jack bangun dari duduknya dan berdiri tepat di depan Win. Secara tiba-tiba Jack menampar pipinya.

"Sudah saya bilang jauhin Bright! Kamu gak ngerti ucapan saya? Iya!"

Win hanya menunduk tanpa menjawab. Dirinya lagi malas untuk mendengarkan ocehan Jack. Entah mengapa, semenjak Win tau kalau rekaman suara sepasang suami istri membongkar kasus kecelakaan, ia jadi malas dengan mereka.

"Kamu mau saya berbuat sesuatu pada Bright?" ancam Jack. Beliau kira Win akan memohon padanya. Namun, kali ini perkataan Win membuat ketiganya sangat terkejut.

"Cukup ya Om!" bentak Win.

"Cukup ancam aku seperti itu! Aku bisa terima kalau Om mau melakukan apa saja sama aku. Tapi, kalau Om berbuat sesuatu sama phi Bright, kali ini aku gak akan diam!" lanjut nya sambil melangkahkan kakinya pergi ke kamar.

Sedangkan ketiganya benar-benar sudah tak bisa berkata-kata lagi. Baru kali ini win semarah itu.


































Happy reading all 😊

Maaf ya baru update karena sibuk kerja 🙏

Akhirnya author yang pengangguran ini dapet kerjaan 🤣

Jangan lupa vote dan comment 👌

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang