Malam Pertama Di Jakarta

285 14 0
                                    

Landasan pacu masih belum mengistirahatkan fungsi, yang juga tak lain merupakan profesi pokoknya. Transportasi dengan berat ratusan kilogram kembali melewati runaway. Sayapnya tak lagi melebar, menyeimbangkan beban dibawanya. Baling-baling dengan mesin memanas akan beristirahat sekilas, setelah seluruh penumpang turun sesuai bandara tujuan.

"Senang terbang bersama para penumpang sekalian."

"Terimakasih telah mempercayai maskapai kami."

"Sampai jumpa di penerbangan berikutnya."

Layaknya paduan suara di pinggir lapangan, yang tengah menerapkan hasil latihan mereka. Ketiga gadis bertubuh tinggi nan ramping, berdiri rapi, berjejer seperti tugas mereka biasanya. Membungkuk kecil diserta melengkungkan bibir berhias lipstik warna kesukaan.

Lorong rahasia menuju jalan keluar area penjemputan, telah berhasil Taeyong lewati. Lelaki dengan semula penampilan serapat nan setertutup mungkin kini telah berubah. Jaket tebal membungkus dengan masih terlibat Hoodie, dan kacamata hitam bertengger di hidung mancung telah berubah. Taeyong hanya mengenakan pakai tanpa lengan berwarna hitam dipadukan celana jeans.

Mobil mewah berwarna hitam dengan plat berawal huruf B, telah keluar dari area parkir tepat kala pengumuman maskapai dikabarkan berisi salah idol dikabarkan akan tiba ke Indonesia telah tiba. Taeyong mengedarkan pandangan ke sana kemari, mencari mobil sang sahabat yang kabarnya akan menjemput. Rasa lelah membuat ingatan semula tajam sedikit tumpul sekilas.

"Taeyong Lee!"

"Lee Taeyong!"

"Taeyong-ie!"

"Taeyong-ah!"

"Bro!"

Helaan nafas spontan Taeyong lakukan kala, akhirnya sang netra bertemu tatap dengan orang dinanti-nanti. Lelaki berkewarganegaraan Indonesia itu mengode agar Taeyong masuk ke mobilnya. Mengawasi sepi atau padatnya jalan akan dilalui, Taeyong telah meminta agar beberapa pengawal telah beristirahat. Dia ikut masuk ke mobil bersama sang sahabat. Tenang saja walau tanpa pengawal, tetapi nama sang sahabat cukup sangat tak asing di tanah air. Jerome si bucin matematika, pasti kalian langsung terlintas wajah bukan? Apabila iya maka selamat karena kemungkinan benar.

"Maaf nunggu lama ya Jer."

"Gak apa-apa, kebetulan baru datang juga kok. Eh iya gimana kalau kita makan dulu?"

Taeyong menganggukkan kepala antusias. Kebetulan sedari kemarin lidahnya, juga tak kunjung henti menjelma bak wanita hamil. Uniknya bukan makanan Korea menjadi rasa keinginan mulut, melainkan keunikan citarasa makanan Indonesia kata para member membuat rindu selalu pada Indonesia.

"Pengen makan apa aja, Yong?"

"Ngikut aja deh yang enak apa aja makanannya. Oh ya, ntar mampir kafe kopi ya? Penasaran juga sama kopi Indo beda atau sama, kebetulan member juga beberapa titip kopi Indonesia."

"Ok deh kebetulan punya banyak rekomendasi juga. Semoga cocok sama lidah."

Salah satu restoran dengan aneka menu masakan Indonesia, telah berada di depan mata keduanya. Jerome mewakili membuka pintu masuk, membalas sapaan hangat sang pegawai.

"Silakan ada apa saja yang hendak dipesan?"

"Bro mau apa aja?"

Taeyong dibuat tak henti-henti mengernyitkan dahi, kesulitan membaca daftar menu rincian dengan bahasa Indonesia walau nama menu bahasa inggris. Mengalahkan kerumitan menulis lagu dan menyesuaikan not apabila baginya.

"Ngikut aja deh."

"Eh? Oh iya Bro, maaf lupa kalau rinciannya bahasa Indonesia. Ya udah aku aja yang pesankan ya?"

Taeyong tersenyum maklum pertanda tak memperlebar masalah. Dia menganggukkan kepala juga walau tak paham jelas, apa yang dikatakan memberikan daftar buku menu.

"Jer, boleh tanya nggak?"

"Apa Yong?"

"Tahu atau kenal Raffi sama Nagita nggak?"

"Kalau orang biasa mah mana kenal apalagi tahu, kalau artis sultan Andara ya jelas kenal banget. Memang ada apa?"

"Mereka anaknya berapa yang asli?"

Jerome mengernyitkan dahi bingung. Topik pembahasan random dan tiba-tiba macam apa ini. "Ada apa nih tanya begini. Dapet undangan ke rumahnya, ya?"

Taeyong menimang-nimang keputusan hasil kerjasama otak dan hatinya. Pertanyaan tak sepenuhnya salah memang, mengingat dirinya memang diundang pasangan suami-istri disebut. Tetapi maksud pertanyaannya berbeda arah pengartian.

"Ya kau benar. Aku bertanya agar mampu memperkirakan oleh-oleh untuk dibawa," jelas Taeyong, yang tentunya berbohong dan tak selaras dengan isi hatinya.

"Oh, hanya dua putra."

Lamunan langsung mengubur alam fokus Taeyong. Perkiraan sedari bulan lampau, dengan kalimat dikatakan sang sahabat berbanding terbalik. Tetapi herannya sang perkiraan egois tak ingin menang. Doa merasa bahwa perkiraannya benar.

Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang