Malam ini Jen kebagian tugas memasak makan malam karena malam sebelumnya Kafka yang memasak. Dua kembar itu sepakat untuk memasak secara bergantian walau ada kalanya salah satu dari mereka kelewat malas dan berakhir dengan memesan makanan lewat situs online.
Mendiang ibunya membiasakan mereka untuk memasak sendiri alih-alih beli makanan cepat saji. Hingga hari ini pun keduanya masih setia menjalankan kebiasaan yang diterapkan sang ibu.
Jujur saja Jen malas memasak hari ini, apalagi ia hanya harus memasak untuk dua porsi. Lagipula ia sedang tak berselera makan.
Saat Kafka datang ke kamarnya dan bertanya kenapa gadis itu belum juga masak, ia hanya menyuruh kembarannya itu memesan makanan sendiri. Tapi si pemuda menolak dengan alasan mereka sudah terlalu sering makan junk food dalam seminggu–padahal terhitung baru dua kali.
Si gadis baru saja memasukkan wortel dan kentang ke dalam panci namun Kafka sudah menggerutu. Menyalahkan Jen yang telat masak makan malam dan buatnya jadi kelaparan hingga nyaris mati.
"Diem gak?"
Jen berbalik menghadap Kafka yang duduk di meja makan sambil merengut. Mengangkat tinggi spatula kayunya, bersiap memukul Kafka dengan benda itu.
Si pemuda yang mendapat ancaman spontan merapatkan mulut. Ia langsung membenarkan posisi duduknya, membungkuk kecil pada Jen.
"Maaf, Non."
"Lagian lo kan bisa masak sendiri. Kenapa harus nunggu gue yang masak?" tanya Jen, memasukkan curry block setelah air di pancinya mendidih.
"Kan kemaren gue udah masak?"
"Perhitungan banget jadi orang," sungut Jen sambil mengaduk kuah kari yang mulai mengental.
"Kalau lo gak masak berarti lo gak bakal makan," timpal Kafka. "You hate the food waste the most, right? That was what i feel waktu lo kemaren malem gak makan padahal gue udah masak."
Si gadis jadi terdiam. Merasa bersalah. "Iya iya," sahutnya acuh. "Belakangan ini gue lagi gak selera makan, makanya– KAFKA!"
Melihat Kafka mengambil sebungkus es krim coklat dari kulkas buat Jen refleks membentak. Si pemuda juga tersentak, beralih menatap kembarannya yang menatap ke arahnya garang.
"Simpen gak?" ancam Jen sambil mengacungkan spatula kayunya lagi.
Kafka menurut saja. Mengembalikan es krim itu ke dalam freezer lalu kembali duduk ke meja makan.
Menyantap pencuci mulut sebelum makan makanan utama tentu saja menyalahi peraturan tak tertulis di keluarga Rahadinata.
Lagi, mendiang ibu mereka selalu membiasakan agar makan makanan berat lebih dulu sebelum menyantap makanan ringan. Dan tampaknya Jen jadi yang paling strict akan kebiasaan itu.
Aroma sedap kari memenuhi seluruh dapur. Kafka yang tak sabar jadi beranjak mendekat. Membaui aromanya dari asap yang mengepul. Namun pandangannnya tertuju pada kotak makan merah yang tersimpan di sudut meja dapur.
"Besok ingetin gue buat panasin ini," pinta Kafka sembari membawa kotak itu ke kulkas.
"Ribet banget. Kenapa gak pasang reminder aja di hp lo?"
Alih-alih menuruti perkataan Jen, Kafka malah mengambil kertas dan pulpen di rak dapur paling atas. Menulis catatan lalu menempelkannya di pintu kulkas.
"Udah selesai. Ambil sendiri kalau mau makan," kata Jen sambil mencuci tangan. Gadis itu menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri kemudian lebih dulu duduk di meja makan.
Kafka juga menyiapkan makanannya. Duduk di depan Jen. Ia menyuapkan nasi dan kari sesegera mungkin.
Baru saja si gadis mau memperingatkan tapi Kafka sudah lebih dulu mengerang. Rasakan sensasi panas yang penuhi rongga mulutnya, ia langsung membuka mulut sambil mengibaskan tangan. Jen hanya menghela napas lalu mulai makan perlahan-lahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Try Again
Fanfiction"Kita ini sebenernya apa?" Mungkin harusnya Kalipso tanyakan itu pada Elio setidaknya sehari sekali buat cari validasi tentang hubungan mereka yang tak tahu harus dilabeli sebagai apa. Karena pengakuan kurang ajar Elio baru terdengar waktu dirinya s...