22;

47 5 0
                                    

Sudah dua hari ini Kalipso rutin mengunjungi rumah nomor 11 tiap pagi sebelum berangkat sekolah juga selepas sekolah hingga hampir larut malam.

Memastikan si penghuni rumah baik-baik saja.

Sejak kemarin lusa saat gadis itu menemukan Elio yang meringkuk di kamarnya dengan demam tinggi, ia tak bisa tenang sama sekali. Berinisiatif merawat si pemuda hingga demamnya benar-benar turun.

Elio juga memberi akses pada Kalipso agar bisa masuk rumahnya tanpa harus repot menunggu lama seperti sebelumnya.

Gadis itu selalu tepat waktu. Elio sampai tahu pada pukul berapa Kalipso akan datang di pagi hari, pada pukul berapa Kalipso datang di sore hari, dan pada pukul berapa Kalipso akan pamit pergi.

Semua yang dilakukan juga tertata rapi. Mulai dari makanan, obat, hingga perawatan yang diberikan–Kalipso rajin membasuh Elio menggunakan handuk hangat tiap sore juga membantu pemuda itu mengganti pakaian.

Terbiasa melihat Kalipso yang manis dengan sisi kekanakan, Elio jadi sedikit terkejut lihat sisi keibuan dari gadis ini.

Sore ini pun sama seperti sore sebelumnya.

Jendela kamar dibiarkan terbuka lebar, mempersilakan sinar matahari menerobos masuk tanpa permisi. Sebabkan ruangan itu jadi terasa hangat.

Mangkuk besar berisi air hangat terletak di nakas samping tempat tidur dengan Kalipso yang beberapa kali mencelupkan handuk ke dalamnya. Digunakan untuk membasuh wajah juga leher Elio yang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang.

Tangan gadis itu telaten membersihkan tiap senti wajah si pemuda bahkan area leher sampai belakang telinga. Mendapat perlakuan begitu pun Elio diam saja.

Sentuhan Kalipso terasa hangat. Entah kapan terakhir kali ia diperhatikan sebegini telitinya.

"Mau ganti baju?"

Tawaran Kalipso membuat Elio tersadar dari lamunannya. Hanya mengganguk pelan.

"Mau diambilin?"

Mengangguk lagi.

Meletakkan handuk ke dalam mangkuk. Lantas Kalipso beranjak pergi menuju lemari pemuda itu. Berkutat sebentar di depan lemari dengan jemari yang sibuk memilah lipatan kaus.

Senyum Elio muncul setelah memperhatikan punggung Kalipso. Gadis itu jadi terlihat seperti ibunya.

Sekitar 1 menit kemudian, Kalipso kembali lagi dengan kaus putih panjang. Ia duduk di tepian ranjang.

"Angkat tangannya," titah si gadis.

Mengerti, Elio kontan mengangkat kedua tangannya tinggi. Kalipso jadi mencondongkan tubuhnya agar mudah menarik lepas kaus pemuda itu.

Padahal tenaga Elio sudah lebih dari cukup untuk mengganti baju sendiri. Namun ia tak menolak setiap perbuatan yang Kalipso lakukan padanya. Tidak bisa memungkiri kalau ia sendiri juga suka diperlakukan begitu.

Seperti biasanya, tangan Kalipso terlihat ragu menyentuh ujung kaus Elio. Gadis itu memejamkan mata sebentar sebelum menarik kaus si pemuda ke atas hingga lepas. Memfokuskan matanya pada kaus yang baru diambil, menghindari tubuh pemuda itu yang tak terhalang apapun di hadapannya.

"Udah biasa liat juga."

Celetukan Elio hampir buat tangan Kalipso melayang namun ditahan. Teringat laki-laki di depannya ini sedang sakit jadi ia tak boleh kasar, hanya menghela napas sambil memakaikan lagi kaus yang baru.

"Udah," ujar si gadis. Ia bangkit menuju keranjang pakaian kotor di belakang pintu. Menaruh pakaian Elio disana kemudian kembali lagi.

Kali ini membereskan mangkuk bekas kompresan, piring kotor, juga termometer yang berantakan di atas meja. Elio dengan cermat memerhatikan segala pergerakan gadis itu.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang