14;

37 2 3
                                    

Di sepanjang jalan dari area parkir basemen hingga kini kakinya memijak lift, nyaris semua orang menyapanya. Kafka hanya balas tersenyum sambil sedikit membungkuk.

Agaknya kehadiran putra direktur utama Rahadinata Group berhasil buat terkejut para staf disana. Pasalnya pemuda jangkung itu hanya muncul sesekali di acara penting perusahaan, lalu hari ini malah tiba-tiba datang ke kantor dengan seragam sekolahnya.

Kafka juga sebenarnya tak berencana untuk datang ke sana, ia sendiri bahkan tak mengabari ayahnya bahwa ia akan datang. Pemuda itu berinisiatif membawakan makan siang setelah tak sengaja melihat restoran ayam goreng dalam perjalanan pulang.

Alasan lain atas kunjungannya hari ini adalah: ia sedang tak ingin pulang cepat.

Staf resepsionis bilang bahwa direktur utama sedang tidak ada di kantor saat ini dan kemungkinan akan kembali sekitar 1 jam lagi, jadi ia menawarkan diri untuk mengantarkan pesanan Kafka. Tapi pemuda itu menolak. Memilih untuk membawa sendiri makan siang ayahnya.

Kakinya mengetuk sembari menunggu lift membawanya ke lantai 15. Cukup lama menunggu hingga akhirnya bel lift berdenting bersamaan dengan pintunya yang terbuka. Pemuda itu mengambil langkah lebar ke kiri, sesuai dengan arah yang ditunjukkan staf resepsionis tadi.

Di lantai ini sepertinya memang tak terlalu banyak orang. Belum ada lagi orang yang Kafka jumpai sejak ia keluar lift tadi.

Kakinya berhenti di ruangan paling ujung, tepat di hadapan pintu berkaca buram dengan label 'Direktur Utama'. Ia mengetuk sekali sebelum membuka pintu.

Melongok. Mencari keberadaan seseorang namun sesuai dugaannya, tak ada siapapun disana. Pemuda itu melangkah masuk, menaruh plastik ayam goreng di meja kecil yang ada di sudut ruangan.

Tak berminat untuk menelisik tiap jengkal ruang kerja ayahnya, jadi ia memilih untuk keluar lagi. Tujuannya kini adalah dapur.

Seingatnya dapur lantai ini berada di dua lorong setelah ruangan direktur utama. Kali ini pandangan pemuda itu mengedar, mengamati arsitektur lantai paling atas kantor Rahadinata Group.

Suasana yang diciptakan dari kantor ini sedikit banyak punya kemiripan dengan suasana di rumah-berdasarkan arsitektur dan ornamennya. Jelas terlihat kalau Anandito itu menyukai gaya yang futuristik.

Pantas saja ia mendukung Jen yang menyuruh Kafka memindahkan turntable tuanya dari ruang keluarga dengan alasan menganggu padanan ruangan.

Setelah menghabiskan hampir 5 menit berjalan, Kafka memijakkan kakinya di dapur. Pemuda itu segera saja menghampiri mesin kopi, membuat latte juga memanaskan dimsum beku yang ia temukan di lemari pendingin.

"Kafka?"

Pergerakannya yang cekatan seketika terhenti kala suara seseorang menginterupsi. Si pemilik nama sontak menoleh pada sumber suara.

Seorang wanita dengan penampilan kasual tersenyum lembut ke arahnya. Ekspresinya terlihat senang pun bingung di waktu bersamaan. Suara heels menggema seiring dengan langkah si wanita yang mendekat.

"Ada keperluan sama Pak Dito?" tanya si wanita ramah.

Kafka menggeleng. "Saya cuma mau nganterin makan siang," sahutnya jujur. "Ibu .... atau Mbak? Mau kopi? Biar saya sekalian bikinin."

Pemuda itu menawarkan setelah melihat si wanita mengambil gelas dari kabinet dapur. Wanita itu dengan cepat menolak. Menyuruh Kafka duduk saja, buat yang diberi perintah hanya menurut.

"Saya Inez Belinda. General Manager disini," kata si wanita memperkenalkan diri. "Kamu bisa panggil saya Inez."

"Salam kenal Bu Inez," ujar Kafka dari mejanya.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang