31

12.1K 896 86
                                    


Ternyata apa yang dikatakan Sultan hanyalah kebohongan belaka. Pria itu bohong jika hanya menginginkan sekedar satu atau dua ronde belaka. Kegiatan panas mereka baru berakhir ketika Isyana terkapar lemas di tengah ranjang karena entah pelepasannya yang kesekian kalinya, dan pintu kamar mereka diketuk oleh Ibu dari luar.

Isyana tidak mampu hanya untuk sekedar bangkit atau pun membukakan pintu kamar. Jadilah Sultan bangkit, pria itu terlebih dahulu menutupi tubuh istrinya, lalu dengan cepat menyambar celana panjang dan kaos dari dalam lemari dan membukakan pintu kamar.

Sultan menyapa sebentar ibunya dan memberitahukan jika Isyana saat ini tengah tertidur. Pria itu berjanji akan bergabung bersama ibunya setelah mandi. Sedangkan Isyana yang setengah sadar dapat mendengar sayup sayup pembicaraannya mereka, tapi matanya tidak dapat diajak untuk tetap terjaga. Wanita itu kini sudah terlelap, berpindah ke alam mimpi.

Meskipun baru saja pulang dari perjalanan panjang, Sultan tidak tampak kelelahan. Pria itu dengan langkah pelan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, membiarkan istrinya tertidur.

o0o


"Sampai apartemen jam berapa Mas?" tanya Ibu yang menyerahkan air minum untuk Pak Ilham, suami dan anak lelakinya.

"Pagi tadi Bu. Anya pulangnya jam berapa Bu? Ini Mas WA belum dibalas," keluh Sultan ketika tidak mendapat balasan dari remaja SMA itu.

"Sore kayaknya Mas, siang tadi Ibu WA katanya mau pulang bareng temennya."

Mereka berkumpul di ruang keluarga sembari menonton televisi, Pak Ilham juga bergabung di sana, orang yang sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja dengan ayahnya itu memang sudah dianggap seperti keluarga senidri.

"Loh temennya memang udah pada naik kendaraan sendiri?" Pria itu khawatir dengan keselamatan keponakannya itu. Apalagi mengetahui bagaimana anak anak sekarang berkendara dengan ugal-ugalan.

"Biar nanti Pak Ilham aja yang jemput. Bu tolong tepon Anya, suruh share loc sekarang lagi dimana."

Sultan mengangguk setuju, sepertinya Ayahnya juga memiliki pemikiran yang sama dengannya. Ayahnya meskipun terlihat cuek memang diam diam peduli.

Ibu hanya bisa menghela napas, mencoba menghubungi Anya. Wanita paruh baya itu prihatin ketika menyadari suami dan anaknya pasti akan posesif pada gadis remaja itu.

"Ayah mau beli rumah di sekitar sekolah Anya. Ada beberapa pilihan, tapi agak sulit cari yang lebih dari 5 kamar. Kalau bangun rumah baru, kelamaan jadinya."

Ayahnya memang memiliki standar sendiri dalam membuat rumah. Rumah utama memiliki lebih dari sepuluh kamar. Di rumah itu ditinggali oleh keluarga sera karyawan karyawannya.

"Kenapa tiba tiba mau beli rumah?" tanya Ibu yang juga baru pertama kali mendengar rencana suaminya itu.

"Kamu sama Anya mau tinggal di Jogja. Tidak mungkin terus terusan tinggal di apartemen kan? Lebih baik sekalian beli rumah."

"Mas udah ada rencana beli tanah, bukan di tengah kota. Tapi lokasinya cukup strategis," ungkap Sultan, pria itu juga kurang setuju jika ayahnya membeli rumah lagi untuk Ibunya yang nantinya menyebabkan istri lain iri.

"Berapa hektar kamu beli?"

Sultan menhan diri untuk tidak terpancing, tentu ia belum mampu jika harus membeli tanah berhektar hektar seperti yang ayahnya lakukan. Jika menuruti selera ayahnya, pria itu pasti harus membangun rumah bertingkat tingkat dengan fasilitas lift seperti di rumah utama kampung halaman mereka.

"Ayah beli rumah ini buat istri dan cucu, terserah kamu nanti mau ikutan tinggal di sana atau tidak. Tapi jangan larang Ayah."

Sultan hanya khawatir jika kelak hal ini akan dipermasalahkan oleh Neena atau pun istri kedua Ayahnya. Mereka pasti akan menjadikan ibunya bulan bulanan. Neena pun pasti akan curiga mengenai Anya.

"Lagi pula kalo Shima sama anaknya ke Jogja kan biar sekalian ada tempat menginap." Putus ayahnya tidak dapat diganggu gugat lagi.

"Pak, Rizal sudah sampai sepertinya." Pak Ilham mendekati bos nya itu, memberitahukan jika orang kepercayaannya telah tiba di apartemen.

"Ohh iya, Rizal udah sampai bawa mobil Isyana. Katanya dia udah kamu ajarin nyetir kan?" tanya Ayahnya memastikan.

"Yah, Mas mampu buat beliin Isyana mobil. Mending buat yang lain."

"Nyatanya istrimu masih naik motor ke sana kemari. Lagi pula apa salahnya Ayah beliin buat mantu sendiri. Kamu ini kenapa selalu menentang terus keputusan Ayah."

o0o

Isyana tidak dapat menutupi wajah terkejutnya saat menyaksikan mobil yang ayah mertuanya belikan. Wanita itu menoleh perlahan ke arah suaminya, namun Sultan hanya menghendikkan bahunya.

Isyana ketika terbangun dari tidurnya, lalu mengetahui hadiah yang mertuanya berikan merasa serba salah. Jika ia menolak ayah mertuanya tidak menerima penolakan, jika dia menerima, Isyana merasa ini terlalu berlebihan.

"Kok Mas engga nolak sih?" protes Isyana saat keduanya tengah berada di dalam mobil Sultan.

Sore ini Sultan akan kembali mengajari Isyana menyetir, sekalian mereka menjemput Anya di rumah temannya. Pak Ilham diajak ayahnya untuk mengurus kerjaan dengan Rizal. Sedangkan Ibunya juga ikut pergi.

"Udah, tapi tau sendiri Ayah engga bisa ditolak kalau udah punya kemauan. Beliau malah sekarang aja malah mau cari rumah yang punya lebih dari lima kamar di sekitaran sekolah Anya."

"Dapet?"

Sultan menggeleng.

"Sebenarnya ada Mas, bahkan bisa sampai 15 kamar lebih."

"Ohh iyaaa?"

Isyana mengangguk semangat, "iya bangunan kos kos an maksudnya. Kan kamarnya pasti banyak tuh."

Isyana nyengir tanpa dosa. Sultan mengacak rambut Istrinya gemas. Rambut itu sedikit lembab, karena belum sepenuhnya kering meskipun telah dikeringkan menggunakan hair dryer. Wanita itu tadi sempat mengeluh karena semenjak menikah dalam sehari bisa mandi besar lebih dari dua kali. Mau jadi apa kulit dan rambutnya jika keseringan mandi dan terkena bahan kimia.

"Yuk jalan, pelan pelan aja."

"Cium dulu! Biar semangat belajar nyetirnya," pinta Isyana sembari menyodorkan pipi kirinya.

Sultan tertawa, bisa saja istrinya ini. Bukannya mencium pipi, pria itu malah mencium bibir Isyana, sedikit menyesapnya.

"Ihhh kok di bibir sih !?" protes Isyana.

"Ya kan katanya minta cium." Sultan menjawab tenang sembari memasangkan seatbelt Isyana lalu memasang miliknya sendiri.

"Tapi kan di pipi aja. Ntar kalo kebablasan kayak tadi pagi gimana? Lagi di basement nih. Nanti dikira pasangan mesum terus digerebek lagi."

"Kamu aja yang mikir mesum. Lagian kita udah jadi suami istri juga."




Akan langsung update kalo sudah mencapai 150 votes dan 50 comment.

Yukk ramaikan part ini










BETTER THAN WORDS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang