Jarak Kembali Membentang

442 32 6
                                    

Perkataan Doyoung semalam bukanlah hanya isapan jempol belaka. Rasa terkejut, kecewa, dan bingung membungkus rapi hati ketiganya. Bahkan mata ketiganya bak disulap oleh panda, agar si panda memiliki teman kantong mata hitam.

Tas berisikan baju ganti semalam dan pagi ini, baru mereka sentuh pada pagi harinya. Itupun apabila tak mengingat harus kembali ke hotel, karena harus ke bandara untuk pulang ke Korea. Maka sudah dipastikan bila Doyoung dan kedua adiknya akan bertahan menggunakan baju yang sama.

Tak nyaman? Ya, sangat. Hanya saja lisannya Kelu meminta pinjam baju sang Papa. Mengingat kemarin sore saja luapan amarah mengalahkan gunung meletus, berhasil terlupa karena realita di depan mata.

Sepertinya pernyataan, 'Jangan penasaran nanti bisa terluka' itu bukanlah pernyataan penuh bualan semata. Melainkan ungkapan yang menampar realita.

"Hyung," panggil Jungwoo dari bawah kasur lipat.

Jaehyun tak mendengarkan panggillan sang adik, dia terlalu fokus mengawasi barang ketiganya tak ada yang tertinggal.

"Aa!"

Doyoung menolehkan kepala setelah selesai mengawasi keadaan luar. Tampaknya luar tak sebatas perasaan tanpa kepastian, melainkan kenyataan bahwa keadaan memang masih benar-benar sepi.

"Hyun, apakah semuanya sudah benar?"

Jaehyun melirik tas ketiganya lalu menganggukkan kepala yakin. "Sudah, Hyung."

"Sekarang Hyung?" Tak jera diabaikan kedua kakaknya. Jungwoo kembali bersuara.

"Iya," jawab Doyoung secara singkat.

Ya, dirinya akui dia keliru melampiaskan kekesalannya dengan percikan pelampiasan pada Jungwoo. Tetapi rasanya Doyoung sendiri juga bingung harus bagaimana.

Untung saja Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo tak begitu berlama-lama di tanah kelahiran mereka. Sehingga keduanya dapat melampiaskan dengan sibuknya pekerjaan.

Jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi. Dimana jam yang enak-enaknya untuk kian terlelap pulas. Tetapi hal tersebut tak berlaku untuk Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo.

Ketiganya telah benar-benar keluar dari rumah father dan mother. Bak anak pindahan kost, Doyoung dan kedua adiknya berjalan ke jalan raya mencari kendaraan untuk ke hotel.

Tak ada seorang ibu yang tak mengkhawatirkan buah hatinya. Mereka akan selalu mengkhawatirkan tiap detik, walau keberadaan sang buah jauh dari dekapan apalagi netra. Bahkan walau terjadi peperangan, sang ibu dengan hati hangatnya tetap akan mengkhawatirkan.

Mama Gigi sebenarnya tak bisa tidur sejak semalam. Mata yang tertutup hanyalah tipuan agar sang suami dan anak-anak mampu beristirahat. Dia bahkan juga mendengar bila pintu utama dibuka, tak lupa dengan ketiga bujangnya yang benar-benar melaksanakan ucapan mereka sendiri.

Mama Gigi kecewa karena putra-putranya tak berpamitan, tetapi hatinya pun menampar agar sadar. Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo melakukan karena terkejut dan kecewa dengan rahasia disembunyikan. Andai sedari awal diketahui maka alur akan berbeda.

Mama Gigi mencari handphone-nya guna menghubungi langganan taksi online. Setidaknya dengan tebusan kecil ini. Hatinya tak lagi khawatir dengan ketiga putranya, berdiri kebingungan menoleh ke sana kemari mencari transportasi sebelum ketahuan.

"Atas nama Aa Jamal?"

Si nomor kedua menolehkan kepala kala namanya terpanggil. Pria dengan seragam yang memunculkan sedikit kepala dari jendela, tampak masih bertahan pada posisi tersebut menanti jawaban.

"Ya, Saya. Ada yang bisa kami bantu, Pak?"

"Ayo naik, A. Kebetulan saya kosong, biar saya antar ke tempat tujuan."

Doyoung menatap sang adik dengan seribu pertanyaan, "Kalian pesan tanpa bilang Aa ya?"

Jungwoo menggelengkan kepala begitupula hal oleh Jaehyun. Doyoung mengernyit kebingungan. Ini aneh bahkan sangat aneh nan ganjal. Lantas darimana asal-usul sopir taksi ini mengetahui nama lokal Jaehyun?

Doyoung memanjangkan leher demi memastikan perkataan sang supir taksi. Kursi penumpang di belakang supir benar-benar kosong. Haruskah mereka naik saja? Daripada berlama-lama menanti transportasi umum menuju ke hotel. Ya, walau minus rasa curiga dan takut.

"Ke hotel ya Pak. Saya nggak tahu jelas jalannya tapi ingat bangunannya, Pak. Nanti kalau sudah sampai saya bilang," jelas Doyoung.

Tak mungkin bukan dia mengatakan nama hotel, setelah kecurigaan sang supir tahu nama lahir dan lokal Jaehyun.

Taksi yang ditumpangi Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo telah tiba di depan hotel. Ketiganya berterimakasih lalu bergegas kembali ke kamar sejenak, menyusun barang untuk pulang, sebelum sang manajer ke kamar mereka.

Mobil yang diisi oleh Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo telah tiba di bandara. Perasaan tiba-tiba bersarang. Mereka kembali berpisah dengan tanah kelahiran.

"Hyung, Jungwoo merasa ada yang ganjal."

"Apanya yang ganjal bukankah kecurigaan kita terpecahkan semalam? Lantas apa lagi? Apakah kau mencurigai dengan wartawan?"

Jungwoo mengabaikan pertanyaan Doyoung, dia mengedarkan pandangan ke sana kemari sebelum melewati pintu masuk bandara, dan bersenggolan dengan wartawan mencari bahan majalah ataupun koran.

Netranya tak asing dengan perawakan wanita jauh di ujung sana. Wanita yang tersenyum kecil dengan kacamata hitam menutupi mata.

"Ma--Mama?"

Jaehyun semula tebar pesona seketika mengikuti arah pandang Jungwoo. Dia juga tak tega dengan Mama Gigi, tetapi dia juga takut pada Doyoung yang galak nan tegas.

"Apa yang kalian lihat? Ayo masuk! Jangan sampai kita terlambat," tegur sang manager pada Jaehyun dan Jungwoo.

Doyoung mengikuti arah pandang kedua adiknya. Netranya menatap sengit kedua objek dipandang sang adik. Lalu membuang pandangan dan menarik Jaehyun Jungwoo, agar tak berlama-lama menatap mama dan papa mereka.

"Safe light bujang rantau mother. Maafkan kami. Sampai jumpa di waktu yang lebih baik."

"Hati-hati, Nak bayi kelinci, persik, dan snoppy father Fi."

Sebatas kalimat dalam hati karena jarak kembali membentang. Semoga saja ada waktu lebih baik. Semoga kekecewaan ketiga putra mereka segera padam. Semoga dan hanya semoga yang ntah kapan pastinya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang