21;

33 1 0
                                    

"Hai."

Sapaan itu buat Kafka mau tak mau menolehkan kepala. Dahinya mengernyit karena temukan Saras yang berdiri dekat mejanya.

Pemuda itu pikir memilih meja di sudut kafetaria cukup beritahu orang-orang kalau ia sedang tak ingin diganggu. Kehadiran Saras benar-benar buat dirinya dongkol. Ia mengedarkan pandangan.

Kafetaria sekolah masih sangat lenggang. Masih banyak meja kosong yang bisa ditempati dan ia tak paham kenapa Saras malah memilih duduk di mejanya. Meletakkan nampan berisi menu makan siangnya dengan tenang, seperti tak punya rasa bersalah.

Kafka kembali menyuapkan makan siangnya. Mengabaikan Saras di depannya yang memperhatikannya lekat–menunggu Kafka balik menyapa.

Sampai akhirnya gadis itu menyerah karena Kafka tak kunjung menyapanya balik, ia menghela napas. Mulai memakan saladnya.

"How are you doing?"

"Fine," sahut Kafka asal.

"What about Jen?"

"She's doing well."

Selain intonasi datar, dalam hati Kafka juga merengut. Basa-basi Saras agaknya terlalu kelewatan. Setelah si gadis saling menatap sinis dengan Jen di supermarket hari itu, kini malah menanyakan kabar kembarannya seakan mereka punya hubungan paling rukun sedunia.

Menyadari Kafka yang tak acuh padanya, Saras tertawa miring. Bertumpu dagu, menyantap makan siangnya sembari perhatikan setiap pergerakan mantan kekasihnya itu.

"Lo sabtu depan kosong, gak?"

Tak mengeluarkan suara sama sekali. Yang ditanya hanya mengangguk dengan atensi yang tertuju penuh pada makan siangnya.

"Wanna accompany me?"

Hening sebentar diantara mereka. "Kemana?"

"Greta's birthday party," sahut Saras segera. "All my friend wanna bringing their partner. Gue doang yang gak ada temen."

Kedua alis Kafka menyatu. Pandangannya dialihkan, menatap gadis di depannya tajam namun yang ditatap sama sekali tak merasa terusik–sudah terbiasa lihat ekspresi Kafka yang ini.

"Cowok lo kemana?"

Sorot mata Saras tampak sedikit menyendu walau wajahnya masih digelayuti senyum. Ia menyampirkan anak rambutnya yang jatuh di samping wajah.

"Masih sibuk," jawabnya. "Lagian gue gak yakin Gabriel mau dateng kalau diajak ke acara kayak gitu."

"Why me?"

"Hm?" Saras menaikkan alisnya.

"Kenapa ngajak gue?" tanya si pemuda sambil menyuapkan potongan sosis dan telur terakhirnya. "You have a bunch of friends, you should ask them."

Si gadis menggeleng dengan kepala yang tertunduk. Memainkan sendok di mangkuk saladnya. "Gue maunya dateng sama lo."

"I'm your ex," tandas Kafka cepat.

Kafka tahu betul Saras paham atas intensi dirinya mengucapkan kalimat tadi. Tapi gadis itu malah memasang wajah bingung. "So?"

"Do you want me to disgrace myself, don't you?" dengus Kafka. "In front of all your stupid friends."

Benar.

Sejak Saras mendudukkan diri di kursi, Kafka sadar ada sesuatu yang gadis ini inginkan darinya. Jelas saja bukan tanpa alasan Saras tiba-tiba muncul di hadapannya setelah sekian lama lalu menyapa dengan akrabnya–serasa tak pernah ada yang terjadi diantara mereka.

Try Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang