12

17.9K 1.2K 11
                                    

Yuhuuu, selamat sore
Yuk jangan lupa pencet bintangnya 👍



Matahari sudah terasa menyengat ketika warga kos Himalaya menyelesaikan acara kerja bakti. Bakwan jagung dan pisang goreng sudah habis sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini perut mereka meronta, butuh diisi dengan makanan berat.

"Duhh laper banget gue," keluh Dion yang langsung menyomot perkedel yang masih hangat.

Tangan pria itu langsung ditepuk keras oleh Dewi, "ih jorok banget Mas Dion, belum cuci tangan!"

"Halah Bapak gue habis dari sawah langsung makan aja sampe sekarang masih sehat walafiat. Asal jangan habis ngobat atau pupuk taneman aja."

"Emang kenapa?" tanya Dewi dengan alis berkerut.

"Ya langsung lewat lah, keracunan."

"Udah udah, yuk makan dulu." Isyana meletakkan panci berisi sayur sop lalu mengambil tempat duduk di samping Sultan.

Mereka duduk melingkar, sedangkan di tengah tengah telah tersaji makanan yang sudah di masak. Sop ayam itu masih mengepul, perkedel pun masih hangat, sedangkan sambal yang tampak merah merona karena Dewi yang terlalu banyak memasukkan cabai rawit merah.

Isyana mengambilkan Sultan nasi, karena letaknya lebih dekat dengan Isyana.

"Segini cukup Mas?" Isyana bertanya untuk memastikan berapa centong nasi yang akan Sultan makan.

"Cukup, terima kasih." Sultan menerima piring itu dengan senyum yang memunculkan lesung pipinya. Rasanya begitu senang menerima perhatian dari wanita itu.

"Duhh, gue juga mau dong diambilin nasinya." Dion menggoda pasangan yang sedang kasmaran itu sembari menyodorkan piring kosongnya pada Isyana.

Yang lain pun menyemburkan tawanya, Isyana menjadi salah tingkah. Melihat wajah malu malu wanita itu membuat Sultan gemas.

"Nih Mas gue ambilin." Dewi menyendokkan satu sendok penuh ke piring yang Dion sodorkan.

"Ihh apaan sih bontot!" Dion yang kesal menukar piringnya dengan piring Dewi yang sudah diisi nasi sayur, perkedel dan sedikit sambal. "tuh makan sendiri sambelnya."

"Balikin piringku Mas!" Dewi mencoba merebut piringnya kembali, tapi gagal akhirnya wanita itu mengalah membiarkan piringnya dinikmati oleh Dion.

"Ini siapa sih yang bikin sambel level setan begini?" tanya Bagas yang sudah kepedesan karena terlanjur mencampur banyak sambel ke makanannya.

"Emang nih anak engga bakat masak," ejek Reza yang matanya mulai memerah dan hidungnya mulai meler.

"Udah engga boleh ngeluh terus, nyukuri apa yang ada. Dasar manusya!" Dewi membela diri, padahal dirinya sendiri juga lidahnya sudah terbakar oleh rasa pedas yang menyengat.

Sambal buatan Dewi memang tidak terasa rasa sapinya tapi sambal itu sukses membuat perut mereka panas dan semoga saja tidak menjadi bolak balik setor ke kamar mandi. Atau lebih parahnya mereka benar benar tidak masuk kuliah dan kerja karena sakit perut yang disebabkan sambal level setan itu.

o0o

"Seru yaa temen temen kos kamu." ujar Sultan ketika mereka berdua sedang berada di ruang tamu kos Himalaya.

Penghuni lainnya sudah kembali ke habitatnya, yaitu kamar masing masing. Sedangkan Sultan menemani Isyana belajar untuk sidangnya. Sebelum sore nanti wanita itu harus berangkat bekerja di bakery.

"Iyaa, makannya udah nyaman di sini males pindah meskipun kemarin ada kejadian kayak gitu." Isyana mengenakan kaca matanya, karena sebenarnya wanita itu memiliki minus mata tapi malas jika harus menggunakan kaca mata setiap saat.

"Ini saya engga papa kan masuk ke sini?" tanya Sultan memastikan, karena terdapat beberapa kos yang tidak menerima tamu dari luar.

"Boleh kok Mas, asal jangan masuk kamar Isyana aja, nanti dimarahin Ibunda Kos. Tapi kalo engga ketahuan kayaknya engga papa kalo emang udah bener bener engga tahan." Goda Dion yang memang suka berbicara sembarangan, pria itu tiba tiba muncul dari arah dapur sepertinya sedang mencari amunisi untuk menemaninya menyelesaikan skripsinya. 

Merasa kesal Isyana langsung melempar kotak pensilnya yang tepat mengenai lengan pria itu. Membuat cangkir kopi yang sedang Dion bawa oleng dan hampir tumpah, beruntung pria itu berhasil menyeimbangkan kembali tangannya. Sehingga kopi hitam itu tidak tumpah  ke lantai yang baru tadi pagi mereka pel.

"Maksudnya engga tahan ke kamar mandi. Ahh ellah ngeres nih otak lo!" setelah puas menggoda pasangan itu Dion kembali bersemedi di kamarnya, semoga mendapat wangsit untuk menyelesaikan tugas akhirnya.

Isyana kembali berkutat menbaca hasil penelitiannya, wanita itu merasa salah tingkah dan canggung karena candaan Dion. Sudut bibir Sultan tertarik membentuk senyuman, melihat Isyana yang mencoba berkonsentrasi pada penelitiannya hingga dahinya berkerut.

"Nanti mau berangkat kerja jam berapa? Masuk shift sore kan?" tanya pria itu memastikan.

"Jam 4 an mungkin Mas."

"Saya antar yaa, nanti pulangnya wa aja biar saya jemput. Motor kamu belum dibenerin kan?"

"Ihh engga usah nanti ngerepotin, aku berangkat naik trans jogja atau ojol aja. Sebenernya siang ini niatnya mau masukin bengkel tapi males, hehe."

"Saya antar, boleh pinjem kunci motor kamu? Nanti saya bawa ke tempat temen saya."

Dahi Isyana berkerut.

"Tenang engga bakal saya jual kok," tawa Sultan pecah.

Akhirnya mereka berdua kembali belajar bersama. Tidak berselang lama Bagas muncul dari pintu depan, pria itu mendekat ke arah pasangan yang sedang lesehan di ruang tamu itu.

"Nih jedai lo ketinggalan di motor gue. Kelupaan semalem," ujar Bagas sembari memberikan jedai yang digadang gadang memiliki kekuatan yang tidak main main, berbeda dengan jedai lainnya yang hanya dipakai sebulan langsung rusak.

Mau bagaimana lagi jepit badai atau yang biasa dikenal dengan jedai itu memang memiliki peranan penting di dalam hidup para wanita salah satunya Isyana. Tadi pagi dirinya mencari cari jedai hitamnya tapi tidak menemukannya di kamarnya, ternyata ketinggalan di motor Bagas saat mereka makan nasi goreng Padmanaba.

"Jadi semalam kamu makan nasi goreng Padmanaba sama Bagas?" tanya Sultan ketika Bagas sudah berjalan menjauh, karena pria itu memiliki acara bermain futsal dengan teman teman kuliahnya.

"Iya kebetulan semalem dia ngajakin cari makan, ya udah deh barengan aja."

"Boncengan? Berdua aja?" Tannya Sultan memastikan dan direspon anggukan oleh Isyana.

"Kamu kemarin engga bilang."

Dahi Isyana berkerut, "kan kemarin aku jawab chat Mas, bilang kalau lagi makan di nasi goreng Padmanaba."

"Iya, tapi kamu engga ngasih tau saya kalau hanya makan berdua dengan Bagas."

"Emang kenapa harus ngasih tau Mas?" tanya Isyana tidak paham.

Sultan menarik napas panjang, pria itu sadar dirinya mungkin telah terbakar oleh api cemburu. Pria itu rasanya tidak nyaman membiarkan Isyana bisa saja setiap hari makan berdua saja dengan penghuni pria kos ini.

Sedangkan Isyana masih tidak mengerti kenapa wajah Sultan tiba tiba tampak datar. Pria itu sudah tidak lagi tersenyum manis hingga lesung pipinya kelihatan. 







BETTER THAN WORDS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang