Menerima Undangan

430 37 16
                                    

Mungkin kali ini kalian akan dibuat deja vu dengan masa kecil. Dimana kalian telah terbangun sejak subuh, lebih tepatnya mendahului seluruh orang rumah.

Karena sangat tak sabar pada acara hari ini. Ntah berkunjung ke rumah kakek, nenek, ataupun merayakan hari raya.

Yups, begitu pula kebiasaan Jungwoo dan antusiasmenya. Di saat orang-orang rumah masih dengan air liur di pipi atau ujung bibir, mata dengan kotoran, dan mulut terbuka. Maka Jungwoo sudah rapi dan siap meluncur.

Ya, walau penampilan tak serapi saat dirapikan sang mama, papa, atau nenek, tetapi bagi Jungwoo kecil yang terpenting adalah waktu segera tiba.

Seperti kali ini Jungwoo telah ntah berapa kali mengaca. Ntah dari sisi kanan, kiri, belakang, ataupun depan.

"Cermin oh cermin seberapa tampankah aku?"

"Kau sangat jelek wahai Kim Jungwoo!"

Jungwoo terbelalak terkejut. Belum saja lisannya terucap seakan-akan cermin bisa berbicara. Suara lain ntah darimana dan siapa telah mendahuluinya.

Jungwoo mengedarkan pandangan, menatap liar ke sana kemari, jemarinya hendak meraih handphone yang berada di bantal.

Apakah suara tadi adalah sasaeng yang jahil? Bagaimana ini? Bagaimana bila ternyata sasaeng dengan licik memiliki kunci cadangan kamarnya? Atau jangan-jangan juga mengusik kamar kedua Aa-nya?

"Jungwoo yang jelek, Jungwoo yang jelek, Jungwoo yang jelek."

Jungwoo kesal dirinya yang setampan sang Father, tetapi dikata jelek oleh orang mengesalkan ini.

Ingin rasanya menendang orang tersebut, tetapi mengerikan dan memalaskan juga apabila adalah sasaeng.

Jungwoo mengernyitkan kening bingung. Telinganya mendengar suara nada dering yang tak asing, bahkan menyentuh dirinya hafal dengan sangat jelas.

"A."

Sunyi tanpa suara sedikitpun. Jungwoo mengernyitkan kening curiga. Dia bimbang hendak langsung membuka pintu, atau mengintip dari lubang pintu.

"Hyung?" panggil Jungwoo lagi guna memastikan.

Lelaki yang membuat Jungwoo panik bercampur takut, berdeham terlebih dahulu menahan tawa.

Tiba-tiba kenangan saat sang adik terkunci di kamar, padahal menahan buang air kecil kembali terbayang.

"Yak! Hyung jawablah!"

Jaehyun tertawa terbahak-bahak sangat puas menjahili sang adik. Yaps, suara yang menjawab tadi adalah Jung Jaehyun atau Jamal Malik Ahmad.

Jungwoo terlebih dahulu memutar bola mata malas, sebelum membukakan pintu untuk sang kakak.

"Annyeong si gemasnya mother dan Aa," ejek Jaehyun.

Jungwoo berkomat-kamit kesal. Ah, mood-nya sedikit jelek karena kejahilan Jaehyun. Tak tahukah sang kakak bila tadi dirinya sudah sangat panik?

"Maaf Jungwoo-ah," tutur Jaehyun sembari merangkul bahu sang adik.

Jungwoo melirik kecil Jaehyun memastikan, bahwa barusan yang meminta maaf adalah Jaehyun sang kakak.

"Ok!" jawab Jungwoo dengan singkat.

Doyoung dari depan pintu mengernyit bingung. Apa yang ok? Apa yang direncanakan kedua adiknya ini?

"Apa yang ok, Jung?"

Jaehyun dan Jungwoo saling pandang melemparkan kode.

"Salah satu judul lagu grup, Hyung."

Doyoung menatap Jaehyun meminta pengakuan. Jaehyun hanya menganggukkan kepala membenarkan.

Doyoung menghela nafas menahan kegemasan pada Jungwoo. "Ya sudah kalau begitu mari kita ke resto hotel. Kalian sudah siap dan tak ada yang tertinggalkan?"

Jaehyun dan kebiasaannya, dia melamun kebingungan. Bukankah seharusnya mereka seharusnya janji makan siang di artis yang memanggil mereka? Lantas mengapa justru ke restoran hotel terlebih dahulu?

"Bukankah seharusnya kita loby atau parkiran saja, Hyung?" tanya Jungwoo.

Doyoung menggelengkan kepala menolak, "Tidak, kita diminta ke resto terlebih dahulu oleh manager."

"Untuk apa, Hyung?"

Tolong ingatkan Doyoung untuk tidak menjadikan kedua adiknya ini, agar menjadi olahan cemilan bayi.

"Tak tahu, kata manager-nim kita diminta menemaninya di sana sebentar."

Orang-orang yang ditugaskan sang artis seketika berdiri, dan membungkuk menyapa hormat ketiga tamu atasannya.

"Salam kenal kami adalah perwakilan pekerja dari Rans entertainment. Terimakasih telah menerima undangan."

Penerjemah membantu menerjemahkan apa yang dikatakan dalam bahasa Korea. Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo mengangguk-angguk padahal sesungguhnya mereka sedari awal mengetahui artinya tanpa terjemahkan.

"Bagaimana bila kita langsung ke tempat saja?" usul manager DoJaeJung, yang langsung diterjemahkan penerjemah dengan tanggap.

Padatnya jalanan Jakarta dalam tiap sudut, suara klakson dari penggendara, kabur polusi, dan teriknya menarik menembus kaca mobil membuat hampir saja air mata rindu menetes.

"Hyung, Jungwoo merasa akan terjadi sesuatu," bisik Jungwoo pelan secara bergantian ke Jaehyun dan Doyoung.

Tanda tanya yang terangkai sejuta kalimat dalam hitungan menit lagi akan meledak, kala pintu tersebut terbuka lebar.

Derit pintu telah terdengar, senyuman pemilik rumah telah terukir sejak mobil tiba. Senyum yang manis dan ramah berubah menjadi kaku dan canggung.

Ya, mereka memang berkomunikasi via pesan, panggilan suara, ataupun video. Tetapi hati tak pernah kuat menahan perasaan.

Netra Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo terbelalak, namun secepat mungkin berusaha kembali normal.

"Selamat datang, Nak," ucap Father Raffi dengan sangat pelan, agar tak siapapun yang mendengar.

Tangan Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo sesungguhnya tak tahan hendak mendekap sang Papa. Tetapi identitas mereka saat ini masih dirahasiakan.

"Ah, kita justru di depan pintu. Mari ke ruang makan, kebetulan kami telah menyiapkan hidangan yang semoga kalian sukai. Hidangan ini adalah favorit keluarga kita dan juga khas Indonesia."

Yups, hidang-hidangan telah tersaji di depan mata memenuhi meja makan. Doyoung menyuapi Jungwoo dan Jaehyun secara bergantian.

Lidah mereka rindu dengan masakan Indonesia, tetapi lebih rindu masakan sang mama. Dan sangat-sangat merindukan dekapan orang tua serta sang adik.

"Aa," celetuk balita genap 1 tahun tersebut.

Putra keempat father dan mother menyusul Mama dan Papanya menemui tamu. Rafathar membelalakkan mata terkejut. Sungguh-sungguh di luar perkiraannya. Dia pikir siapa yang akan bertamu, ternyata justru ketiga kakaknya sendiri.

Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo berusaha bersikap normal. Padahal otak dan hati mereka telah jungkir balik. Suara yang sering mereka putar baru-baru ini. Suara yang juga mulai mereka hafal.

 Suara yang juga mulai mereka hafal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang