42;

16 3 0
                                    

"Kenapa korannya ditempel di tembok?"

"Loh, emang bukan?"

Si gadis pemilik kamar spontan menghela napas. Jika saja kesabarannya didesain sedikit lebih tipis lagi, mungkin nampan berisi camilan dan minuman di tangannya sudah melayang.

Beruntung gadis itu masih waras. Menaruh nampan di meja kecil dekat pintu kemudian menghampiri Kalipso yang berjongkok kikuk, menunggu perintah Jen selanjutnya.

"Koran ini fungsinya buat melindungi lantai supaya gak kena cat," jelas Jen sabar. "Kan yang mau di cat temboknya, masa temboknya ditutup koran?"

Nada bicara Jen yang kelewat lembut malah buat Kalispo meringis ngeri. Gadis itu melangkah mundur. "Jen mending marah-marah aja gak papa, jangan begini."

Permintaannya dituruti, maka kedua tangan gadis berambut coklat itu langsung bergerak ke leher Kalipso. Mencekik sahabatnya pelan lalu menjambak rambutnya hingga gadis itu terduduk pasrah di lantai.

Entah ekspektasi Jen yang terlalu tinggi atau Kalipso yang kurang instruksi. Lembaran koran yang harusnya sudah melapisi nyaris seluruh bagian lantai ruangan, kini malah menempel lekat di dinding. Tinggalkan bekas cat yang mengelupas saat Jen lepas kembali koran-koran itu dari dinding.

Tahu betul rencananya mengecat ulang dinding kamar akan memakan waktu lama namun tak kuasa juga untuk menolak Kalipso yang antusias ingin membantu.

Lagipula, ini kali pertama Kalipso berkunjung ke rumahnya.

"Makan aja sana, ini gue yang ngerjain."

Bibir lawan bicaranya sontak menurun. "Mau bantuin," pinta Kalipso. "Janji gak ngerecokin."

Ruangan yang kosong buat suara Kalipso menggema. Jelas ada perasaan bersalah di sana dan Jen tak ingin buat sahabatnya itu merasa tambah buruk, jadi ia membagi tumpukan koran di tangannya pada Kalipso.

"Lo tutup lantai sebelah sana." Si sulung Rahadinata menunjuk bagian sudut kamar dekat jendela besar. "Gue tutup sebelah sini."

Mengangguk paham. Yang diberi perintah gesit bekerja setelah mendapat koran, menata lembaran itu agar sempurna melapisi tiap senti lantai marmer.

"Mau di cat warna cloud white, kan?"

Jen hanya bergumam pelan tanpa menoleh, sibuk melapisi lantai dengan posisi memunggungi Kalipso.

"Berarti boleh dong gue lukis Spongebob sama Patrick? Gue rencana mau tambahin Ninja Hatori sama Sailor Moon juga. Di pojok-pojok gue lukis jamur kayak di Snow White terus langit-langit pake bintang."

Saran yang diberikan terlalu muluk, kali ini Jen menoleh. Menatap sengit Kalipso yang membelakanginya. "Lo mau bikin kamar gue jadi taman bermain apa gimana?"

"Katanya terserah gue mau dilukis apa aja?" tanya Kalipso bingung. "IYA IYA BERCANDA!"

Si perempuan berambut sebahu panik sendiri kala Jen mengangkat kuas tinggi, mengancam akan melempar benda itu pada Kalipso jikalau ia berbicara lebih jauh lagi. Jen hanya menghela napas, menaruh kembali kuas setelah lihat Kalipso yang lanjutkan kegiatannya dalam diam.

Memang hening tak akan pernah bisa bertahan lama jika ada Kalipso di dalamnya. Selepas dua menit hanya dilingkupi suara koran dan decit kaki yang beradu dengan lantai, Jen pikir ketenangan itu akan berlangsung untuk jangka waktu lama.

Walau selanjutnya suara Kalipso menggema lagi di ruangan itu.

"Setya gimana?"

Pertanyaan tiba-tiba itu jelas tarik paksa atensi Jen supaya si gadis menoleh. Posisi mereka yang saling berdekatan buat si sulung Rahadinata spontan mendorong punggung Kalipso hingga sahabatnya itu tersungkur ke lantai.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang