34

11.3K 864 47
                                    

Yukk kalo mencapai 30 comment, double update hari ini…

Wkwk

 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Isyana tiba di Heavens Bakery yang terletak di Malioboro ketika matahari hampir tenggelam. Padatnya lalu lintas kota Jogja di jam pulang kerja kadang terasa melelahkan meskipun tidak semacet ibukota.

Kelana masih menggerutu karena kejadian saat di lampu merah tadi. Ketika lampu baru  berubah dari merah ke hijau, suara klakson sudah terdengar nyaring. Rasa rasanya dulu Jogja tidak sepadat dan sebising ini.

“Sabar, marah marah aja bumil satu ini.” tegur Gea ketika mereka memasuki pintu Heavens Bakery yang ramai seperti biasanya.

Mereka bertiga sudah berniat naik ke lantai dua, ketika pria dengan celana jeans, kaos putih, dan topi menghadangnya.

“Loh kok di sini?” Kelana yang menyadari siapa pria itu terkejut.

Surprise!

“Kok engga bilang kalo pulang?” tadi memang Kelana mendapat pesan dari suaminya yang menanyakan keberadaannya.

“Dari bandara langsung ke sini. Balik sama Ganesh, tapi dianya udah ke rumah Kakung duluan.” Leon memeluk istrinya, karena terlalu kangen beberapa minggu tidak bertemu.

Isyana  baru menyadari bahwa pria di depannya adalah Leon. Suami dari Kelana itu tidak segan segan memperlihatkan keromantisan dengan istrinya di depan umum. Orang orang disekitarnya yang sebelumnya cuek, akhirnya menyadari jika ada artis di sini.

“Wahh bakal rame nih,” Gea memilih melarikan diri ke lantai atas, menghindari keramaian dan keributan yang akan terjadi. Perlahan mereka bangkit dari tempat duduknya dan berbondong bondong meminta foto bersama Leon.

Kelana yang mulai merasa lelah pun ikut serta kabur ke ruangan Gea. Untuk sementara ia mengungsi di sana, sampai suaminya berhasil lolos dari massa yang meminta foto.

“Kok lo malah ikutan ke sini?”

“Capek gue, takut kalo ntar desek desekan di bawah. Ohh iyaa supermarket deket sini sayurannya masih lengkap engga yaa jam segini?”

“Kurang tau juga, paling masih, tapi ya engga fresh fresh amat. Katanya capek, kok malah mau belanja sayuran? Lo jangan sampe kecapekan, seharian ini kan jalan terus.”

“Sekalian mau belanja, itu suami kalo pulang pasti minta sayur asem. Heran deh, udah lama engga ketemu. Bukannya nanyain istrinya, malah lebih sering nanya masak sayur asem engga? Apalagi semenjak hamil, hampir tiap hari menunya sayur asem.”

“Jadi bukan lo yang ngidam malah dia? Haha”

Gea tertawa, membayangkan Kelana harus masak dan makan sayur asem tiap hari.

o0o

Isyana memilih untuk untuk turun di seberang gedung apartemen dan mampir untuk membeli sate. Saat diperjalanan menaiki ojek online, Isyana ngiler mencium wangi sate yang menggugah selera.

“Pak satenya tiga porsi yaa. Sambal kacangnya dipisah, yang satu porsi ekstra cabai potong.”

Isyana tidak sabar menunggu pesananya dibuatkan. Perutnya mulai keroncongan, menyadari jika ia terakhir makan saat di Pracima Tuin.

“Tumben ndak sama suami Mbak?” tanya bapak penjual sate yang sudah akrab dengan Sultan.

“Iya pulang kerja ini Pak. Ini uangnya, terima kasih yaaa Pak.”

Dengan senyum yang merekah Isyana menerima sate pesanannya, wanita itu pamit dan melihat kiri kanan untuk menyeberangi jalan. Ketika agak lenggang, Isyana melangkahkan hati hati. Tiba tiba dari sebelah kanan melitas pengendara motor berboncengan dan menarik paksa tasnya.

Meskipun dalam keadaan terkejut, Isyana berusaha menahan tas yang berisi laptop dan barang barang penting lainnya. Karena hal itu, tubuhnya oleng dan terseret sebab penjambret itu tidak menyerah. Ketika banyak orang yang menyadari kejahatan yang sedang terjadi, orang orang di sekitar langsung menghampiri Isyana dan membantunya.

Mungkin karena takut tertangkap, penjambret itu langsung kalang kabut dan kabur. Meninggalkan tasnya tergeletak di jalan raya dengan isi yang berhamburan. Karena oleng dan terjatuh di aspal, tangan Isyana lecet beserta dengan sebelah hak sepatu heelsnya yang patah.

“Mbak engga papa? Ada yang luka engga? Yuk duduk di situ dulu mbak,” salah satu ibu ibu yang menolongnya langsung menuntun Isyana duduk di salah satu bangku penjual sate yang tadi dibelinya.

o0o

 

Sultan yang baru saja mendapat kabar menganai apa yang baru saja terjadi pada istrinya langsung menuju ke lokasi kejadian. Saking terburu burunya, pria itu bahkan tidak menyadari jika sedang menggunakan sandal yang berbeda sebelah.

“Kamu engga papa? Ada yang luka? Mau ke rumah sakit sekarang?” berondong Sultan yang kini tengah berjongkok di depan Isyana.

Wanita itu masih duduk di salah satu bangku warung sate, dan sudah mulai tenang. Tadi tangannya sempat gemetar karena terlalu shock. Tubuhnya tadi sempat mati rasa, sekarang mulai merasa perih karena goresan goresan dii tangannya.

“Aku engga papa Mas, cuma kaget aja kok.”

Setelah berterima kasih, Sultan membawa istrinya pulang. Sesampainya di unit apartemen Isyana langsung memeriksa tasnya, ia menghembuskan napas lelah ketika mendapati laptop kerjanya rusak dan tidak bisa di hidupkan.

Laptop yang sudah menemani Isyana selama berkuliah itu terlempar dari tasnya, lalu terbanting cukup keras. Masalahnya adalah semua file pekerjaannya ada di laptop tersebut.

“Kenapa?” tanya Sultan yang masuk ke kamar mereka dengan membawa kotak P3K.

“Rusak laptopnya, masih bisa dibenerin engga ya? Ada file kerjaan di sini semua.”

“Coba besok Mas bawa ke tempat service. Mana aja yang luka?”

Sultan memeriksa satu per satu luka Isyana, lalu mengeluarkan kapas dan obat merah mengobatinya.

“Mau mandi dulu. Gerah, lengket juga ini badan.”

Setelah mandi kilat, Isyana kembali duduk di ranjang dan diobati lukanya. Wanita itu anteng, dan sesekali mendesis merasakan perih.

“Ngeliat plat  kendaraan pelakunya tadi?” tanya Sultan ketika sudah selesai mengobati semua luka istrinya.

Isyana menganguk, ini lah yang ia pikirkan sejak tadi. Wanita itu baru sadar, ia seperti penah melihat kendaraan yang ditumpangi oleh pelaku tadi.

“Kok kayaknya sama kayak yang ngikutin aku dulu ya Mas. Tapi dulu cuma satu orang. Sekang berdua. Engga sempet lihat wajahnya, dua duanya pake helm full face.”

Tubuh Sultan menegang, wajahnya mengeras.

“Kayaknya ada cctv di depan kios kios pinggir jalan. Boleh engga yaa kalo izin liat,” lanjut Isyana ketika tidak ada respon dari suaminya.

“Besok Mas yang urus, sekarang kamu istirahat.” Sultan menutupi tubuh istrinya dengan selimut, mengelus kepala wanita itu lembut.

“Mau kemana?” tanya Isyana ketika Sultan beranjak dari ranjang.

“Ke bawah bentar, Mas panggilin Anya buat nemenin di sini.”








BETTER THAN WORDS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang