Yukkk, tekan dulu bintangnya :)
Malam sudah semakin larut ketika Sultan dan Isyana sampai di apartement. Mereka terkejut ketika tiba di lobby seorang wanita menghampiri mereka. Tangan wanita itu melayang, menampar mengenai pipi kanan Sultan.
Wanita yang menggunakan celana dan atasan blazer itu hanya menatap sengit Sultan. Isyana masih terkesiap, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Namun saat menengok pada Sultan, wajah pria itu tampak datar tidak menunjukkan emosi apa pun.
Sultan sepertinya mengenal wanita yang kini berdiri tepat dihadapannya.
"Kamu emang engga tau malu ya? Bisa bisanya ngemis properti sama Ayah? Kamu dan Ibumu itu sama sama tidak tau diri! Parasit!"
"Saya engga tau maksud Mbak Neena apa. Tapi tolong diingat, saya tidak pernah meminta apa pun. Mbak bisa tenang saya engga akan minta sepeserpun harta Ayah. Jadi tolong jangan pernah menjelek jelekkan Ibu saya."
"Awas kalau sampai Ayah memberikan properti itu ke kamu!" wanita itu tersenyum menyeringai ketika melihat Isyana yang berdiri di sampingnya, "memang munafik ya kamu, di luar sok alim kayak ibumu tapi ternyata diam diam bawa perempuan ke apartement."
Setelah mengatakan kalimat yang menyakitkan itu si wanita yang Sultan panggil 'Mbak Neena' langsung berbalik keluar dari gedung apartement. Setelah tersadar dari keterkejutannya Isyana langsung menghadap Sultan. Wanita itu melihat pipi Sultan yang memerah.
"Mas engga papa?" Isyana mendongak untuk melihat wajah pria itu lebih dekat.
"Engga papa, yuk langsung naik ke atas. Kayaknya Mbak Shima sama suaminya pada belum balik dari acara nikahan teman mereka.
Setelah mereka sampai di dalam unit apartement Sultan, Isyana langsung mengambil es batu dan meminta Sultan untuk duduk di kursi agar wanita itu dapat mengompres wajahnya supaya tidak semakin bengkak.
"Sakit ya Mas?" tanya Isyana lirih, wanita itu tidak tega melihat pipi Sultan dan ditambah dengan bagaimana wanita tadi memperlakukan Sultan. Rasanya sedih sekali Sultan dimaki dan pria itu hanya diam saja.
"Kamu kenapa?" Sultan kaget saat mata Isyana sudah berkaca kaca dan tiba tiba saja air mata mengalir tanpa wanita itu bisa cegah.
Isyana melepas kompresnya, dan wanita itu menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Ia mulai terisak, diusapnya air matanya dengan kasar.
"Engga papa kok," jawab Isyana ketika sudah mulai tenang.
"Kamu sedih yaa soalnya kakak saya mengira kamu kayak tadi. Jangan dengerin, dia kan engga tahu kamu sebenarnya. Sabar yaa," Sultan mengelus lembut puncak kepala wanita itu, tapi Isyana yang sebelumnya sudah mulai tenang kembali menangis.
Wanita itu heran, bagaimana bisa Sultan malah menyuruhnya sabar. Padahal pria itu yang tadi dimaki maki oleh kakaknya sendiri. Tapi pria itu malah lebih memikirkan perasaannya.
"Loh kok malah tambah kenceng nangisnya? Saya minta maaf yaa kamu harus liat kejadian tadi."
"Mas Sultan kenapa bisa tetap sabar dikatain begitu? Aku kesel, sedih juga liat Mas diam aja engga balas apa pun."
"Karena sudah biasa mungkin. Lagian saya engga masalah asalkan jangan menghina Ibu. Terserah orang lain mau ngatain saya, tapi jangan Ibu saya."
Mendengar kata 'sudah biasa' membuat Isyana kembali sedih. Entah cobaan apa saja yang telah pria itu lalui hingga membentuknya menjadi pria yang begitu sabar.
"Keluarga saya kondisinya seperti ini. Mungkin ke depannya akan ada cobaan lainnya, kamu bisa mempertimbangkan lagi hubungan kita. Tapi jika kamu memilih tetap lanjut, tentu saya akan selalu berada di samping kamu dan mencoba menghindari konflik konflik yang tidak perlu. Saya juga tidak akan menyentuh harta ayah saya, agar hidup saya ke depannya tidak di usik oleh saudara saudara lain hanya karena perebutan harta warisan."
Sultan kadang merasa takut jika dirinya tidak berhasil membuat Isyana bertahan dengannya karena kondisi keluarga pria itu yang berantakan. Pria itu gelisah apa lagi dengan kejadia yang baru saja terjadi mengingatkannya keluarganya penuh dengan konflik dan perebutan masalah warisan.
o0o
"Udah malem nih, cari makan yuk?"Bagas yang baru saja pulang dari kampus mengajak Isyana, karena wanita itu saat ini satu satunya perempuan yang berada di kost Himalaya. Para penghuni wanita belum ada yang kembali dari kampus atau pun kantornya. Mengingat kasus bunuh diri yang pernah terjadi tentu Bagas tidak tega jika meninggalkan wanita itu sendirian. Rasa takut itu kadang masih mereka rasakan.
"Engga mau pesen aja?" Isyana baru saja sholat isya di kamarnya sendirian, setelah selesai ia langsung berlari keluar karena tiba tiba merinding. Padahal belum ada sehari dirinya kembali ke kost. Lebih baik dirinya bergabung dengan Bagas yang sedang bermain gitar di bawah pohon mangga.
"Keluar aja lah. Ngeri juga lama lama, ini penghuni kost pada kemana sih? Kok pada engga balik balik," gerutu Bagas yang semalam mendengar tangis wanita.
"Ya udah, mau makan apa?"
"Nasi goreng Padmanaba mau engga?"
Bagas menawari makan di warung nasi goreng Padmanaba yang biasanya menjadi langganan pelajar dan mahasiswa. Antrian warung nasi goreng ini selalu ramai dari sore hingga malam hari. Rasa bumbu rempah yang kuat namun disajikan dengan sederhana membuat ketagihan. Isyana sudah beberapa kali makan di sana, dan Sultan lah yang mengenalkannya pada warung nasi goreng Padmanaba. Warung ini buka dari pukul enam sore hingga tengah malam.
Mereka pun akhirnya berboncengan menuju tempat makan yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka kost.
Alumni Mas Sultan
Isyana, kamu mau makan malam apa? Saya baru inget motor kamu belum dibenerin, saya pesenin makanan yaa?
Isyana
Ini aku baru makan nasi goreng Padmanaba bareng temen kok Mas.
Alumni Mas SultanSyukurlah kalo udah makan.
Isyana hanya membaca chat terakhir yang Sultan kirimkan, karena wanita itu merasa tidak harus menjawab apa pun. Wanita itu menutup ponselnya saat nasi goreng pesanannya datang.
"Kemarin nginep dimana? Kost cewek kosong semua bikin tambah ngeri aja." tanya Bagas setelah menyendokkan nasi goreng satu sendok penuh.
"Di apartement..." Isyana berpikir sejenak, bingung harus menyebut Sultan siapanya karena pria itu bukan pacarnya, mereka juga belum resmi tunangan atapun yang lainnnya. "Hmm kenalan."
"Kenalan apa kenalan? " goda Bagas ketika Isyana menjawabnya dengan ragu ragu.
Isyana pun hanya tertawa salah tingkah, tawa yang begitu memanjakan telinga. "Lo sendiri berani dari kemarin tinggal di kost an?"
"Ya mau gimana lagi, males juga mau ngungsi. Tapi jangan cerita ke siapa siapa yaa," Bagas mendekatkan wajahnya ke arah Isyana dan berbicara dengan nada berbisik "kemarin malem gue denger suara tangisan. Sumpah bikin merinding."
"Ahhh lo mah,ngapain pake cerita sih!"
Oke bagaimana Isyana akan melewati malam ini? Awalnya ia sudah ketakutan, ditambah dengan cerita Bagas barusan membuatnya semakin takut saja.
Setelah dipikir pikir, mungkin cerita ini akan membuat beberapa orang salah paham. Terutama yang mengenal saya atau pun Mas Sultan di dunia nyata.
Alur cerita ini hanya fiktif belaka yaa, mungkin akan ada beberapa yang benar benar terjadi tapi anggap saja itu hanya pemanis untuk membuat cerita ini lebih hidup.
Untuk beberapa akun yang kenal saya di dunia nyata, shhhttttt!🤫 Jangan bilang bilang ke Mas Sultan asli, okey okeyyy?🥺
KAMU SEDANG MEMBACA
BETTER THAN WORDS (END)
RomanceMari berkenalan dengan Mas mas Jawa, tinggi 180, dewasa, sopan, wangi, manis, pinter, royal, sabar, penyayang, kalo dipanggil jawabnya "dalem sayang" atau "dalem dek" Namanya Sultan Candra Wardhana, Mas mas yang bikin meleleh pas pake kemeja batik d...