Hore sudah bab 30🥳 Terimakasih buat yang sudah baca cerita ini. Selamat menunggu 20 bab menuju tamat. Mari bertemu DJJ lagi di judul Pandawa Lima dan Old Money Family. Coming soon akan ketemu juga sama Aa Jamal dan Rafathar sebagai Papa anak, di judul Jagoan Papa dan My Son. Ada yang keinget Mali sama Mark? Nah itu juga akan nyapa notif lagi. Sekian dan selamat membaca.
********
Kebenaran diketahui publik bukanlah kebenaran disetujui hati. Kebebasan mereka miliki disembunyikan membuat terasa terbatas. Tak seperti teman-teman satu grup, menghabiskan waktu bersama keluarga terasa berbeda menurut Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo.
Keluarga terekspos dan data bukanlah identitas bawaan lahir mereka. Bahkan identitas itu adalah identitas dadakan kala menjadi trainee. Beruntunglah keluarga menampung mereka juga menganggap sebagai anak. Sehingga ketiganya juga merasa memiliki keluarga kandung di Korea.
Iri selalu bersarang kala para member mendapat kesempatan menemui keluarga. Angan mengembang berharap father dan mother mampu demikian juga. Tetapi keegoisan terbit takut dominan dan menghadirkan risiko.
"Apakah telah aman, Hyung?" tanya si tengah tak diizinkan untuk ikut mengawasi keadaan.
Jaehyun dan Doyoung mengamati sekitar berulangkali, sebelum menekan lift menuju lantai paling bawah. Yaps, inilah kejadian selalu membuat mereka iri. Member lain menemui keluarga lain bukan dengan kucing-kucing layaknya mereka.
"Aman, Jung,'" jawab Doyoung.
Gelapnya langit malam dengan ditemani setitik sinar rembulan membuat ketiga putra father ekstra berhati-hati. Berhati-hatilah dari sasaeng, pencuri, pembunuh, ataupun terjatuh. Sengaja tak naik transportasi karena antisipasi member lain tahu.
Kebetulan tempat hotel father dan mother menginap tak begitu jauh dari dorm. Sehingga ketiganya memilih olahraga malam alias berjalan kaki.
"Dengan Oh Ara di sini, ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya pegawai resepsionis, tepat setibanya Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo di hotel.
Jaehyun membenarkan letak maskernya sebelum menjawab, "Kami hendak menemui salah satu penghuni kamar yang bernama fa--Ah, maksud saya Raffi."
Pegawai resepsionis bernama Ara melirik lelaki lebih tua beberapa bulan, yang hari ini bertugas menemani shift.
"Maaf tetapi apabila tak ada janji kami tak bisa memberikan kunci cadangan kamar."
Amarah Doyoung naik ke daratan hingga dia menepis posisi Jaehyun. "Kami mohon tolong berikan kuncinya."
"Maaf tapi tidak bisa kecuali anda ikut serta dengan sang atas nama terkait. Mengingat privasi dan waktu telah malam hari, kami persilakan kalian menginap saja agar bertemu pemilik atas nama esok paginya."
Jaehyun menggenggam tangan si sulung, setelah melihat tangan Doyoung menampakkan urat. Jungwoo mengusap punggung sang kakak agar tenang dan terbakar emosi.
"Baiklah kalau begitu kami--"
"Loh DiJaJu!" pekik lelaki gembul dengan handphone tergenggam di tangan kiri, sedangkan tangan kanan penuh makanan.
Netranya terbelalak sempurna, lalu mengamati ketiga anak dirinya asuh sedari kecil. Mulutnya sedikit terbuka yakin bila di hadapannya benar-benar DiJaJunya alias Dimas, Jamal, dan Juan.
"Om Merry tanpa me!" Jungwoo spontan mendekap tubuh gempal itu. Sangat bahagia karena mencium aroma mendapatkan pertolongan.
"Kalian kemari tidak apa-apa? Apakah teman-teman kalian tak ada yang melihat? Bagaimana bila besok paginya muncul berita?"
"Om Merry tenang saja, tapi tolong bantu kami ya Om?" pinta Jaehyun mengeluarkan jurusnya, yaitu menatap bak anak anjing sembari memamerkan lesung pipinya.
Sepasang resepsionis kompak mengernyitkan dahi, dengan otak diisi kalimat tanya penuh kebingungan. Apa yang mereka obrolkan? Bahasa mana yang digunakan? Dan topik pembahasan apa dibahas?
"Maaf apakah anda mengenal mereka?"
Om Merry menatap ketiga lelaki bujangnya mengode agar diterjemahkan. DoJaeJung dan kejahilan terlalu berteman akrab, sehingga mereka mengabaikan kode Om Merry.
"Aduh Teh saya gak paham. Gimana ya ini. Nggak bisa bahasa Indonesia sajakah? Aa Dimas, Mas Jamal, Bang Juan terjemahin dong."
"Iya beliau adalah paman dari putra-putra saya-- Eh, maksud saya kenalan saya," celetuk pria sedari tadi mengamati sejak kedatangan ketiga putranya.
Lagi-lagi sepasang resepsionis kian menambah jengah Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo. Kedua resepsionis itu justru saling tatap kembali melemparkan kode.
"Apakah percakapan anda benar bisa dipercaya?"
Papa Raffi mengecek terjemahan yang dibicarakan resepsionis pria. Mengangguk-anggukkan kepala mengerti, lalu menerjemahkan jawabannya sebelum diucapkan. "Ya, saya benar."
"OMO!" pekik resepsionis perempuan setelah menyadari keadaan. Pantas saja merasa tak asing. Ternyata lelaki berbicara dengannya tengah hangat di pemberitaan Korea.
"Jadi bagaimana bolehkah kami masuk?" Jaehyun bertanya guna memastikan. Karena Doyoung telah menjelma jadi batu setelah Papa Raffi datang.
Om Mery ikut serta masuk dalam kamar mama Gi, Papa Fi, Rafathar, dan Rayyanza karena bertugas mengantarkan makanan. Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo bergeming di pinggir pintu bingung harus bagaimana.
"Nak, apakah kalian hanya jadi dino Aja di situ?" tegur Mama Gi. Balita satu tahun itu duduk di hadapan ketiga kakaknya yang lain. Tatapan berbinar serta rentangan tangan meminta gendongan membuat Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo saling pandang.
Setelah dengan makan malam dan menghabiskan cemilan, Jaehyun menyenggol bahu sang kakak untuk mengingatkan tujuan. Jungwoo anteng dengan Rayyanza berceloteh, sedangkan Rafathar masih makan ditemani Om Mery.
"Ma, Pa, Aa minta maaf. Maaf karena terlalu kekanak-kanakan kemarin. Maaf membuat Mother khawatir," celetuk Doyoung pada akhirnya.
Father mengernyit memastikan pendengaran dan mengoreksi. "Mother aja nih? Father gak? Ya udah A, kalau gitu stok salak buat kamu gak ada. " canda Father Fi mengangkat bahu acuh.
Bak terdapat laser di netranya, Mama Gigi melirik kesal sang suami. Enak saja tak dikasihkan stok salak dia beli khusus karena kebucinan Doyoung.
"Ma," rengek Doyoung bak anak kelinci.
Rafathar menyemburkan air kala diam-diam menguping. Menggigit bibir rapat-rapat agar tak diketahui.
"Bercanda besok pagi dikirim ke agensi."
"Tidak! Itu milik Dimas!"
Mama Gigi memutar bola mata gemas. Ya beginilah apabila si sulung bertemu dengan papanya. Doyoung akan menyetok buah-buahan terutama salak, lalu diselipkan rambutan membuat rumah ramai.
"Ma, Mas minta maaf juga, ya?"
"Abang juga, Ma."
Mama Gi mendekap ketiga putranya secara bergantian. Percayalah sesungguhnya dia tak marah dengan sikap ketiga putranya sehabis ke Andara. Dibanding ikut marah dia justru menyesal karena telat mengaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Father and Mother (Tamat)
Fanfiction🚨Ninu ninu ninu tet tet note peringatan mau lewat🚨 Peringatan 🚫Cerita hanyalah fiktif belaka dari kehaluan. Dimohon sebesar cintaku pada Johnny Suh, untuk cerita ini tidak dihubungkan ke alam realita 🚫 Selamat membaca dari Johnny Suh dan saya se...