Dimas pov...
Karena kebetulan Gabriel yang ada di rumahku, aku menyuruh para pelayan untuk menidurkan Gabriel dan Andrea bersama. Karena Gabriel sudah tertidur, aku mengambil beberapa sampel untuk melakukan tes DNA.
Setelah menyuruh Dokter itu pergi, aku duduk didekat Gabriel dan menatap wajah anak yang tertidur tenang itu. Gabriel memang memiliki wajah yang rupawan. Sayangnya, tak ada kemiripan dariku di wajah itu. Bahkan ketika aku menatapnya, aku tak menemukan kemiripan Melodi di wajahnya. Aku penasaran dibuatnya. Anak itu mirip siapa sebenarnya. Belum lagi sifat kurang ajarnya. Aku mulai ragu mempercayai jika anak itu adalah milikku.
Bukan berarti aku tidak mempercayai Melodi, bukan. Aku percaya karena aku sendiri ingat dengan jelas sering mengeluarkannya didalam dengan sengaja memang. Namun anak itu, sangat menyebalkan hingga membuatku gemas sendiri.
Tak lama, Albert datang memberikanku laporan kehidupan Melodi selama lima tahun kepergianku.
Aku membaca laporan tersebut. Yah, aku cukup terkejut ketika mengetahui Melodi pernah hendak mengugurkan janinnya sendiri karena frustasi aku tinggal.
Aku tidak tau jika dia begitu mencintaiku,
Tapi tunggu, apa benar dia mencintaiku? Jika dia mencintaiku tidak mungkin dia akan mengugurkan buah cinta kami.
Aku rasa ucapannya dulu benar jika dia tidak ingin memiliki anak. Kalau bukan gara-gara Rizki sialan itu, aku pasti tidak akan berfikir untuk punya anak. Kurasa hidup berdua bersama hingga mati tidak buruk.
Tapi setelah aku pikir-pikir akan lebih baik jika yang lahir perempuan. Kurasa tidak akan buruk punya Melodi versi kecil dibanding berandal menyebalkan itu.
Sekali lagi, aku melirik malas Gabriel.
Aku membalik laporan itu lagi, Gabriel lahir di usia kandungan kurang dari 8 bulan. Anak itu harus menginap di nicu untuk beberapa waktu. Setelah keluar Melodi merawatnya sendiri sebelum menyerahkannya ke nany. Sayangnya nany itu resign dan mendapat pengasuh baru yang suka menyiksa Gabriel.
Gara-gara itu, Gabriel tumbuh lebih lambat dari anak seusianya dan tidak banyak bergaul. Dia bahkan tidak bicara apapun dan tidak mengeluarkan ekspresi.
Aku menatap Gabriel kini. Kasihan.
Anak yang kasihan.
"Albert, bereskan orang bernama Nona," ucapku.
Albert menganguk.
Aku lanjut membaca laporan itu sampai teringat tentang Aiden.
"Ah, soal Aiden. Bereskan juga dia,"
"Soal itu tuan, mohon maaf. Sudah ada yang melakukannya. Ada orang yang menyiksa tuan Aiden di penjara."
"Melodi?"
"Bukan, namun salah satu dari ehm... gebetan nyonya Melodi."
"Gebetan?"
"Anda bisa membacanya."
Aku membaca laporan itu dan
Brak..
Aku menghela nafas kasar. Melodi sialan itu beraninya berselingkuh di belakangku.
Beraninya wanita itu pergi kencan dan meninggalkan Gabriel sendirian. Dasar orang tidak tahu malu. Bukannya merawat anak malah enak-enakan pacaran.
"Saya rasa tuan muda harusnya tidak marah, bagaimanapun kalian sudah bercerai,"
"Memang kenapa? Kalau dia pikir dia bisa hidup bebas setelah bercerai dariku, dia salah. Lihat saja jika dia berani macam-macam, aku ambil Gabriel biar tau rasa." ucapku jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman Wishing She was Dead
Teen FictionPernah melihat pohon yang dipangkas kemudian kering secara perlahan? Jika pernah, itu adalah gambaran dari sosok Melodi. Pohon yang sering di pangkas hingga kering dan menunggu waktu untuk mati. Melodi ibarat pohon yang rusak akibat tangan jahil ma...