Netra Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo tak lagi hanya berfokus antara barisan kursi pesawat ataupun gumpalan awan. Melainkan indera penciuman mulai menghirup aroma-aroma masakan pedagang kaki lima yang menjajakan makanan khas Korea.
Yaps, mereka telah kembali tiba di Korea beberapa menit yang lalu. Tak seperti di Indonesia dimana mereka dibuat sabar menanti dengan transportasi. Di negeri ginseng ini ketiganya dapat langsung meluruskan punggung setiba di dorm.
Doyoung menatap Jungwoo melalui kaca dalam mobil. Sedari di bandara Jakarta hingga tiba di Korea, Jungwoo hanya membisu tak seperti biasanya yang bak lebah.
"Jungwoo-ah kau kenapa?" tanya Doyoung khawatir.
Jaehyun semula hanya berfokus mendengarkan musik saja juga ikut memberikan atensi pada Jungwoo. Jungwoo masih bertahan dengan niatnya. Ntahlah dirinya kesal dengan Doyoung, Jaehyun, orang tua mereka, tetapi juga kesal dengan dirinya sendiri.
"Mungkin saja Jungwoo-ssi masih ingin di Indonesia tapi sudah disuruh pulang, Nak Doy," jelas supir mobil agensi secara asal menebak.
Jaehyun menatap iba sang adik, sembari tersenyum kecut. Doyoung menatap sengit sang adik, menanti jawaban benarkah yang ditebak oleh pria di sampingnya ini.
Jungwoo tak peduli dengan sirat tatapan Doyoung. Dia membuang wajah dengan menatap luar jendela mobil.
Doyoung mengeluarkan handphone dari tas yang berada di pangkuannya. Dia mengulir layar hingga menemukan nomor yang dirinya incar.
Kim Doyoung
| Jangan kemana-mana dan tunggulah Hyung di kamar
| Mengerti?Jaehyun yang juga mendapatkan notifikasi dari grup dihuni mereka bertiga, seketika menoleh ke arah Jungwoo yang tengah menatap kosong handphone. Tak seperti Jaehyun yang membaca melalui aplikasi KakaoTalk, Jungwoo hanya membaca sekilas melalu tampilan notifikasi di layar kunci.
Doyoung telah merapikan kembali barang-barangnya ke lemari. Dia kembali menekan kenop pintu, berniat melakukan rencananya yaitu menuju ke kamar kedua adiknya.
"Hyung, kau baru saja tiba?" sela Renjun yang kebetulan sehabis dari kamar Mark dan Haechan.
Doyoung melepaskan genggaman tangannya pada kenop pintu kamar Jungwoo dan Jaehyun. "Iya. Kau sendiri sehabis dari kamar Haechan, Ren?"
Renjun menganggukkan kepala gemas, membenarkan perkataan Doyoung. "Hyung tidak istirahat? Haechan bilang Jaehyun dan Jungwoo Hyung tak ingin diganggu karena tengah istirahat."
Doyoung mengangguk-anggukkan kepala asal. Padahal dirinya tahu bahwa istirahat yang dimaksud, berbeda dengan penafsiran para member lain.
"Begitukah? Terima kasih atas informasinya, Renjun-ie. Kalau begitu Hyung nanti atau besok saja menemui Jungwoo dan Jaehyun."
Renjun tersenyum lalu berpamitan karena Yangyang mengajaknya mencari makan. "Selamat beristirahat, Hyung. Kalau begitu Renjun-ie ke dorm WayV hendak menjemput Yangyang."
"Selamat bersenang dan hati-hati Huang Renjun!" teriak Doyoung.
Doyoung menghela nafas lega. Rafalan doa dalam hati sepertinya langsung dikabulkan oleh sang pencipta.
"Buka pintunya adik-adik nakal," tegur Doyoung.
Tak perlu waktu lama Jungwoo langsung yang membukakan pintu. Lelaki tersebut masih bertahan dalam keadaan yang sama. Jungwoo menatap datar Doyoung.
"Dimana Jaehyun-ie?"
"Ada apa, Hyung?"
Beruntunglah Jungwoo tak perlu berjuang mencari mood menghadapi Doyoung, karena Jaehyun tiba-tiba muncul dari balik kamar mandi.
"Duduklah!" pinta si sulung.
Menurut dengan perintah Doyoung, Jaehyun memilih duduk di samping Jungwoo selaku penengah. Mari berharap agar ketiganya tak sama-sama termakan emosi.
"Jadi Jung... Kau ini kenapa?" Ada jeda di balik kalimat tanya Doyoung.
Kesabaran setipis benang satu helai membuat lelaki tersebut menghela nafas terlebih dahulu. Jungwoo kembali menatap penuh pertempuran Doyoung.
"Hyung yang kenapa! Kenapa Hyung bahkan tak berpamitan pada Mama ataupun Papa? Padahal katanya yang sulung itu si contoh!"
Wow. Doyoung dibuat tercengang seketika. Sulung adalah contoh? Ya, dia juga berpatokan pada pernyataan itu. Tetapi menjadi contoh terus, dengan memendam amarah, menenangkan ramainya otak, hati yang berperang juga melelahkan.
Terkadang dia rindu sebelum lahirnya para adik-adiknya. Membahas adik membuat Doyoung, kembali teringat pada si buntalan cimol yang tak lain si bungsu.
Dia jatuh cinta pada keimutan dan kepintaran si bungsu, tetapi hatinya berdenyut nyeri dengan rasa kecewa karena rahasia sang orang tua.
"Jung, Jung, Jung kukira kau kenapa. Ternyata karena hal jenaka ini."
Alarm berbahaya berbunyi di benak Jaehyun. Emosi antara anak tengah dengan anak sulung tampak mulai menyala.
Lagi. Doyoung menghela nafas, jangan sampai emosinya dominan berujung kasar. "Hei si anak tengah! Kau tak tahu bagaimana otak dan hatiku yang berkecamuk kala mendengar hal kemarin. Apabila kau tak menerima mengapa tak disanggah wahai anak tengah?"
"Hyung sudah Hyung," sela Jaehyun agar perdebatan tak memanas, sehingga member lain kemungkinan kemari.
"Biarkan si tengah ini mengutarakan, Jaehyun-ah."
"KATAKAN JUNG!" pekik Doyoung membuat kamar seketika berdengung.
Netra Jungwoo telah mulai memerah, kuku-kuku Jungwoo juga menyusul, urat tangan tak kalah mulai kebiruan.
Sunyi dipecah oleh suara panggilan yang ternyata bersahut-sahutan dari handphone ketiganya. Jungwoo dan keberaniannya. Lelaki tersebut mengambil handphone, mengabaikan kalimat terakhir Doyoung.
"Siapa?" bisik Jaehyun sangat pelan.
Doyoung mengambil paksa handphone Jungwoo mengecek sendiri. Jaehyun membelalakkan mata terkejut. Jungwoo tak terima karena handphone-nya ditarik paksa.
"Jangan ada yang menerima panggilan apapun, membuka apalagi membaca pesan apapun dari father dan mother!" perintah Doyoung mutlak, sebelum keluar dari kamar adik-adiknya tanpa sepatah kata kalimat lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Father and Mother (Tamat)
Fanfic🚨Ninu ninu ninu tet tet note peringatan mau lewat🚨 Peringatan 🚫Cerita hanyalah fiktif belaka dari kehaluan. Dimohon sebesar cintaku pada Johnny Suh, untuk cerita ini tidak dihubungkan ke alam realita 🚫 Selamat membaca dari Johnny Suh dan saya se...