episode 38

145 17 9
                                    

Malam harinya Win di ajak oleh Bright untuk datang lagi kerumahnya. Awalnya Win menolak karena merasa dirinya belum terlalu dekat dengan keluarga Bright.

Namun pria itu memaksanya hingga Ia sekarang sedang duduk di depan Davika.

"Tante senang banget kamu main lagi Win."

"Sebenarnya tadi Win gk mau aku ajak ke sini mae katanya malu karena belum dekat sama mae."

Davika terkekeh mendengar nya. Sengaja beliau mencubit pipi Win dengan gemas.

"Kamu tuh gemes banget sih. Kenapa mikir kaya gitu ? Kalau kamu malu karena belum dekat Tante tinggal deketin dong. Tante senang kok dekat sama kamu."

Win tersenyum kecil. "Aku hanya merasa seperti itu sebab kan aku takut Tante merasa gk nyaman dekat sama aku."

"Siapa yang bilang ? Bright bukan ?"

Si yang punya nama langsung menggelengkan kepalanya cepat begitu juga dengan Win.

"Bukan Tante ! Bukan phi Bright yang ngomong gitu. Itu hanya perasaan ku saja."

Davika pun mengeluarkan senyuman nya kembali. Beliau dengan lembut mengelus rambut Win.

"Tante merasa nyaman kok sama kamu. Malahan nyaman banget karena Tante merasa kamu itu orang yang baik."

Perkataan Davika membuat Win menunduk. Dirinya tidak setuju Davika menganggapnya adalah orang baik. Padahal dirinya hanyalah seorang pembunuh.

Davika yang menyadari raut wajah Win berubah langsung mengelus rambutnya.

"Sayang kenapa ? Apa kamu memikirkan sesuatu ?"

Bright menatapnya. "Ada apa Win ?"

Pria manis itu hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Bright berpikir mungkin Win masih mengingat tentang kejadian yang menimpanya. Ia pun mengajak Win kembali ke apartemen.

"Mae. Aku sama Win balik dulu ya."

"Kenapa balik ? Kalian kan baru main sebentar."

Bright dan Win tadi kerumah sekitar jam 7 malam sekalian makan malam bersama. Dan sekarang jam menunjukkan baru pukul setengah 8 malam lewat.

"Aku harus melihat kerjaan untuk besok mae. Belum sempat aku lihat tadi."

Bright berbohong. Dirinya tidak mungkin mengatakan kepada Davika apa yang terjadi dengan Win.

Win hanya mendengar nya hanya terdiam. Ia tahu phi nya itu berbohong.

"Baiklah, Kalau begitu hati-hati ya. Jangan kencang bawa mobilnya."

"Iya mae. Kalau gitu kita berdua pamit."

Bright dan Win pamit. Davika memberikan masing-masing pelukan. Baru mau membuka pintu, seseorang telah membukanya. Ternyata Erik dan di belakangnya ada Min dan Dave.

Sepasang kedua itu terkejut melihat Win.

"Win ? Kamu main ke sini ?" tanya Min.

"Iya Tante. Phi Bright ajak aku ke sini."

"Terus kalian mau kemana ?"

"Mereka mau pulang ke apartemen Min."

Min terkejut dan langsung memeluk lengan Win dengan wajah memelas.

"Jangan dulu pulang dong Win. Tante pengen ngobrol sama kamu."

Kini Min beralih ke Bright untuk membujuknya.

"Bright, jangan pulang dulu ya ? Tante pengen ngobrol sama Win. Udah lama Tante gk ketemu sama Win soalnya sibuk."

Min memang beberapa kali mengajak Win ketemu. Namun Win memang tidak bisa karena harus mengurus pekerjaan.

"Bright ? Jangan pulang dulu ya ? Tante mohon ...."

Pria itu menatap Win meminta pendapat. "Bagaimana ?"

Win pun mengangguk kecil. Bright akhirnya setuju. Mana mungkin Ia menolak permintaan Min. Beliau nampak senang dan langsung membawa Win kembali ke ruang tamu. Davika juga mengekor di belakangnya.

Erik, Dave, dan Bright saling tatap. Seperti nya kedua wanita itu sangat menyayangi Win.

Ketiganya membiarkan Davika, Min, dan Win bicara di ruang tamu. Sedangkan mereka mengobrol di bangku depan.

"Om Dave, sepertinya Tante Min suka sekali ya sama Win ?"

"Iya Bright. Dia bahkan ingin selalu ketemu sama Win. Tapi tidak bisa karena kesibukan Win."

"Ya saya lihat Win orangnya baik kok. Jadi orang-orang di sekitarnya pun suka sama dia."

Bright membenarkan ucapan pho nya. Orang-orang pasti akan suka sama Win, kecuali paman dan Tante nya.

Sementara itu Win berada di tengah-tengah Davika dan Min.

"Sayang, entah kenapa kok Tante merasa kamu lagi ada masalah ya. Apakah itu benar ? Atau cuma perasaan Tante ?" tanya Min. Win menjawabnya dengan pelan.

"Aku memang lagi ada masalah Tante."

"Masalah apa sayang ?"

"Maafkan aku Tante Davika, Tante Min. Aku gk bisa cerita."

Keduanya mengangguk. Paham karena tidak boleh mencampuri urusan orang lain.

"Maaf ya. Kita malah tanya itu sama kamu."

"Enggak apa-apa Tante Min. Aku merasa Tante perhatian sama aku. Terima kasih."

"Sama-sama sayang."

Win tersenyum menimbulkan gigi kelincinya. Min jadi teringat kalau Kavin juga punya gigi kelinci.

Ingatan itu membuatnya menahan air matanya. Win dan Davika menyadari.

"Min ada apa ? Apa kamu baik-baik saja ?"

"Aku baik Davika. Melihat gigi kelinci nya Win .... teringat sama Kavin. Dia juga punya gigi kelinci."

Jantung Win berdegup kencang mendengar nama Kavin. Sementara itu Kavin yang mendengarnya menjadi terharu.

"Kamu gk kenal kan sama Kavin ?"

Win menggelengkan kepalanya lemah. Tanpa di sadari keduanya tangan Win bergetar. Namun ia mencoba menahannya dengan memegang celana nya kuat.

"Kavin itu anak semata wayang nya Tante Win. Dia ... adalah anak sekaligus penyemangat Tante di kala Tante sedih. Setiap kali Tante ada masalah dengan senang hati Kavin bersedia menjadi tempat bersandarnya Tante. Bahkan om Dave yang terlihat sangar sekalipun akan menjadi sosok ayah yang sangat menyayangi Kavin."

Win semakin mengeratkan pegangan nya.

"Kami berdua sangat bersyukur mempunyai anak seperti Kavin. Jika nanti ada yang namanya reinkarnasi, Tante berharap anak Tante adalah Kavin. Tante sangat menyayangi dia Win ...."

Min tak bisa lagi menahan tangisnya. Davika pun mengelus punggung belakangnya mencoba menenangkan. Kavin merasa bahagia jika kedua orang tuanya sayang sama dia.

Win mendudukkan kepala nya. Perasaan bersalah kembali menghantui Win. Dirinya memang tidak pantas untuk mendapatkan kebahagiaan karena dirinya juga sudah mengambil kebahagiaan orang lain. Jadi bisa di bilang kalau semua ini adalah karma untuknya.























Happy reading all 😊

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang