Perdebatan Di Tengah Kesibukan

324 24 2
                                    

Hi Kakak-kakak. Gimana hari-harinya? Semoga masih bertahan ya🙏 Terimakasih buat yang sudah baca cerita ini. Izin update karena kuota mepet ya Kakak-kakak 🛐🙏

Tiga minggu sudah perang dingin yang terjadi secara diam-diam antara Doyoung dan Jungwoo. Tak ada member lain yang tahu ataupun mencurigai, karena secara diam-diam Doyoung mengambil suatu keputusan.

Ya, dia terkesan menang-menangan dan egois. Tetapi percayalah ini semua juga demi adik-adiknya.

Ntah sudah berapa tumpukan jumlahnya bekas panggilan suara, video, dan pesan-pesan dari keluarga Indonesia. Semua hanyalah Doyoung abaikan. Bahkan Doyoung juga ketat mengawasi Jaehyun dan Jungwoo, agar kedua adiknya tidak  diam-diam membuka handphone.

Selama tiga minggu pula ketiganya jarang memiliki waktu lama di Korea. Ketiganya sibuk dengan fanmeeting berkeliling di beberapa negara.

Jaehyun menyingkir dari Jungwoo. Jungwoo yang bosan dengan Doyoung tak bosan-bosan mengecek handphone mereka. Jaehyun sedikit kesal tetapi ingin belajar memahami, setidaknya agar keadaan tak kian memanas.

"Hyung," sapa Jaehyun.

Dia menarik kursi samping Doyoung yang jauh dari posisi Jungwoo, karena sang adik yang memilih duduk merenung di sudut ruangan.

"Ada apa, Jaehyun-ie?"

"Hyung."

Tolong ingatkan bila kesabaran Doyoung tak selebar dan banyak itu. Dia kini hanya berdeham sembari mengangkat satu alisnya.

"Hm, Hyung--"

"Wae Jung Jaehyun? Wae Jeong Yoonoh?" sela Doyoung karena telah tak tahan dengan rasa gemas.

Jungwoo biasanya akan ikut bergabung untuk tambah menguji kesabaran Doyoung. Tetapi kali ini lelaki tersebut masih bertahan, bersandar pada dinding sembari menatap kosong ke arah mereka. Ntah mengamati atau hanya melamun yang kebetulan mengarah ke posisi Doyoung dan Jaehyun.

"Hyung, bolehkah aku berbicara?"

"Silakan. Apabila tak boleh untuk apa aku menyahut lil bro?"

"Hyung, apakah handphone kami telah selesai kau periksa?" Jaehyun mengarahkan netranya menghadap handphone, miliknya yang berada di genggaman Doyoung. Dan netranya juga menatap handphone Jungwoo yang tergeletak di meja depan Doyoung.

"Apabila boleh ingin kau gunakan untuk apa? Apakah untuk diam-diam menghubungi mother father, lalu kalian utak-atik agar kembali seperti semula? Atau kalian memiliki nomor yang hanya diketahui oleh father mother, tanpa cerita pada Hyung?"

Sudah cukup Jungwoo menahan diri. Lelaki tersebut beranjak dari aksi bergemingnya. Dengan langkah lebar, Jungwoo menghampiri kedua kakaknya.

Jungwoo langsung mengambil handphone miliknya. Tanpa bertanya apakah sudah atau belum, maupun meminta izin sebatas dua kata bila handphone dia ambil kembali.

"Yak! Kim Jungwoo!"

Jungwoo menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Doyoung dan Jaehyun. "Ada apa, Hyung?"

"Kau--"

"Hyung, sudahlah, Hyung."

"Jaehyun Hyung terima kasih, tapi biarkan Doyoung Hyung berbicara saja tak apa."

"Jungwoo-ah --" Jaehyun hendak menegur, tetapi Jungwoo menatapnya penuh permohonan.

Doyoung menutup mulut Jaehyun dengan telapak tangannya sejenak, selagi Jungwoo hendak mengutarakan apa yang terukir di benak.

"Hyung maafkan aku selama ini. Maaf setibanya di Korea, aku melampiaskan kelelahan dengan kurang ajar padamu. Ternyata menjadi sulung itu berat, ya Hyung? Tapi Hyung... Sudah kubilang maupun Jaehyun-ie Hyung bukan, bila kita tak melakukan hal yang kau pikirkan. Kita tak memiliki nomor cadangan untuk menghubungi keluarga Andara! Kita telah patuh dan jujur padamu, Hyung!"

Tak seperti beberapa hari lalu, dimana Doyoung tercengang hingga ikut tersulut emosi. Hari kemarin memberi pelajaran bagi Doyoung. Hatinya jadi kian tebal nan kokoh rasanya.

Doyoung bersandar pada sandaran kursi, menyilangkan sebelah tangan ke belakang, menyimak Jungwoo agar lebih tenang dalam mengeluarkan isi hatinya.

Jaehyun melirik Doyoung dan Jungwoo secara bergantian. Apakah kesunyian ini bisa dirinya artikan bahwa telah tamat tanpa bersambung adu mulut? Dia mengigit telapak tangan Doyoung yang masih menutupinya. Sang pemilik tangan sedikit terbelalak, dan melirik kesal sang adik.

"Jung ayo kita kembali duduk di ujung, biar Hyung temani," rayu Jaehyun dengan harap-harap cemas.

Jungwoo menggelengkan kepala, menepis tangan Jaehyun dari lengannya. Jungwoo masih gigih dengan belum beranjak walau setengah centi pun. Semoga saja tiba-tiba tak ada staff yang masuk ke dalam tenda tempat mereka menanti fanmeeting.

"Sudah adik kecilku?"

Rahang Jungwoo memang masih mengeras, tak lupa dengan netra yang menatap Doyoung penuh pertempuran. Tetapi Jungwoo tanpa disadari masih tetap menganggukkan kepala.

"Benarkah sudah? Yakin?" ulang Doyoung kembali bertanya.

Tangan Jungwoo mulai meremas menonjolkan urat-urat, bersiap melayangkan tinjuan.

"Ah, sepertinya benar-benar sudah. Hyung, tidak salah bukan?"

Suara tirai yang tiba-tiba tersibak membuat remasan tangan Jungwoo spontan mengendur. Tatapan penuh peperangan dari Doyoung dan Jungwoo juga seketika meluntur.

"Oh? Apakah kalian tengah berlatih suara? Maafkan Hyung yang telah menganggu, tetapi ayo masuk karena acara akan dimulai."

Jaehyun menghela nafas lega. Andai saja sang manager tak menegur bahwa fanmeeting akan dimulai, maka sudah dipastikan bila pasti dalam hitungan detik pertengkaran lebih parah dari kemarin.

Jaehyun tak henti-henti mengucapkan jutaan kalimat terima kasih, yang terucap dalam hati untuk sang manager.

Seperti tiga minggu yang lalu, Jaehyun berjalan dan berdiri selalu di antara kakak adiknya, agar dapat mengawasi serta menahan bila tiba-tiba salah satu kelepasan.

Seperti tiga minggu yang lalu, Jaehyun berjalan dan berdiri selalu di antara kakak adiknya, agar dapat mengawasi serta menahan bila tiba-tiba salah satu kelepasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang