Sore itu sepulang mengajar Sultan langsung menjemput istrinya. Sembari menunggu pria iyu memesan ice americano dan mengeluarkan laptopnya sekalian menyiapkan bahan ajar untuk mahasiswanya.
Sultan memilih tempat duduk di pojok dan menghadap jendela kaca. Karena terlalu fokus dengan pekerjaannya, Sultan tidak menyadari kedatangan istrinya. Isyana pun menatap punggung lebar suaminya. Wanita itu teringat ketika dahulu Sultan sering ke Heaven Bakery sedangkan Isyana masih berdiri di balik meja kasir.
Dahulu Isyana masih menjadi parttime kasir, sedangkan kini dirinya sudah menjadi staf keuangan. Dahulu hubungan Sultan dan Isyana hanyalah sekedar adik dan kakak tingkat. Namun kini mereka berdua telah menjadi suami istri yang telah sah di mata agama maupun di mata hukum.
Isyana selalu mensyukuri proses dan perkembangan yang terjadi di hidupnya. Mungkin tidak mudah untuk sampai di titik ini, entah sudah berapa kali dirinya mengeluh, dan ingin berhenti. Namun nyatanya wanita itu tetap berjalan meskipun tertatih, dan sampai di titik ini.
"Mas?" panggil Isyana sembari menepuk bahu Sultan lembut.
"Hai, udah selesai?" tanya pria itu menoleh pada istrinya.
Isyana mengangguk, "udah nunggu lama? Maaf yaa."
"Engga papa, ini juga sambil ngerjain bahan ajar."
Setelah Sultan menghabiskan kopi pesanannya mereka pun menuju kos Himalaya terlebih dahulu untuk mengambil motor Isyana dan sisa barang barangnya. Di sepanjang perjalanan mereka berdua mengobrol mengenai hari ini.
"Mas liat deh," Isyana menunjuk di pinggiran jalan raya "entah kenapa aku merasa terintimidasi gitu kalau lewat sini."
"Terintimidasi kenapa?"
"Sadar engga sepanjang jalan ini dipasangin sama bendera partai yang warnanya mencolok begitu. Udah gitu gede dege banget benderanya,jarak pemasangannya mana deket deket begitu."
Sultan menyemburkan tawanya melihat istrinya bergidik ngeri, "cuma bendera begitu masak terintimidasi?"
"Engga nyaman aja. Apalagi kadang tiang bambunya pada mentiung ke jalan begitu. Ditalinya pake apa sih? Kawat yaa? Tapi tetep aja ngeti, kalo tiba tiba roboh terus nimpuk orang di jalan gimana? Bahaya kann."
"Biasanya kayak gitu udah ada perizinan pemasangannya. Tapi mungkin harusnya diperhatikan lagi yaa, cara pemasangannya. Jangan sampai membahayakan masyarakat malahan."
Belum sampai Isyana membalas kalimat Sultan, ternyata apa yang mereka takutkan terjadi. Terdapat salah satu tiang bendera partai politik yang roboh ke arah jalan raya. Selain mengganggu lalu lintas jalan, juga membuat masayarakat menjadi tidak nyaman.
"Tuhh kan, baru dibilangin. Udah nemu tiang bendera partai yang roboh aja," Isyana cemberut melihat itu, "Memang efektif yaa kampanye dengan pasang bendera partai di sepanjang jalan begini?"
Akhirnya disisa perjalanan sore itu mereka membahas mengenai apa saja yang mereka temui di jalan.
o0o
Sesampainya di apartemen, Isyana langsung merapikan barang barangnya. Meskipun tubuhnya sudah lelah tapi wanita itu ingin agar apartemennya tetap rapi. Sultan yang sebelumnya akan mandi pun tidak tega membiarkan istrinya beberes sendirian akhirnya membantu istrinya itu.
"Habis beberes laper lagi," keluh Isyana padahal mereka berdua telah makan di Kos Himalaya.
Lagi lagi, tadi Sultan memesan makanan untuk penghuni kos Himalaya, dan kahirnya mereka makan bersama sekaligus pesta perpisahan Isyana.
"Mau Pizza engga Mas?" mata Isyana berbinar ketika muncul ide untuk memesan Pizaa meskipun sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.
"Boleh, itu order pakai ponsel Mas aja."
Isyana pun menurut, segera memesan dua pizza dengan rasa yang berbeda. Sembari menunggu makanan mereka datang, suami istri itu bergantian mandi. Seperti biasa Isyana mengenakan dress satin yang dilapisi oleh kimono yang panjangnya tepat di bawah lututnya.
Saat Isyana akan mengambil pesanan, Sultan melarang.
"Biar Mas aja, kamu pakai baju begitu."
Isyana cemberut, wanita itu menunggu kedatangan Sultan dengan tidak sabar. Perutnya benar benar kelaparan. Karena Sultan tidak meminum soda, Isyana pun mengambil airdua botol air putih untuk mereka berdua.
Keduanya asik menikmati film di depan televisi sembari menikmati pizza. Isyana begelung di pelukan Sultan, mereka berdua asik berbaring di sofa panjang yang sebenarnya tidak terlalu besar.
Fokus Isyana mulai terpecah saat bibir Sultan sidah menciumi tengkuknya. Wanita itu sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan wajah suaminya itu dari tengkuknya, tapi lagi lagi Sultan dengan usil menjelajahi tengkuk dan pundak Isyana dengan bibirnya yang terus berkelana.
Aku bikin Additional part 23 di Karya Karsa, yukk langsung meluncur yang mau baca.
Link Karya Karsa bisa di click di bio profil wattpad aku yaa.
Zuzur aku penasaran emang beneran efektif masang bendera partai politik di sepanjang jalan begitu? Yang akhirnya malah mentiung ke jalan. Takut ketimpuk aku tu kalau lagi lewat
Kasus tiang roboh ini benar benar terjadi yaa,
Mungkin karena angin, atau ikatannya kurang kuat, entah lahh.
Di tempat kalian bendera partai gini banyak dipasang di sepanjang jalan juga???
KAMU SEDANG MEMBACA
BETTER THAN WORDS (END)
RomanceMari berkenalan dengan Mas mas Jawa, tinggi 180, dewasa, sopan, wangi, manis, pinter, royal, sabar, penyayang, kalo dipanggil jawabnya "dalem sayang" atau "dalem dek" Namanya Sultan Candra Wardhana, Mas mas yang bikin meleleh pas pake kemeja batik d...