Ada sedikit kegaduhan di kamis pagi ini setelah mobil Audi dan motor Kawasaki Ninja terparkir sempurna di depan gerbang rumah bernomor 14.
Anak sulung si pemilik rumah berdiri sambil bersandar pada gerbang, sedangkan dua pemuda lainnya berdiri di samping kendaraan masing-masing–menunggu keputusan Kalipso.
Subuh tadi, si gadis mendapat pesan dari Kafka yang bilang akan datang menjemputnya. Awalnya menolak karena jarak rumah mereka kelewat jauh dan Kalipso khawatir Kafka terlambat, tapi pemuda itu bilang kalau hari ini sekolahnya sedang senggang karena ada pekan seni jadi ia tak masalah.
Kalipso akhirnya setuju dan menolak ayahnya yang menawarkan tumpangan.
Dan saat dirinya keluar rumah, selain Kafka, presensi Elio juga ditangkap matanya. Wajar saja gadis itu jadi bingung luar biasa. Seingatnya ia tak ada janji dengan tetangganya itu untuk berangkat bersama ke sekolah.
"Kita searah, satu tempat, satu sekolah. Gue bahkan bisa nganter dia sampe tempat duduk." Ini argumen Elio.
"Gue udah janji sama Kalipso dari subuh tadi, sedangkan lo tiba-tiba dateng tanpa janji sama dia lebih dulu. Definitely not my fault kalau Kalipso nolak ajakan lo." Ini argumen Kafka.
Dua laki-laki itu berbicara dengan nada tenang tapi atmosfernya terasa menegangkan. Kalipso jadi benar-benar bingung, ia menggigiti kuku jarinya.
"Suit aja gak sih?" usul si gadis. "Yang ada kita semua terlambat kalau debat mulu."
"Mana bisa suit," sahut Elio tak terima. "Lo yang milih, mau sama siapa?"
"Kenapa jadi gue yang disuruh milih?"
"Kan kita kesini mau jemput lo anjir," sungut Elio.
"Gue gak minta dijemput?"
"Tinggal milih astaga, apa susahnya?"
"Kalau gue milih Kafka nanti lo pasti ngambek."
"Nah itu tau. Makanya berangkat sama gue."
"Tapi lo udah iyain ajakan gue tadi," sela Kafka, merasa terancam. "Gak bisa dibatalin gitu aja dong? Lagian ini first time gue jemput lo. Dia pasti udah sering, kan?"
Gerbang yang tiba-tiba ditarik agar terbuka lebar buat Kalipso terkejut. Mendelik pada Mada yang tak acuh padanya. Perhatian ketiganya juga langsung tertuju pada laki-laki itu.
"Minggir," dinginnya.
Yang diberi titah hanya menurut karena matanya melihat sosok ayahnya yang masuk ke dalam mobil di garasi, juga disusul ibunya kemudian. Jelas mereka akan berangkat lebih dulu.
"Gue bareng Ayah aja deh," celetuk si gadis.
"Kok gitu?"
Kalimat berbarengan kedua laki-laki di depannya mengakibatkan alis Kalipso menekuk. Memandang keduanya bergantian.
"Biar netral," sahutnya. "Jadi lo berdua mending pulang ke habitat masing-masing."
"Pulang gimana? Gue mau sekolah," tandas Elio. "Kalau gitu berarti lo gak ngehargain usaha kita."
Kali ini Kafka ikut mengangguk setuju. Elio yang merasa mendapat dukungan jadi menyilangkan tangan di dada, menatap Kalipso penuh tuntutan.
"Untuk menghargai usaha gue muter balik dari rumah nomor 11 sampai ke sini, lo harus bareng gue."
Laki-laki satunya lagi kontan menoleh cepat, tak terima argumen aneh Elio.
"Lo cuma ngelewatin dua rumah. Gue nempuh 17 kilometer aja gak sombong," cibir Kafka malah jadi adu nasib.

KAMU SEDANG MEMBACA
Try Again
Fanfiction"Kita ini sebenernya apa?" Mungkin harusnya Kalipso tanyakan itu pada Elio setidaknya sehari sekali buat cari validasi tentang hubungan mereka yang tak tahu harus dilabeli sebagai apa. Karena pengakuan kurang ajar Elio baru terdengar waktu dirinya s...