episode 42

134 20 9
                                    

Akhirnya hari ini Bright gk masuk kerja. Sebenarnya Davika menyuruh Bright pulang ke rumah biar di rawat olehnya. Namun karena keras kepala Bright pun menolak. Walhasil Davika menyuruh Win untuk memintanya merawat Bright.

"Kenapa phi gk mau pulang ? Tante Davika kelihatan nya khawatir sama phi." Tanya Win yang sedang duduk di sebelah Bright yang tiduran di kasur.

"Gua cuma gk mau merepotkan doang. Oh iya mae nyuruh lu rawat gua ya ? Sudah gk usah di dengerin ya gua bisa kok rawat diri sendiri."

Bibir Win melengkung ke bawah. Bright yang menyadari panik.

"Eh Win lu kenapa ?"

"Tante Davika sudah memberikan amatan sama aku untuk merawat phi Bright. Tapi phi gk mau aku jadi merasa bersalah sama tante Davika karena tidak mengerjakan amanatnya."

"Bu-bukannya gitu. Gua cuma gk mau merepotkan doang."

"Ya sudah terserah phi Bright. Aku mau ke depan aja."

Win ngambek. Saat Win berdiri tangannya langsung di tarik oleh Bright hingga Ia tak siap pun terjatuh di badan Bright.

"Aduh !"

Win mengelus dahinya yang terkena dada bidang Bright. Beberapa detik kemudian ia baru sadar posisinya terlihat aneh. Dengan segera ia bangun namun Bright malah melingkarkan tangannya pinggang Win. Di dekap erat agar tidak kemana-mana.

"Phi Bright ... lepasin ..." Pipi nya sudah memerah merona. Jantung nya juga berdegup kencang.

"Enggak mau ! Gua gk bakalan lepasin lu."

"Tapi phi ...."

Mata keduanya saling bertatapan. Mereka tanpa sadar saling menyelami keindahan wajah masing-masing.

Phi Bright sangat tampan...

Win manis juga....

Hingga akhirnya mereka memutuskan kontak mata itu dan terlepaslah posisi tersebut. Win tertunduk sedangkan Bright menggaruk tengkuknya.

"A-aku mau ke depan dulu." Win langsung keluar dan pergi meninggalkan Bright sendirian di kamar.

Di ruang tv Win terus-terusan berusaha menetralkan gugupnya.

"Ya ampun ... jantungku berdegup kencang banget."

Ia memegang pipinya. Yakin jika pipinya saat ini memerah malu apalagi kulitnya putih jadi semakin terlihat jika ia sedang tersipu.

Sementara itu Bright menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Otaknya masih membayangkan kejadian tadi.

"Astaga ... apa yang gua pikirkan ? Kenapa gua kaya gitu tadi sama Win ??"

Ia memegang jantungnya yang berdebar.

"Ini kenapa jantung gua deg-degan ? Apa gua ... suka sama Win ??"

Bright tersenyum kecil. Pikirannya masih membayangkan wajah Win. Beneran ia tidak menyangka bisa sedekat itu. Awalnya tadi ia cuma mau pura-pura bercanda. Tapi endingnya malah membuat dirinya tersenyum sendiri.

***

Sudah waktunya makan siang Win sudah memasak segala makanan. Tinggal membawakan makanan itu ke Bright. Tapi dirinya gugup. Masih terbayang kejadian tadi pagi.

"Masa iya aku harus bawakan makanan untuk phi Bright ? Rasanya berdebar..."

Tanpa Win sadari Bright sudah di belakangnya. sengaja Bright pun mengagetkan Win dengan cara menepuk pundaknya.

DOR !

"Astaga phi Bright ! Bikin kaget aja."

Bright malah tertawa terbahak-bahak melihat Win.

"Sorry. Habisnya gua liat lu melamun. Mikirin apa ?"

Win menggelengkan kepalanya kecil. "Bukan apa-apa."

Bright menatap meja makan yang sudah terlihat berbagai macam masakan.

"Lu masak semua ?"

"Iya ayo makan." Win pun menarik tangan Bright untuk duduk. Sementara yang di tarik tangan nya hanya diam saja.

Win mengambil kan makanan untuk Bright yang dari tadi hanya memandangi pergerakan Win.

Pemuda gigi kelinci itu menyadari namun mencoba tetap tenang walaupun hatinya berdetak kencang. Mereka memulai makan tanpa pembicaraan.

Beberapa saat kemudian makanan mereka pun habis. Win mengambil piring Bright untuk di taruh di wastafel.

"Win lu bosan gk ?"

"Enggak juga sih. Phi bosan ?"

"Iya. Gua kan biasanya di kantor jam segini. Sumpah gua bosan banget dari tadi di kamar."

Terlintas sesuatu di benak Win. Ia tersenyum kecil.

"Oh iya bagaimana phi memainkan gitar lagi ? Aku sudah lama gk mendengar nya."

"Main gitar ? Nanti gua teringat Kavin lagi...." ucapnya pelan. Win terdiam sesaat sebelum menjawab.

"Ya kenapa ? Ayolah phi aku mau dengar lagi. "

Bright pun menghembuskan nafasnya pelan. "Baiklah."

"Ya sudah phi duluan aja. Aku mau beresin ini dulu."

"Ok deh." Bright pun mengambil gitar di kamarnya.

Melihat Bright gk ada buru-buru Win merapikan semuanya. Setelah itu ia mengambil gelas Bright untuk di tuangkan air kembali. Kemudian ia mengambil botol kecil di kantung bajunya dan menatap sebentar.

"Sekali lagi maafkan aku phi."

Bright sudah mengambil gitarnya. Tanpa sadar Bright mengelus gitar itu sambil tersenyum tipis.

"Phi kenapa ?"

"Eh enggak apa-apa kok Win."

Bright menggelengkan kepalanya sebentar dan kembali menyetel ulang senar gitarnya.

"Phi ini minum dulu."

Bright menatap gelas di tangan Win dengan bingung.

"Gua kan sudah minum Win."

"Ya enggak apa-apa. Biar tambah fokus aja main gitarnya nanti."

Akhirnya Bright meminum air itu sampai habis. Entah kenapa tiba-tiba semuanya terasa memutar di kepalanya. Bright memegang kepalanya.

"Kenapa phi ?"

"Hah ? Enggak apa-apa. Gua ok." Win mengangguk kecil.

"Oh iya mau lagu apa ?" Bright memetik senar gitar sambil mencoba mendengarkan apakah udah pas atau belum.

"Kan goo."

Seketika petikan di senar gitarnya terhenti. Bright menoleh menatap Win yang sedang tersenyum.









Happy reading all 😊

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang