02;

103 7 7
                                    

Matahari sudah tak menyengat terik seperti tadi pagi tapi es potong coklat Kalipso dengan mudahnya mencair. Mengaliri sela jemari hingga tangan.

Si gadis susah payah menjilati lelehan es di tangan, buat cairan coklat lengket itu berantakan di sekitar bibirnya.

Siapapun yang melihat Kalipso mungkin tak akan percaya jika dia sudah genap 18 tahun. Penampilannya tak lebih rapi dari anak TK.

Kemeja seragamnya setengah mencuat dari rok abu selutut. Tas kuning cerahnya masih tersampir sempurna di kedua bahu. Jepit rambut Baymax yang tadi tersemat rapi-setidaknya sampai jam istirahat kedua-sekarang entah kemana, si pemilik pun sepertinya tak sadar aksesoris kebanggaannya itu hilang.

Hari ini ia pulang 2 jam lebih lambat. 30 menit digunakan untuk naik bus dari sekolah menuju perumahan. Sisanya ia gunakan untuk mengobrol dengan tukang sapu dekat halte, melihat anak-anak yang bermain kelereng, dan berkenalan dengan tukang es potong keliling.

Fyi, ia dapat es potong coklat secara cuma-cuma karena si pedagang iba melihat penampilan Kalipso yang semrawut.

Gadis jangkung itu langsung membuka sepatu dan kaus kakinya sambil membuka gerbang lalu jalan bertelanjang kaki ke dalam.

Jangan tanya kenapa ia melepas sepatu di luar alih-alih di teras rumah, karena ini Kalipso.

"AKU PULANG!!"

Teriakannya menggema di ruang tamu namun tak ada yang menyahut. Si gadis langsung berjalan menuju dapur sambil menjinjing sepatu. Mulutnya masih sibuk lahap habis es potong yang sisa setengah.

"AKU PUL-"

"Berisik."

Langkah Kalipso terhenti, ia menaikkan sebelah alis. Sebal karena kalimatnya terpotong begitu.

Ia mengulum es potongnya, menaruh sepatu di lantai lalu berjalan mendekati Mada yang tengah duduk di karpet ruang keluarga, membelakanginya.

Fokus Mada tertuju pada layar TV yang menampilkan grafik game, tangannya bergerak lincah menekan konsol. Pemuda itu tak sadar Kalipso sudah berjongkok tepat di samping telinganya dan sedetik kemudian ....

"AKU PULANG!"

Pemuda itu terlonjak hingga konsolnya terlempar. Matanya mendelik sempurna dengan tangan memegang dada, terkejut luar biasa. Butuh beberapa detik hingga sadari Kalipso sudah tersenyum manis di depannya.

"Aku pulang," ulang Kalipso. Kini nadanya lebih lembut. Gadis itu menusuk-nusuk pipi adiknya menggunakan stik es yang sudah habis.

Setelah puas lihat ekspresi Mada, Kalipso bangkit berdiri. Belum sempat melangkah namun Mada sudah tarik rambutnya kuat. Mendapat serangan mendadak seperti itu, Kalipso limbung sampai tubuhnya jatuh di karpet.

Seakan sudah bisa memprediksi, Mada lebih dulu menghindar sebelum Kalipso sempat raih kakinya. Buat si gadis meraung-raung dengan lebay, merasa dirinya dipermainkan.

"Rhea sama Kak Ipo juga lebih dewasa Rhea," cibir Mada menyebutkan nama anak tetangganya yang baru berusia 3 tahun.

"At least aku gak nangis cuma gara-gara gak disetelin Cocomelon," bela Kalipso.

Gadis itu sepertinya masih menyimpan dendam setelah kemarin lusa Rhea menangis kejer karena Kalipso yang tak menuruti permintaan si bayi.

"Pantesan cintanya bertepuk sebelah tangan. Manusia begini emang gak pantes cinta-cintaan," celetuk Mada sambil memungut konsol game-nya.

"Dih?!"

Kalipso langsung bangkit menerjang Mada yang setengah berdiri. Keduanya jadi berguling-guling di lantai. Kalipso menjambak rambut Mada. Mada balik menjambak rambut Kalipso.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang