36;

15 2 0
                                    

Aroma vanila dari reed diffuser di meja rias buat ruangan ini jadi kian terasa feminim. Pencahayaan utamanya sengaja dimatikan, sisakan lampu belajar dan lampu sudut yang pancarkan sinar hangat.

Kehadirannya di kamar si sulung bukan yang pertama kali dalam seminggu. Mada juga tak sadar kalau rutinitas Kalipso mengunjungi kamarnya setiap usai makan malam sekarang jadi sedikit berbeda.

Bukan Kalipso yang datang namun gantian Mada yang datang ke kamar si gadis tiap malam. Tak lakukan apa-apa, hanya berbaring sambil perhatikan kakaknya yang sibuk sendiri.

Malam ini juga sama.

Dengan sekotak es krim di tangan, Mada duduk bersila di atas kasur. Memerhatikan Kalipso yang duduk di meja belajar, tengah menonton film dari laptop.

"Minggu ini Kakak udah tiga kali nonton Howl's Moving Castle," komentar Mada selepas mencecap es krim yang meleleh di lidah.

"Terus kenapa? Gak bikin Harimau Sumatera punah, kan?"

Guyonan yang perempuan dibalas decakan. "Kayak gak ada film lain aja."

"Emang gak ada."

Kalau biasanya Mada yang selalu merespon asal celetukan tak berbobot Kalipso, kali ini malah dirinya yang rewel bertanya segala hal. Setelah tadi mengusulkan melihat wajah semut lewat mikroskop, sekarang Mada kehabisan bahan untuk terus lanjutkan bicara.

Walau tujuannya kesini bukan untuk sekedar basa-basi. Ada sesuatu yang ingin ia pastikan.

"Kak."

Panggilannya cuma dapat gumaman. Kalipso sama sekali tak menoleh, masih setia menumpu dagu dengan kepala yang sedikit miring ke kanan.

"You sure everything is alright?" tanya Mada akhirnya. "Maksud aku, setelah yang Ayah lakuin malem itu."

Film yang sedang terputar dijeda di menit ke 43. Perempuan itu memutar kursinya hingga berhadapan lurus dengan sang adik. Wajahnya tak menyiratkan kalau ia senang dapat pertanyaan seperti itu.

"Harus berapa kali aku bilang kalau everything is fucking fine?"

"I'm just make sure," sanggah Mada karena tak terima disudutkan. "Lagipula omongan sama tingkah Kakak itu kontradiksi banget. Gimana aku gak nanya terus?"

Alis Kalipso menukik. "Kontradiksi gimana?"

"Kakak belakangan sering banget ngelukis."

Jawaban yang diberi Mada tak beri pemahaman sama sekali. "Masalahnya apa?" tanya Kalipso tak paham.

"Those are your coping mechanism," jelas yang lebih muda. "Kakak selalu ngabisin waktu buat ngelukis whenever something not going well."

Tak langsung menyanggah, Kalipso tatap lekat netra Mada yang seperti berusaha cari sesuatu dari matanya. Walau detik berikutnya gadis itu memutar kursi lagi, melanjutkan film yang tadi dijeda.

Respon itu cukup buat Mada menyimpulkan kalau kakaknya memang sedang tidak dalam kondisi baik. Jelas ada sesuatu yang usik pikiran si sulung.

"You were never good to solving your own problem," tambah Mada. "And keep it for yourself just will make everything more worse."

"Poin kamu ngomong gitu apa, sih?!" Emosi Kalipso terpantik juga. Dengan cepat memutar lagi kursinya agar Mada bisa lihat kilatan marah dalam netranya. "Kalaupun semuanya jadi tambah rumit, it won't affect to your life. So, you better shut up!"

Tidak ingin lagi terjadi perang dingin, maka yang laki-laki ambil jeda sesaat. Tarik napas agar suaranya tak naik satu oktaf pun.

"But you pretend to be," kata Mada. "Kak Ipo bakal mulai nyalahin semua orang, pretend like no one cares padahal Kak Ipo sendiri gak pernah bilang apa-apa."

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang