Celia langsung memeluk putranya erat ketika melihat putranya datang menemuinya. Namun, sebaliknya. Dimas tidak membalas pelukan ibunya.
Ia menatap ibunya kecewa.
"Kenapa sayang?" tanya Celia penasaran.
"Aku yang harusnya tanya, kenapa bunda biarin papa sama Atina sialan itu lakuin sesukanya? Kenapa bunda biarin papa ngurus perceraian aku sama Melodi? Siapa yang suruh?? Aku nggak mau cerai sama Melodi!" kata Dimas dengan nada suara yang lembut tak seperti ia berbicara dengan papa dan kedua parasit yang menumpang hidup di papanya.
"Kamu sendiri yang buat perjanjian nikah kontrak sama Melodi. Kamu tau betapa kecewanya bunda sama kamu karena berani buat pernikahan sebagai permainan kayak gitu,"
"Aku nggak pernah main-main sama Melodi." kata Dimas kesal.
Meski ia menikah kontrak. Tapi Dimas menganggap pernikahan mereka serius.
"Kalau kamu nggak main-main, kenapa harus nikah kontrak? Kamu tau betapa malunya bunda waktu itu, karena harus tau kelakuan kamu dari papa kamu?"
"Bunda nemuin Melodi?"
"Buat apa Bunda nemuin wanita matre itu?"
"Melodi nggak matre Bunda. Sekalipun, dia nggak pernah pake uangku. Asal bunda tau aja, Melodi lagi hamil anak aku waktu itu!" teriak Dimas tak terima.
"Apa?" tanya Celia terkejut.
"Melodi hamil anak aku. Aku emang mau cerai sama Melodi waktu itu. Dan waktu itu juga masih belum pasti Melodi hamil apa enggak, testpeck yang dia pake buat tes, nunjukin hasil positif sama negatif. Jadi, dia harus ke Dokter buat mastiin hasilnya. Dan aku ... Aku harus pergi tugas. Aku janji ke dia bakal pulang sebelum anak itu lahir, tapi ternyata aku baru bisa pulang sekarang disaat anak itu udah gede. Udah bisa jalan dan udah bisa panggil aku ayah. Bunda maupun papa nggak ada yang ngelihat keadaan anak itu,"
"Ta- tapi Melodi nggak bilang apapun ke Bunda."
"Gimana mau bilang kalau Bunda nggak mau ditemuin dia??"
"Dimas kamu jangan marah sama Bunda gitu," kata Celia tak terima.
Mata wanita itu berkaca-kaca seakan menahan tangisnya agar tidak pecah.
Dimas muak melihat itu.
"Bunda tau alasan kenapa aku baru nikah sama Melodi kemarin? Bunda tau alasannya kenapa?"
Celia hanya bisa diam mendapati kemarahan putranya. Ini pertama kalinya Dimas terlihat sangat emosional di depannya.
"Aku nggak percaya sama pernikahan. Aku trauma sama pernikahan karena lihat bunda sama papa. Aku takut, aku nggak bisa jadi suami yang baik atau ayah yang baik nantinya, karena apa?? Karena kalian berdua nggak bisa ngajarin atau ngasih contoh yang baik ke aku. Bunda sibuk sama urusan bunda sendiri dan nggak inget aku,"
"Itu nggak bener Dim, Bunda selalu inget kamu." bantah Celia.
"Inget apa Bun? Kapan Bunda inget aku? Inget Daniella? Bunda inget ulang tahunku? Kapan aku ulangtahun?"
Celia diam.
"Bunda cuma inget aku, nyamperin aku kalau ada masalah. Selain itu?"
Dimas menggeleng. "Bunda bahkan nggak inget aku. Aku bahkan masih inget kalau tiap malam bunda datengin aku cuma buat ngeluh papa. Bunda datengin aku cuma buat nangis. Sama kayak papa yang datengin aku cuma buat cerita tentang Bunda yang sensitif, labil, punya emosi yang nggak stabil."
Nafas Dimas naik turun menahan emosinya.
"Bahkan waktu kalian cerai pun, kalian ada mikirin perasaan aku atau Daniella? Enggak. Bunda sibuk sama urusan bunda sendiri! Bunda sibuk sama kesedihan bunda tanpa tau anak bunda ini masih kecil dan butuh ibunya. Butuh orang tuanya."
Celia menangis mendengar perkataan putra semata wayangnya.
"Coba bunda inget-inget. Pernah nggak bunda nyamperin aku cuma buat nanya keadaanku karena khawatir? Enggak pernah! Bunda nyamperin aku karena butuh orang dengerin masalah bunda!"
Dimas menatap ibunya terluka.
"Dan untuk Daniella, apa bunda tau anak bunda itu belajar sampai mimisan cuma buat aku, bunda, sama papa bangga. Bunda tau itu? No. Bunda sama sekali nggak tau itu! Bahkan permintaan terakhir Daniella cuma buat makan bersama dan foto keluarga aja ada dari kalian yang mau usahain datang? Enggak ada Bun."
Air mata Celia mengalir semakin deras. Ia menutup mulutnya menahan isaknya.
"Daniella emang jadi kesayangan papa dan Bunda karena anak itu pintar dan penurut. Tapi apa bunda tau apa yang Elisa dan Allie perbuat buat jatuhin Dannie?? Bunda nggak tau itu. Bunda nggak tau apapun karena nggak mau tau. Asal keinginan bunda terpenuhi bunda nggak peduli siapa yang berkorban!" ucap Dimas yang akhirnya bisa mengeluarkan semua uneg-unegnya.
"Apa bunda tau kalau Dannie nggak punya teman? Apa Bunda tau kalau setiap harinya Dannie selalu kesepian? Dia tertekan karena bunda sama papa! Tapi anak itu cuma diam aja dan nggak bicara apapun karena takut buat kalian kecewa!! Bahkan saat aku suruh dia buat berhenti buat kalian senang aja, anak itu nggak mau dan bilang takut buat bunda sama papa sedih! Anak bunda itu berkorban cuma buat bunda bahagia. Tapi apa bunda pernah peduli sama dia? Nggak pernah! Yang bunda pedulikan lagi-lagi cuma .... cuma kebahagiaan bunda sendiri tanpa tau apa yang aku sama Dannie butuhkan!"
Celia hanya bisa diam dengan air mata yang mengalir deras.
"Kalau bunda tetap begini terus, nggak cuma Dannie aja. Aku- aku juga bakal pergi ninggalin bunda kayak Danniella."
Setelah mengucapkan kata itu Dimas langsung pergi begitu saja meninggalkan Celia yang jatuh terduduk menangis.
Celia segera bangun dan mengejar putranya. Namun Dimas menolak untuk disentuh oleh bundanya. Ia pergi begitu saja setelah mengeluarkan ancaman itu.
"Dimas jangan pergi. Jangan tinggalin bunda. Bunda minta maaf nak. Bunda minta maaf, jangan pergi."
Dimas mengabaikannya meski tidak tega.
Ia memutuskan untuk pulang dan menemui Melodi dan Gabriel yang ada di rumah.
Melihat Melodi, Dimas langsung memeluknya. Hari ini rasanya ia tak ingin pulang dan hanya ingin memeluk Melodi dengan erat.
Melodi heran, tapi kemudian ia membalas pelukan tersebut karena paham jika Dimas saat ini memiliki masalah dengan keluarganya.
"Ada apa Dim? Semuanya baik-baik aja?" tanya Melodi lembut.
Dimas menganguk.
"Kamu nggak mau cerita sama aku?"
Dimas melepaskan pelukannya. "Bukannya aku nggak mau cerita, aku cuma marah aja sama Bunda, sama papa, dan dua setan yang ikut campur itu. Aku bener-bener minta maaf Mel. Aku nggak tau kalau hal ini bakal terjadi."
"Gapapa Dim, semuanya udah lewat kok. Lagian dari awal emang salahku. Kamu nggak mau nikah, tapi aku paksa kamu. Kamu nggak mau punya anak tapi aku malah hamil. Dari awal kamu udah peringatin aku, tapi akunya yang bebal,"
"Enggak Mel, aku yang salah. Emang benar kamu yang maksa, tapi aku juga tetap setuju buat nikah sama kamu. Kalau soal kamu yang hamil, itu juga salahku yang nggak pake pengaman waktu kita main. Kita anggap aja ini udah rezekinya kita punya anak."
"Makasih, aku seneng denger ucapan kamu,"
"Pasti semuanya berat buat kamu lakuin sendiri, aku beneran minta maaf sayang,"
"Yang penting sekarang aku sama Gabtiel baik-baik saja, kita bahagia,"
"Aku nggak ada waktu Gabriel lahir, padahal aku sudah janji sama kamu," ucap Dimas penuh penyesalan.
"Gapapa Dimas, yang penting sekarang kamu ada buat Gabriel,"
"Pasti,"
Melodi tersenyum mendengar jawaban Dimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman Wishing She was Dead
Teen FictionPernah melihat pohon yang dipangkas kemudian kering secara perlahan? Jika pernah, itu adalah gambaran dari sosok Melodi. Pohon yang sering di pangkas hingga kering dan menunggu waktu untuk mati. Melodi ibarat pohon yang rusak akibat tangan jahil ma...