Menyendiri

285 16 0
                                    

Hi Kakak-kakak. Apa kabar? Maaf banget telat update dan sedikit ya. Sebenarnya moodku belum stabil, ditambah ruangan aku pakai nulis ngalahin speaker hajatan. Padahal lagi gak ada orang punya hajat.

Tak seperti Hendery dan Yangyang yang masih tak bosan-bosan, membahas euforia kala bertemu dengan father dan mother. Bak seorang pembunuh paksa, yang sehabis menghabisi korban, lalu membuang ke semak-semak.

Jungwoo menatap kosong pantulan ketampanannya, melalui kaca besar dalam ruang latihan. Hari telah berubah tetapi dekapan hangat, dengan penuh kerinduan dan rasa bersalah kental dari father, mother, dan kedua adiknya terasa masih membekas.

Topik pembahasan silih berganti dibahas selama di lorong agensi terasa tak menarik, kala ujung mata lelaki bermarga Xiao menangkap objek yang menggelitik rasa penasarannya. Renjun menggerakkan bibir ke kiri dan kanan seakan tengah mengecap rasa karena merasa kesal. Dia mengikuti arah pandang, lalu ikut menyusul yang Xiaojun rasakan.

"Gege," panggil Renjun menegur.

Asyik menerka benarkah di balik pintu adalah Jungwoo, membuat Xiaojun terperanjat mendengar suara salah satu adiknya, "Eh? Ah, tadi kita bahas sampai mana."

Renjun menggelengkan kepala. Rasanya gerutuan dua lelaki kesabaran setipis tisu ini, tak lagi menarik kala melihat semu-semu mimik wajah sang teman beda unit di dalam ruang latihan.

"Gege, bagaimana bila kita hampiri Jungwoo Hyung?" tawar Renjun.

Menarik tetapi bagaimana bila alasan ekspresi mimik wajah Jungwoo, justru memengaruhi mood berujung kehadiran keduanya tak dianggap? Atau justru kehadiran mereka hanya menjadi pelampiasan kekesalan?

"Kau yakin, Renjun-ie?" Anggukan kepala antusias Renjun, membuat Xiaojun menghela nafas pasrah dan menurut.

Renjun menatap iba salah satu Hyung-nya tampak sangat banyak pikiran. Bahkan suara derit pintu ruang latihan, tak sukses mengusik lamunan Jungwoo. Tanpa menggeser posisi duduk, Jungwoo tetap menatap kosong pantulan dirinya.

"Hyung."

"Hyung!"

"Jungwoo Hyung!" Panggilan bersama yang dilakukan Renjun dan Xiaojun barulah membuahkan hasil.

Jungwoo terperanjat, membelalakkan mata tak menyadari sejak kapan kedua adik beda unitnya di sini. Jungwoo meluruskan kaki menatap Xiaojun dan Renjun, yang duduk di samping kanan dan kirinya.

"Ada apa? Tumben kalian di agensi, apakah CEO memanggil? Atau keperluan lain?"

"Hanya mengantarkan Kun Gege dan Chenle saja, Hyung."

"Lalu ternyata ada Hendery dan Yangyang juga jadi ya seperti itu, Hyung."

Jungwoo tersenyum getir, dua nama itu membuatnya iri tak henti-henti. Betapa hangat dan humoris, interaksi mereka bersama suami-istri yang tak banyak publik ketahui bila merupakan orang tua dirinya, Jaehyun, dan Doyoung.

"Hyung apa kau baik-baik saja?"

"Apakah ada yang Jungwoo Hyung pikirkan?"

Mulut Jungwoo terkunci rapat kala justru menatao mata kelinci milik si sulung. Doyoung bergeming tepat setelah mendengar pertanyaan Renjun dan Xiaojun.

"Renjun-ie? Xiaojun?"

Kedua lelaki pemilik nama berbalik kala merasa dipanggil. Jungwoo menghela nafas malas. Tampaknya tempat persembunyian tercium oleh si sulung.

"Loh Renjun, Xiaojun!"

Jungwoo tarik perkataannya dimana menyebut apabila hanya sebatas diketahui si sulung. Karena dia mampu menduga mengenai, siapa yang membocorkan keberadaannya. Lelaki ber-dimple memunculkan kepalanya sedikit, mendengar dua nama yang menemani si tengah.

Jungwoo mengalihkan pandangan menghadap dinding, Jaehyun tengah mode peka penyebab Jungwoo demikian hanya menggaruk tengkuk gatal. Bagi Jaehyun lebih baik merayu berulangkali Jungwoo, dibandingkan mendengar omelan Doyoung. Ya, walau sebenarnya tak ada yang lebih baik.

"Hyung mau latihan? Kalau begitu kami pamit dulu, Hyung," tutur Xiaojun. Doyoung menyingkir dari pintu, memberikan ruang agar tak menghadang Xiaojun dan Renjun.

Jaehyun melirik cemas Doyoung yang dirinya duga, telah terbesit niat untuk mengomel pada Jungwoo. "Juan," panggil Jaehyun lembut, merayu agar si tengah tak marah.

Jungwoo melirik sengit Jaehyun, lalu kembali menghadap dinding, sembari bersedekah dada. "Huh!"

Doyoung memutar paksa tubuh Jungwoo, duduk di hadapan sang adik, lalu menatap lekat-lekat si tengah. "Jungwoo!"

Jungwoo membelalakkan mata terkejut, seluruh tubuhnya spontan gemetar, dia tak berani menatap si sulung yang tampak mode kelinci marah.

"Ne--nee." Suara Jungwoo terdengar sangat pelan, bahkan Jaehyun yang di sampingnya tak mendengar sahutan sang adik.

"Kau tahu apa salahmu?"

Jungwoo mengernyitkan dahi dan menggelengkan kepala. Dia sangat percaya diri, bahwa tak bersalah. Lantas dimana titik kesalahannya?

"Aa sudah A," tegur Jaehyun.

Doyoung membanting pintu ruangan secara kasar. Lebih baik menepi demi tangannya tak melewati batas. Jaehyun berulangkali meminta maaf kelepasan menyebutkan keberadaan Jungwoo.

Father and Mother (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang