Percakapan Jungwoo X Jaehyun

254 20 0
                                    

Halo Kakak-kakak. Izin update ya keburu sinyal ngilang. Apa kabar Kakak-kakak? Update kembali setiap hari Rabu, ya. Maaf dan makasih.

Padatnya hari terbayar dengan empuknya kasur kamar dorm. Keempukan kasur membuat terlena, menghanyutkan realita bahwa keringat masih menempel membuat tubuh terasa lengket. Rasanya keras dan dingin ubin ruang latihan, dibayar tuntas dengan hangatnya sprei dan dinginnya pendingin kamar terasa membelai dan memijat.

Jaehyun mengusap-usap rambutnya agar kering, sehingga tak begitu menetes untuk berbaring. Setidaknya agar tak begitu pemborosan listrik menggunakan pengering rambut, yang menurutnya tengah tak terlalu penting dan tergesa-gesa.

Menatap risi Jungwoo yang justru tengkurap, dengan menutup kepala menggunakan bantal. Jaehyun duduk di pinggir kasur sang adik. Bermaksud kembali merayu lusa lalu, dimana si tengah masih bertahan mengabaikan dirinya.

Ayolah. Bukankah rasanya tak mengenakan diam-diaman padahal satu ruangan kamar? Ini bukanlah berada di pemakaman untuk uji nyali, Jaehyun saat itu juga bimbang antara memilih Doyoung atau Jungwoo. Dia juga tak menyangka bila Jungwoo akan selama ini mendiamkan dirinya. Percakapan ketiganya berlangsung hanya sebatas kerja, dan bila kepepet.

Tetesan rambut Jaehyun menetes mengenai sedikit kaos Jungwoo. Jungwoo sebenarnya merasa, hanya saja dia masih bertahan memilih mengabaikan sang kakak.

"Juan, apakah kau tak lelah saling diam seperti ini?"

Jungwoo menggelengkan kepala tanpa merubah posisinya. Jaehyun tersenyum paksa hingga lesung pipinya tampak. Cara pertama gagal, haruskah dia kembali memberikan ruang Jungwoo?

"Juan maafkan Abang. Abang akui Abang menyakitimu dengan tak memberi waktu menghindar dari Aa Dimas."

Jungwoo memiringkan bibir secara bergantian, merubah posisi jadi berbaring menatap langit-langit kamar, dengan tatapan datar. "Bang."

"Ya? Lo mau bilang apa? Mau cerita? Tapi mandi dulu sana keburu dingin."

Jungwoo menatap jam di atas pintu, kenop pintu, lalu Jaehyun. Jaehyun mengernyit dan mengikuti arah pandang sang adik. "Aa Dimas aman kok. Dia bilang ada urusan brand jadi gak akan ke sini. Pintu udah Abang kunci, jadi lo bisa bebas."

Jungwoo mengalihkan pandangan guna menyembunyikan air mata, yang ntah sejak kapan mengalir. Jaehyun terbelalak terkejut, apakah barusan dirinya salah bicara? Apakah suasana kamar akan kian sunyi?

"Ba--Bang kangen mother, father, sama adek-adek deh," tutur Jungwoo pada akhirnya. Sedikit terbata-bata memang karena isakan tangis belum sepenuhnya tuntas.

Jaehyun bergeming mencerna kalimat sang adik. Kebingungan melanda bingung harus membalas dengan kalimat bagaimana. Dia juga merindukan keluarganya, dia beberapa kali hendak mengunjungi hotel orang tua mereka selama di sini. Tetapi kala mengingat Doyoung seketika pemikiran itu berbanding terbalik.

"Bang!" tegur Jungwoo memecahkan lamunan Jaehyun.

"Abang juga kangen, Juan. Tapi..."

"Bagaimana bila kita ke hotel father mother, Bang?"

Jaehyun melemparkan handuk setengah basahnya ke Jungwoo karena merasa gemas. "Yak! Hyung!" pekik Jungwoo selaku korban. Sudah berbalut lengketnya keringat, ditambah lembabnya handuk setengah basah sang kakak.

Jaehyun setengah bersandar pada angin, karena di belakangnya tak terdapat apapun untuk menjadi sandaran. Bergeming kembali larut dalam lamunan, dengan tangan menopang tubuh, Jaehyun menimang-nimang keputusan.

"Apakah ini keresahanmu sedari kemarin?"

Jungwoo membasahi bibir, menatap ragu sang Abang, lalu menganggukkan kepala ragu. "Benar, Bang."

Jaehyun mengusap-usap dagu yang tak terasa gatal. Menatap iba sang adik yang tampak sangat rindu dengan rumah. Sebenarnya dia juga sama bahkan merindukan orang tua dan adik-adiknya. Bahkan dia dapat merasakan apabila Doyoung juga sebenarnya, mulai tak tahan mendiamkan father, mother, dan Rafathar. Hanya saja kakaknya satu itu selalu saja beralasan sibuk, dan menurutnya itu bukan alasan palsu.

"Jadi bagaimana, Bang? Kita berangkat sekarang?"

Jaehyun terkesiap tersadar penawaran sang adik belum terjawab. Jaehyun menatap pintu kamar mandi, Jungwoo melirik arah ekor mata sang Abang.

"Ok, gue mandi tapi setelah selesai langsung, ya Bang?"

Jaehyun menganggukkan kepala asal. Jawaban yang tak selaras dengan pemikiran di otak dan suara hati. Jaehyun beranjak dari ranjang Jungwoo, memungut handuk basahnya, lalu menatap langit-langit kamar melalui kasurnya. Tiap semenit sekali Jaehyun menatap pintu kamar mandi dan kamar secara bergantian. Berharap disela-sela mengamati, mampu menemukan jawaban.

Bak pencuri terbongkar belangnya, Jaehyun gelagapan kala kenop pintu kamar mandi kembali ditekan. Jaehyun mengedarkan pandangan secara liar, menarik selimut, menghadap dinding, bersiap berpura-pura memejamkan mata.

"Hyung!"

"Ayo, aku sudah siap." Kembali dengan kosakata aku-kamu dimana bendera perang telah diturunkan. Tampaknya ikatan persaudaraan pulih, dan komunikasi mulai terjalin kembali.

Jungwoo dan antusiasmenya. Jungwoo langsung menghampiri Jaehyun, tanpa terlebih dahulu menggunakan atasan kaos. Berulangkali sudah tangan Jungwoo menggoyang-goyangkan lengan Jaehyun. Jaehyun sebenarnya belum sepenuhnya terlelap. Bahkan lebih tepatnya dia tak memiliki rasa kantuk walau lelah.

Jungwoo mengangkat bahu, menghela nafas kecewa, lalu tersenyum pasrah. "Baiklah selamat tidur, Bang," bisik Jungwoo berlalu meninggalkan Jaehyun, bersama antusias yang ikut hilang dan kekecewaan serta kekesalan justru menghampiri.

Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang