Latihan Sebelum Fanmeeting

381 30 2
                                    

Pernahkah kalian merasa atau mendengarkan pernyataan mengenai, apabila sebulan terasa cepat maka sebulan lagi terasa lambat?

Contoh saja pada bulan Januari waktu terasa cepat, ntah dengan perasaan dan suasana berbeda, lebih baik sedikit maupun salah satunya.

Sedangkan pada bulan Februari waktu terasa bak kura-kura apabila berlari. Yang terasa lambat dan membosankan.

Pernahkah kalian mendengar pernyataan tersebut? Atau justru mengalami? Bahkan tak hanya berlaku dalam hitungan bulan, karena nyatanya bisa dalam versi minggu, hari, jam, dan bahkan menit.

Hari ini adalah latihan terakhir sebelum besok ketiga bujang Father Mother ke Jakarta, tepatnya untuk fanmeeting sekaligus memenuhi undangan salah satu artis ibukota.

Waktu hanya tersisa hari ini dan besok saja, tetapi baik Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo sama-sama masih belum mengetahui siapa yang mengundang mereka.

Ntah sebatas insting karena kerinduan anak rantau, atau bisa menjadi sebuah peluang besar kenyataan. Karena mereka terbesit menerka apabila orang tua mereka yang mengundang.

Tetapi apabila dinalar kembali membuat mereka sama-sama sedikit tak yakin. Untuk apa mengundang ketiga anak mereka sendiri? Bukankah bisa panggilan video?

Atau bukankah mereka diam-diam pulang kampung, maupun father, mother, sang adik, keluarga yang lain kemari menghampiri mereka?

Ah, opsi barusan sangatlah berpeluang besar untuk penyamaran mereka. Yang aman hanyalah dengan cara panggilan video, walau dalam tanda kurung beresiko bila member lain mengintip.

"Aa."

"A."

"Hyung!"

"Yak! Hyung!"

Doyoung dan Jaehyun terperanjat terkejut, seketika mengedarkan pandangan. Tak ada apa-apa, tetapi mengapa si tengah berteriak bak sang Mother kala melihat diskon besar-besaran.

"Wae? (Kenapa?)" Jaehyun bertanya mewakili Doyoung, yang kesabaran setipis seujung tisu terkena air. Yaps, kecil dan tipis sekali bukan?

"Jaehyun Hyung, bisakah kau mengeluarkan hasil dari lamunanmu tiap saat selama ini?"

Doyoung yang semula asyik menjahili asisten pribadi sang father sebelum Jungwoo berteriak. Lalu memutar bola mata kesal sebelum Jaehyun menjawab, kini tangannya telah setengah centi lagi mengenai kepala Jungwoo.

Jungwoo membelalakkan mata terkejut, Jaehyun dan kebiasaannya yaitu ngebug.

"Hyung." Rengek Jungwoo dengan aegyo.

"Apa?"

"Ipi?" ulang Jungwoo dengan mengganti huruf vokal, sebagai nada mengejek.

Doyoung memutar bola mata kesal, "Langsung bicara Jung, jangan berlama-lama selagi pelatih belum tiba."

"Ish! Aku sudah mengatakan. Masa Doyoung Hyung dan Jaehyun Hyung tak peka keinginan adeknya," protes Jungwoo.

Doyoung dan Jaehyun saling tatap melemparkan kode. Apabila Doyoung jawabannya adalah tak memiliki jawaban atas keinginan Jungwoo.

Sedangkan Jaehyun... Hm, mari kita lihat.

"Memang apa yang kau inginkan Jungwoo-ah?" tanya Jaehyun.

"Tak ada!" jawab Jungwoo dengan ketus.

Jaehyun mengusap tengkuk leher yang tak gatal, apakah barusan dirinya salah menjawab? Lantas bagaimana jawaban yang benar, bila memang dirinya tak memahami kode Jungwoo.

Doyoung menggeser posisi Jaehyun, agar dirinyalah yang menghadap Jungwoo mode menggambek.

"Adek Aa Dimas ingin apa, hm?"

Jungwoo melirik kecil Doyoung, "Juan ingin segera fanmeeting di Jakarta, Aa."

Doyoung membuka mulut tak menyangka, lalu menghela nafas memupuk kesabaran. Ah, dia kira bukan fanmeeting yang Jungwoo inginkan.

Apabila fanmeeting untuk segera maka dia pun juga tak sabar. Barangkali dengan fanmeeting rasa penasaran mereka bertiga, memiliki peluang besar terjawab. Sehingga tak lagi sebatas tebakan random, dengan terka-terkaan penyebab otak penuh.

"Peek a boo! Ayo-ayo latihan."

"Yah Hyung." Jungwoo memberikan tatapan penuh rayu, bak anak anjing imut yang minta diadopsi.

"Tidak-tidak. Siapa ya yang tadi bilang tak sabar? Lalu yang lain juga ikut memasang ekspresi tak sabar. Ayo latihan yang semangat, bukankah besok kalian melakukan penerbangan?"

Kalimat tersebut memang dimaksudkan menyemangati ketiganya. Tetapi ntah mengapa justru membuat mereka tegang dan menaruh rasa curiga.

Apakah sang pelatih selama ini mendengar percakapan lain mereka bertiga? Apakah yang lain juga mendengar? Bagiamana ini, apa yang harus mereka lakukan dan tanggapi?

Otak yang kosong dan diusahakan fokus sangatlah membuat tenaga lebih terkuras. Doyoung dan kedua buntutnya terperanjat kala tengah menghafalkan gerakan.

Rahang ketiganya mengetat, tatapan mata panik, dalam hati berkomat-kamit 'Jangan father, mother, keluarga besar, ataupun asisten.'

Pemilik handphone meraba-raba saku celananya, mengambil handphone yang masih berdering.

"Kalian latihan sendiri sebentar tak apa-apa? Hyung permisi hendak menerima panggilan sebentar."

Ketiganya masih bergeming bak patung, bahkan lupa membalas dengan anggukan kepala ataupun senyuman sekecil semut.

Ketiganya duduk lemas dengan rasa panik takut dengan rahasia terbongkar. Jaehyun melebarkan tangan untuk menopak, Doyoung bersandar pada dinding, sedangkan Jungwoo tiduran.

"Hampir saja jantungku loncat hanya karena handphone," celetuk Jungwoo dikesunyian.

"Kau pikir hanya kau saja, Jung. Hyung juga!" balas Doyoung kesal dan sedikit lega, setidaknya yang menelfon bukanlah keluarga asli mereka.

"Sepertinya mulai sekarang kita harus semakin berhati-hati, Hyung. Jung, kau juga," kata Jaehyun.

Jungwoo menganggukkan kepala mengerti, disusul dengan Doyoung. Jaehyun bila sering-sering memberikan saran bukan ngebug, sepertinya Doyoung akan mengatakan apabila Jaehyun benar-benar telah dewasa bukan adik kecilnya.

Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo secepat kilat berdiri kala ujung netra mereka melihat kenop pintu ditekan.

Doyoung langsung merubah ekspresi menjadi kesal dan waspada, kala ternyata pelaku penekan kenop pintu bukan pelatih. Melainkan Taeyong, Haechan, dan si tiang Chicago alias Johnny Seo.

"Hyung!" sapa Haechan langsung mendekap Doyoung.

"John, Tae bukankah kalian bilang ada rapat suatu produk?"

Ingin menebak yang bertanya siapa? Jungwoo? Hm salah.

"Ya, Jaehyun-ie kita meminta sedikit uluran waktu demi memberikan semangat kalian," jelas Taeyong.

"Kata Yutaaaaaaa Hyung besok kalian semua akan mengantar?"

"Ya tentu saja!" sahut Taeyong, Johnny, dan Haechan bersamaan.

Bak anak-anak jahil yang ulahnya ketahuan sang ibu. Taeyong, Haechan, dan Johnny bergegas berpamitan kala telah menebak bahwa itu pasti suara kaki si pelatih. Lebih baik sekilas kunjungan, daripada berlama-lama dan ditegur karena akan menganggu fokus Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo.

Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang