Bab 8

1K 80 9
                                    

Dimas yang baru saja pulang kaget mendapati Melodi berada di rumahnya. Ketika ia akan menanyakan urusan kedatangan Melodi, Kepala Pelayan datang memberikan sebuah map.

Kepala Pelayan itu berkata bahwa Allie baru saja datang kesini. Mendengar hal tersebut, Dimas langsung memarahi pelayan itu kenapa membiarkan Allie masuk. Ia kemudian meminta agar Satpam yang mengizinkan Allie masuk untuk di pecat.

"Maaf tuan, nona Allie bilang berkasnya harus tuan sendiri yang menerima. Itu atas perintah tuan besar,"

Mendengar itu, Dimas membanting map tersebut kasar.

"Aku nggak mau tau. Kalau sampai besok aku tau lintah itu tetep masuk kesini, kamu dan yang lainnya yang harus tanggung jawab,"

"Baik tuan. Mohon maafkan saya, saya akan mengingatnya." ucapnya sembari memberikan map tersebut.

"Sana pergi!" usir Dimas kasar.

Melodi menatap Dimas yang sikapnya terlihat sangat berbeda dibanding biasanya. Mood Dimas juga terlihat sangat jelek.

Sejujurnya Dimas tidak pernah membicarakan masalah keluarganya. Yang ia tau, Dimas sangat membenci keluarga tirinya itu. Melodi saja, bertemu mereka setelah pesta pernikahan di adakan. Hal tersebut dikarenakan, mereka tidak di undang oleh Celia atau Dimas.

"Ada urusan apa Mel kesini? Kalau nggak penting lebih baik kamu pergi dari sini." kata Dimas ketus.

Laki-laki itu membuka map tersebut. Melodi tidak tau apa isinya, tapi melihat mood Dimas yang makin buruk, sepertinya itu bukan map yang isinya disukai oleh Dimas.

"Kalau aku boleh tau, map itu isinya apa Dim?" tanya Melodi lembut.

Namun bukan jawaban yang didapat oleh Melodi, melainkan tatapan sinis.

"Urusin aja urusan kita masing-masing oke, nggak usah saling ikut campur!" balasnya judes.

Melodi sakit hati mendengarnya.

"Kamu ngapain kesini? Kalau kamu kesini cuma buat nginep atau makan malem bareng, aku lagi nggak mood. Lebih baik kamu pulang,"

Melodi semakin sakit hati mendengarnya. Namun, ia berusaha menguatkan dirinya.

"Aku cuma mau nanya, papa sama kakakku abis dari sini?" tanya Melodi akhirnya.

"Udah, cuma itu yang mau kamu tanyain?" tanya Dimas yang kemudian berdiri.

Melodi menganguk.

"Iya. Mereka kesini buat minta uang."

"Berapa? A- aku bakal ganti uangnya, kamu kirim aja nomor rekening kamu," kata Melodi yang menahan malu.

"Nggak usah,"

"Gapapa Dim, aku bisa ganti kok,"

"Kamu ngerti bahasa manusia nggak sih Mel?" tanya Dimas kesal. "Nggak usah ribet napa jadi manusia." omelnya lagi.

"Tapi Dim,"

"Sumpah ya perempuan ini, Dua puluh juta. Papa kamu minta sepuluh juta, kakak kamu juga minta segitu. Katanya buat bayar hutang. Udah puas? Kalau udah pergi dari sini," bentak Dimas.

Melodi menahan air matanya sebisa mungkin agar tidak jatuh, meski akhirnya tetap jatuh juga. Ia kemudian bangun dan memilih untuk pergi.

Dimas tersadar dengan apa yang ia lakukan tadi. Saking capek dan kesalnya dengan papanya ia malah melampiaskan amarahnya pada istrinya. Dimas mendecak. Ia mengejar istrinya keluar untuk menjelaskannya, tapi Melodi sudah terlanjur pergi. Dimas hanya bisa melempar map itu kasar dan menginjaknya berulang kali sebelum mengambilnya lagi.

Woman Wishing She was DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang