Melodi yang sudah habis kesabaran akhirnya menampar Dimas dengan kuat.
Suara tamparan itu membuat semua orang terkejut. Bryan dan Venezio diam-diam menyingkir dari sana karena tak ingin ikut campur.
Sepertinya, Melodi akan meledak sebentar lagi jika Dimas membuat satu kata yang salah.
"Kamu gila?" tanya Dimas marah.
Plak
Satu tamparan lagi di pipi kanan Dimas.
Dimas terkejut. Ia bangun dan menatap Melodi jengkel.
Beraninya, wanita didepannya menamparnya.
"Kamu mau mati?"
Plak
Satu tamparan lagi di pipi kanan Dimas.
Dimas menatap Melodi heran. Apa sebenarnya yang dipikirkan perempuan didepannya ini.
"Mau kamu apa sih?" tanya Dimas akhirnya.
"Kalau kamu nggak pake otak waktu bicara sama aku lagi, aku bisa tampar kamu sampai sadar," balas Melodi.
Dimas akhirnya duduk kembali dan menghisap cerutunya.
"Aku lebih suka dicium daripada ditampar."
Satu kalimat itu membuat amarah Melodi semakin membuncah. Ia ingin bicara serius dengan Dimas, bukan bermain perdebatan anak-anak dengan laki-laki didepannya.
"Ayah, jangan jadi belandalan dan buat bunda malah. Nanti bunda bisa cepat tua kayak Noah," tegur Gabriel akhirnya.
Anak itu mendekati orangtuanya yang sedari tadi berdebat. Ia menatap pipi Dimas yang bewarna kemerahan akibat tamparan keras dari Melodi. Gabriel juga menatap tangan bundanya yang memerah.
"Bunda juga nggak pellu ulusin ayah. Nanti bunda cepat tua kayak Noah. Bunda abaikan saja ayah," ajak Gabriel seraya menggenggam jemari Melodi.
"Ayo kita pulang aja, Gabil nggak jadi main." ajaknya dengan suara lembut.
Melodi menganguk. Lebih baik ia pulang daripada naik darah disini karena Dimas.
"Kalau kamu pulang, aku marah." ucap Dimas tiba-tiba.
Melodi berbalik dan menatap Dimas jijik. "Terserah,"
Satu kalimat itu, membuat Dimas jengkel. Ia menarik tangan Melodi dan membuat perempuan itu jatuh ke pelukannya.
Sementara Gabriel yang ikut tertarik hampir jatuh. Untungnya ia bisa mempertahankan keseimbangannya.
"Apa-apa-"
"Kamu pikir aku nggak bisa marah? Dari kemarin siapa yang cuekin aku? Tiap aku ke apartemen, siapa yang abai? Siapa yang nggak peduli? Aku atau kamu?" ucap Dimas merajuk alih-alih marah.
Cara merajuknya sangat mirip dengan Gabriel hingga membuat Melodi termenung sesaat.
"Egois. Seenaknya sendiri!" omel Dimas lagi.
"Kamu tau maksud aku nggak gitu Dim," ucap Melodi akhirnya. Ia merasa bersalah jika Dimas mengungkit masalah itu.
Dimas memeluk pinggang Melodi erat. Dan menaruh kepalanya di leher Melodi.
"Terus apa? Bujukin aku kek apa gimana, kamu emang nggak peduli sama aku," rengeknya.
Melodi menghela nafas.
"Jangan marah," rayu Dimas seraya menciumi leher Melodi.
Melodi merasa geli. Ia menghindar dan menatap Dimas yang ia tampar tadi. Ia menyentuh pipi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman Wishing She was Dead
Teen FictionPernah melihat pohon yang dipangkas kemudian kering secara perlahan? Jika pernah, itu adalah gambaran dari sosok Melodi. Pohon yang sering di pangkas hingga kering dan menunggu waktu untuk mati. Melodi ibarat pohon yang rusak akibat tangan jahil ma...