Halo, Elio.

28 4 0
                                    

Katanya, waktu berlalu kelewat cepat jika dihabiskan bersama orang tersayang.

Biarlah hiperbola namun rasanya memang sebanding dengan kecepatan cahaya. Meskipun bahagia enggan melulu stagnan, tak terhitung badai yang nyaris buat sekarat; Kalipso selalu temukan jalan untuk pulang.

Masih segar dalam ingatan bagaimana permulaan baru tercipta seakan terjadi tepat kemarin malam. Jika mampu kembali ke masa dimana ia cantumkan semua harapan di sela jemari Kafka, pikiran soal dua remaja yang habis terbakar euforia mungkin mencuat seketika.

Sempat skeptis atas semua hal yang dijanjikan. Kalau Kalipso jadi dewasa sedikit lebih cepat, barangkali ia mencibir sejoli yang terlalu gegabah ambil keputusan.

Karena tak ada yang lebih ekstrem dari kelabilan remaja.

Malam itu telah lewat 16 tahun di belakang dan sama sekali tak ada penyesalan. Tanpa adanya penantian karena waktu yang dihabiskan senantiasa bawa ketenangan.

Kafka masih pegang janjinya.

Sedikit lucu lihat waktu yang bawa banyak perubahan. Dewasa serap habis perangai naif Kalipso dan dewasa bentuk figur Kafka jadi seorang ayah terbaik – setidaknya untuk keluarga kecil mereka.

Kadang Kalipso masih suka tersipu setiap kali ingat ucapan suaminya soal membesarkan anak perempuan bersama. Di fly over malam itu, Kalipso cuma anggapnya sebagai angin lalu.

Walau kehadiran perempuan kecil diantara mereka cukup jadi bukti kalau Kafka bukanlah pribadi yang suka ingkar janji.

"Bukan gitu, Papa. You have to pronounce the 'li' as 'lie'. So, it's broccolie!"

Konsentrasinya menghitung lajur benang agar sempurna menjadi kardigan sedikit terpecah. Senyum terbit di sela jemari yang sibuk merajut karena dengar putrinya pertahankan argumen.

"Brokoli bohong?"

Kalipso refleks memukul lengan Kafka yang tengah menyetir sedangkan perempuan di kursi belakang mengerang frustasi. Selera humor pria itu terpantau kian memburuk seiring usianya yang bertambah.

"Where on the earth you got those really bad pronunciation? It absolutely the wrong way to spelling broccoli."

Berkali-kali dengar kalimat yang bilang Kinan itu refleksi sempurna dari orang tuanya. Wajahnya yang kecil dan tegas seringkali disalahpahami sebagai ekspresi kalau bocah itu tengah merajuk. Berbanding terbalik dengan tingkahnya yang sudah capai tingkat menyebalkan.

Sekarang Kalipso tau se-menyebalkan apa dirinya dulu.

"Dany bilang, that's how Australian pronounced it."

"Kamu bukan orang Australia, Kinan."

Gagal mendapat pembenaran dari sang ayah, Kinan beringsut mendekat ke kursi ibunya. Memiringkan kepala sampai hidungnya sentuh pipi Kalipso.

"Doesn't it sounds more expensive, Bun?"

Yang ditanya tersenyum sejenak, mengusap pipi putrinya penuh afeksi. "It's sounds silly, sayang."

Dua manusia lainnya beri reaksi yang kontradiksi. Bocah kecil itu kembali mengerang keras dan Kafka cuma tertawa, merasa jemawa karena dapat pembelaan dari istrinya.

"Aku ngambek," ujar Kinan penuh penekanan. Mendudukkan dirinya di kursi mobil kuat-kuat. "Jangan ajak aku ngomong."

"Gak ada yang mau ajak kamu ngomong," sahut Kafka.

Nihil respon buat pria itu melirik sekilas, temukan putri semata wayangnya tengah melihat keluar jendela dengan wajah merengut. Tidak perlu repot membujuk karena dapat dipastikan Kinan akan tarik kembali ucapannya kurang dari lima menit.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang