episode 61

180 28 13
                                    

Mobil Bright terlebih dahulu sampai di parkiran apartemen baru setelah itu mobil kedua orang tuanya. Pemuda itu terus melangkahkan kakinya kedalam apartemen tanpa menoleh saat Davika memanggilnya.

"Sayang? Mae mau tanya sesuatu sama kamu, Bright?"

"Nanti kita bicarakan sama Bright pas sudah sampai apartemen."

"Baik Pho."

Bright membuka pintu. Terlihat Mike sedang menunggu nya. Davika dan Erik juga bertepatan datang.

"Dengerin. Aku minta sama kalian semua, jangan pernah hubungi Win lagi! paham?"

"Kenapa sayang? Kamu masih kesal karena Win tolak kamu?"

"Ini gak bersangkutan sama sekali, Mae! Jadi, aku minta turuti permintaan aku!" tuntut nya sambil menutup pintu kamarnya.

Mereka bertiga menghela napasnya. Bingung dengan sikap Bright yang tiba-tiba seperti ini.

"Sebenarnya ada apa? Apakah mereka beneran berantem?" tanya Davika penuh kekhawatiran. Beliau tidak mau Bright dan Win menjauh.

"Entahlah. Sekarang kita turuti dulu mau Bright."

"Tapi Pho, Mae gak mau mereka berantem ...."

"Kita amati saja. Jika benar-benar ada sesuatu kita turun tangan."

"Saya setuju dengan perkataan Om Jack. Kita biarkan dulu, kalau ada sesuatu baru cari tau," ucap Mike. Mau gak mau Davika pun setuju.

****

Di dalam kamar Bright merebahkan tubuhnya sambil memandang langit-langit kamarnya. Berkali-kali ia menghembuskan napasnya kasar.

"Jika saja, kebenaran itu hanya omong kosong, pasti sekarang aku dan dia bukan lagi teman, melainkan dua orang yang sedang menjalani manisnya sebuah percintaan ...."

Ya. Sejujurnya Bright masih tak percaya kalau Win adalah pelaku kecelakaan yang membuat Kavin tiada. Ia masih berharap itu semua hanya kebohongan. Tapi, ungkapan yang terlontar dari bibir Win Metawin sendiri sudah cukup membuktikan kalau dia pelakunya.

Setelah Win di tarik paksa oleh satpam waktu itu, Bright langsung masuk ke dalam apartemen nya dengan tatapan kosong. Hingga pandangannya memburam sebab bendungan air mata.

Perlahan-lahan ia melangkahkan kakinya ke arah balkon. Mendudukkan dirinya di lantai sambil memegang buket bunga. Bibir dan hatinya seketika terasa sesak. Sampai akhrinya ia tak bisa lagi menahan air matanya. Cairan bening itu meluncur bebas tak bisa di hentikan.

"Gua beneran berharap kalau ini semua bohong! Gua yakin bukan Win pelakunya ... bukan Win ...."

Rasanya ingin percaya. Namun, amarah lebih dulu menghampiri akal pikirannya. Sampai dengan tega nya ia memperlakukan Win secara kasar seperti tadi. Bright memeluk buket bunga tersebut begitu erat.

"Gua mohon ... jangan pisahkan gua sama dia ... gua mohon ...."

Tapi, ternyata hanya mendengar nama nya saja di sebut, perasaan amarah langsung menyelimuti akal pikiran. Hati dan akal nya benar-benar sangat bertolak belakang.

****

Sore harinya, Win balik lagi ke taman. Ia memutuskan setiap pulang kerja akan mampir ke tempat ini. Udara serta pemandangan di depan danau membuat hatinya merasa tenang.

Tak lama Win menoleh karena ada yang menepuk pundaknya. Matanya membulat sempurna siapa yang melakukannya.

"Tante Min?"

"Ternyata memang benar kamu, Win. Awalnya Tante pikir salah liat." Min mendudukkan dirinya di sebelah Win.

"Tante sendiri?"

"Iya, Om Dave masih di kantor. Tante kesini juga karena pengen jalan-jalan sore aja. Eh, gak nyangka malah ketemu kamu. Kalau kamu sendiri sama siapa kesini?"

"Aku juga sendiri Tante. Pengen menikmati pemandangan danau aja. Rasanya hati tenang gitu."

Win kembali memandang danau dengan sendu. Min menatap ke arah pria gigi kelinci itu. Beliau merasa ada sesuatu.

"Sayang?"

"Iya Tante, kenapa?"

"Kamu lagi ada masalah, ya? Soalnya Tante perhatikan kamu lagi banyak pikiran." Min mengelus rambutnya lembut.

"Cerita sama Tante, pasti Tante akan mendengarkan kamu."

Win terdiam sambil menunduk. Rasanya ia ingin sekali cerita sama Min. Tetapi, cerita itu bersangkutan dengan anak nya, Kavin Alexander.

Ia jadi kepikiran, bagaimana reaksi Min ketika tau kalau dirinya yang membuat anaknya meninggal? Apakah beliau akan melakukan hal yang sama seperti Bright? Meninggalkan nya sendirian.

Mengingat itu Win seketika menangis. Min terkejut dan langsung membawa pria manis itu ke dalam pelukan hangat nya. Tak lupa beliau terus-menerus mengelus rambutnya.

"Kenapa, sayang? Kamu kenapa nangis?" Win tidak menjawab.

Hatinya sangat sesak. Kavin ikutan sedih, ia juga merasa tidak tega dengan Win. Ia tau Win juga pasti gak mau kecelakaan itu terjadi.

Namun, semuanya sudah terlambat. Win yang saat itu mengendarai mobilnya sambil menangis sebab baru saja bertengkar dengan Jack karena mempertahankan Souri.

Tetapi, karena Win tak mau memberikannya kepada Jack, walhasil mereka bertengkar. Pamannya itu bahkan gak segan-segan memukul wajahnya. Masih terlihat jelas bekas pukulan itu di bibirnya.

Hingga dirinya sudah tak fokus mengendarai mobil, sampai akhrinya kecelakaan itu terjadi.

'Ada apa sama Win, ya? Apakah dia ada masalah?'

Selama lima menit Win berada di pelukan Min. Ia pun secara perlahan melepaskan pelukan itu.

"Maafkan aku Tante."

"Kenapa minta maaf?"

"Maaf karena aku nangis di pelukan Tante. Pasti Tante gak nyaman, ya? Sekali lagi aku minta maaf ...."

Min terkekeh kecil. Beliau mengelus wajah lucu Win yang terlihat memerah, bahkan hidung nya ikut merah.

"Enggak. Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Aku takut Tante gak nyaman ...."

"Malahan Tante senang karena kamu bisa mengeluarkan segala perasaan kamu, walaupun dengan cara menangis. Sekarang, bagaimana perasaanmu?"

"Lebih baik."

Beliau memandang wajah Win begitu intens. Entah mengapa, rasanya ia melihat Kavin di dalam diri Win.

"Sayang, kalau kamu butuh teman cerita, hubungi Tante aja. Kamu telpon, Tante dengan sigap langsung datang ke kamu."

Win terdiam. Rasanya ingin percaya, namun, ia takut itu semua hanya mimpi.

'Kalau Tante Min sudah tau kebenarannya, apakah akan melakukan hal yang sama seperti phi Bright? meninggalkanku sendirian lagi?'






















Happy reading all 😊

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang