34;

24 3 0
                                    

Pergerakan seseorang tampaknya usik Kalipso yang tengah berbaring dengan posisi meringkuk di atas brankar. Mata si gadis mengerjap beberapa kali, mempertajam pandangan akibat air mata yang menggenang buatnya jadi buram.

"Eh?"

Celetukan Setya tarik kesadaran Kalipso sepenuhnya. Pemuda itu berdiri kikuk sembari ujung jemarinya memegang gorden penyekat antara brankar dengan ruang depan UKS.

"Sori," celetuknya lagi, seperti pencuri yang tertangkap basah. "Takutnya lo ga nyaman, jadi gue mau tutup ini. "

Paham dengan inisiatif baik Setya, Kalipso hanya bisa mengangguk kecil. Tangannya semakin dalam menekan perut bagian bawah yang terasa nyeri.

"Lo sakit?"

"Kalau sehat gak bakal ada disini dong," canda Kalipso sebabkan kekehan dari yang laki-laki. "Lo sendiri ngapain disini?"

Tanpa beri jawaban secara lisan, Setya tunjuk lututnya menggunakan dagu. Ada noda bekas tanah di lutut sebelah kiri si laki-laki jangkung. Entah apa yang terjadi, namun bisa Kalipso pastikan ada luka dibalik celana seragam itu.

"Lo tau gak kotak P3K biasanya disimpen dimana?"

"Di laci paling atas," tuntas Kalipso sambil tunjuk lemari paling kecil di antara jajaran meja-meja lainnya. "Kalau gak salah disitu."

Mengangguk. Setya melangkah pelan dengan tertatih dan di langkahnya yang ketiga, pemuda itu membalikkan tubuh. "Lo lebih suka gordennya dibuka atau ditutup?"

Tak ada yang lucu sebenarnya tapi pertanyaan polos Setya pantik tawa kecil dari yang perempuan. Mungkin kalimat Setya lebih terdengar seperti permintaan alih-alih pertanyaan, jadi si gadis spontan menggeleng.

"Gak usah ditutup, buka aja."

"Oke."

Kali ini benar-benar beranjak menuju jajaran meja di balik konter UKS, dengan cepat menemukan kotak P3K yang dimaksud. Dengan langkah yang sama tertatih, pemuda itu kini duduk di sofa tak jauh dari brankar Kalipso.

"Sakit apa?" Menangkap ekspresi bingung Kalipso, Setya meralat kalimatnya. "Lo sakit apa?"

"Sakit perut," jujur Kalipso. "Mbak Laras katanya mau ambil Asmef di gudang koperasi tapi sampe gue ketiduran dia gak balik-balik."

"Lah? Tadi gue liat Mbak Laras lagi ngobrol sama Pak Hamzah di depan TU."

Keduanya jadi terdiam.

Mengetahui fakta kalau dirinya dilupakan dan dibiarkan sendiri dengan keadaan perut yang luar biasa sakit buat air mata Kalipso luruh begitu saja. Mungkin efek menstruasi buatnya jadi terlalu sensitif.

Dan kini pergerakan Setya yang tengah membuka tutup botol NaCl terhenti. Bingung melihat Kalipso yang tiba-tiba menangis. "Perutnya makin sakit?"

"Gue sakit hati," aku si perempuan. "Gue dilupain."

Oke. Harusnya Setya tak bingung karena ini Kalipso. Gadis ini memang selalu membingungkan. Tapi kali ini ia tak tega juga lihat si perempuan meringkuk sambil menangis.

Beringsut dari duduknya, mendekati brankar Kalipso yang hanya berjarak beberapa jengkal dari sofa. Setya menjulurkan permen perisa anggur. "Gue punya permen."

Tawarannya tak langsung diterima. Kalipso kembali memandang Setya dengan bingung.

"Enak," lanjutnya. "Gue udah abis lima bungkus."

Detik selanjutnya, permen itu sudah berpindah tangan. Masih dengan suara serak, Kalipso mengucapkan terima kasih dan mengulum gula-gula itu.

Peringatan dari ibu kepada adik perempuannya tentang "jangan ambil permen dari orang asing" mungkin memang ditujukan untuk manusia semacam Kalipso.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang