28;

19 2 0
                                    

"Skill manjat lo keren, Rik. Udah cocok jadi monyet."

"Gue mana bisa manjat."

"Lah tadi apaan? Menyelam?"

"Itu karena terpaksa. Lagian siapa yang mau bantuin lo turun? Kunyuk ini juga cuma ngeliatin."

Mada menghela napas mendengar obrolan dua manusia itu. Sibuk mengupas mangga hasil petikan Kalipso yang tadi sempat heboh karena tak bisa turun dari pohon.

Harusnya tak heran juga karena hal seperti itu bukan yang pertama kali.

Teman sialannya dan si sulung jelas bukan kombinasi yang bagus. Mada berani berikan titel 'Bocah Kematian' untuk mereka berdua jika mengingat selalu saja ada yang terjadi saat dua manusia itu berada di ruangan yang sama.

Seolah tubuh mereka akan menggigil jika hanya duduk tenang.

"Lo kok cepet gede ya?" tanya Kalipso sambil meraih potongan mangga dadu di mangkuk besar. "Terakhir gue liat lo kayaknya masih kecil banget."

"Kenapa kalimat Kak Ipo kayak udah kenal Riki dari kecil?" heran Mada.

Dia sendiri bahkan belum genap setahun berteman dengan Riki.

Yang jadi subjek hanya mengangkat bahu sekali sebelum meraih potongan mangga. "Kayaknya lo deh Kak yang gak tumbuh, bukan gue yang cepet gede."

"Dih?" Kalipso melirik lewat ekor mata. "Mada tuh yang gak tumbuh!"

Lagi-lagi cuma menghela napas.

Tangan pemuda itu dengan cepat menarik mangkuk di depannya mendekat kala tangan Riki dan Kalipso terulur berbarengan, hendak meraih mangga lagi.

"Bisa gak tunggu sampe gue selesai?"

Pertanyaan Mada undang cengiran keduanya.

"Kita sebelumnya pernah ketemu gak sih, Kak?" tanya Riki sambil mengelus Lubis yang tidur di pangkuannya.

Kalipso menggeleng. Pandangannya tak lepas dari Mada yang kini tengah mengupas mangga terakhir. "Kayaknya gak pernah, emang kenapa?"

"Gue rasanya pernah liat lo," sahut Riki. "Tapi dimana, ya?"

"Lo gak ngenalin kembaran Ariel Tatum?"

Kedua pemuda itu sontak menoleh pada Kalipso yang bertanya dengan wajah serius. Sudah tahu kalau si gadis akan mengucapkan omong kosong namun mereka tetap saja penasaran.

"Ariel Tatum punya kembaran?" beo Riki dengan polosnya.

"Ini kembarannya," sahut Kalipso sambil menunjuk dirinya sendiri.

Jawabannya kontan buat dua orang lainnya mendecih sambil alihkan pandangan. Abaikan Kalipso yang masih tersenyum bodoh sambil memegang pipinya.

"Serius Kak," geram si pemuda berbibir tebal. "Gue kayak pernah liat lo atau– OH!" ia menjentikkan jari. "Lo mirip pacar sepupu gue!"

Mangkuk besar berisi mangga yang sudah dipotong kembali disodorkan oleh Mada, mempersilakan Riki dan Kalipso menyantap buah hasil potongannya. Pemuda itu beranjak menuju wastafel untuk mencuci tangan.

"Sepupu lo siapa?"

"Kalau gue kasih tau juga paling kalian berdua gak percaya."

"Emang siapa?" tanya Kalipso sambil mengunyah, ikut penasaran juga.

"Ariel Tatum?" tebak Mada yang tengah mengeringkan tangan. "Tadi kan lagi bahas Ariel Tatum," tambah si pemuda lagi saat lihat alis kawannya yang menekuk tajam.

"Bukan." Riki menggeleng. Ia menelan mangga di mulutnya lebih dulu sebelum menjawab. "Tau Rahadinata Group, gak? Perusahaan real estate itu."

Entah apa yang buat jantung Kalipso berdetak tak normal setelah dengar nama keluarga Rahadinata. Harusnya tak usah terkejut karena nyaris seluruh penduduk kota ini mengenali nama keluarga itu.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang