18;

31 3 0
                                    

Hari yang ditunggu tiba.

Setelah penantian dan persiapan yang melelahkan, Kartika Santi's Welcome Party digelar hari ini.

Mungkin tinggal menunggu beberapa jam sebelum para anggota teater, paduan suara, OSIS, dan siswa penampil lainnya bisa bernapas lega karena acara berjalan lancar–setidaknya itu yang diharapkan.

Aula utama terdengar riuh, mulai dipenuhi siswa juga wali murid yang duduk sesuai urutan kelas dan jurusan.

Kalipso hari ini datang sendiri karena siswa kelas atas memang tidak diwajibkan datang bersama walinya, mengingat acara penyambutan ini dikhususkan untuk para murid baru.

Sebetulnya Mada sempat meminta ikut yang jelas saja langsung mendapat penolakan mentah-mentah dari Kalipso, beralasan kalau ia akan sibuk di belakang panggung.

Tak sepenuhnya bohong karena gadis itu ikut mempersiapkan kostum dan aksesoris para pemain drama bersama Abel, pun membantu hal apapun yang bisa ia bantu.

Pewara mulai membuka acara tepat setelah Kalipso selesai memasangkan mahkota yang terbuat dari lilitan akar juga dedaunan imitasi pada pemeran Titania–si ratu peri.

Kondisi belakang panggung kini cukup kondusif, tak ada keributan yang tidak perlu. Para penampil tengah sibuk berias, suara obrolan ringan antar siswa, juga suara tawa yang dikendalikan agar tak terlalu berisik.

Tampaknya setelah ini Kalipso harus berterimakasih pada Gigi yang berhasil mengkoordinir acara dengan baik sejauh ini.

Gadis itu mengintip dari balik tirai besar yang memisahkan antara panggung dengan backstage. Memperhatikan dua pewara yang tengah berbincang disana, berusaha menghidupkan suasana.

Laki-laki dan perempuan yang menjadi pembawa acara hari ini tampak asing buat Kalipso. Namun dari yang ia dengar dari Abel, mereka adalah alumni Kartika Santi angkatan dua tahun lalu.

Suara tawa si gadis menguar pelan bersamaan dengan tawa para penonton tiap kali pewara yang laki-laki melempar guyonan. Berdiri di sudut sambil menahan tawa buat Kalipso terlihat seperti penguntit. Mengabaikan sekitarnya dan malah fokus memperhatikan para pembawa acara dari posisinya kini.

Hingga Kalipso bergidik geli ketika telinganya terasa ditiup oleh seseorang. Dengan segera membalikkan tubuh, berniat mengomeli si pelaku tapi omelannya kembali ditelan.

Setelah menemukan kalau pelakunya adalah Elio yang berdiri di depannya dengan senyuman usil.

Lebam dan bekas luka yang kemarin masih terlihat jelas telah tertutup sempurna oleh sentuhan make up. Rambut yang biasanya jatuh di atas mata kini ditata rapi hingga perlihatkan keningnya. Terlihat menawan dengan setelan jas juga biola di tangan.

Wajah Kalipso mendadak terasa panas. Hal yang terjadi antara dirinya dengan Elio malam itu masih bawa dampak luar biasa. Lihat sosok si pemuda dari jauh saja sanggup buatnya salah tingkah tak karuan dan kini laki-laki brengsek itu malah berdiri di depannya.

Matanya yang semula beradu dengan Elio langsung dialihkan, melihat ke arah mana saja asal tak bertemu dengan netra si pemuda.

"Lagi ngapain?"

Akibat kewarasan yang menipis, pertanyaan Elio tak tertangkap benak Kalipso. Si gadis malah mengangkat alis sambil sedikit memajukan wajahnya, terlihat bingung. Undang tawa geli dari si lawan bicara.

"Lo kenapa kayak bingung gitu?"

"Oh? Enggak kok," sahut Kalipso. "Lo tampil kapan?"

"Abis sambutan dari kepsek."

Jawaban Elio buat Kalipso hanya mengangguk kecil. Rasa gugupnya belum hilang tapi pemuda itu malah memperhatikan lekat dari kepala sampai ujung kaki, sukses buat yang diperhatikan jadi mati kutu. Beberapa kali berdeham canggung untuk mengusir dentuman keras di jantungnya yang seperti hendak meledak itu.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang