15

19.4K 1.2K 14
                                    

"Emang dasar bajingan itu cowok! Diajak nikah katanya nunggu mapan dulu! Taunya malah selingkuh sama temen kantornya!"

Amel melemparkan barang barang pemberian mantannya ke tong sampah, beberapa baju, sepatu, dan juga boneka sudah membuat tong sampah di kos Himalaya membludak. Gadis itu melempar dengan penuh emosi, baru saja dirinya mendapati tunangannya mengajak 'teman kantornya' ke apartement milik pria itu.

"Mbak dari pada dibuang mending buat aku aja," Dewi menatap nanar barang barang yang sudah hampir setengahnya masuk ke dalam tong sampah.

"Ya udah nih ambil aja!" Amel meletakkan sisa barang pemberian mantan itu ke lantai, dari pada terbuang sia sia lebih baik diberikan ke orang lain bukan, "tapi jangan pernah dipake di depan gue ya!"

"Siap!" Dewi dengan semangat memunguti barang yang tercecer itu.

"Ckckck! Dua tahun pacaran dikasih barang sebanyak ini sama mantan lo Mbak?" Dion ikut nimbrung.

Memang banyak barang branded, jadi jika orang orang menilai sebenarnya mantan tunangan Amel sudah cukup mapan. Mungkin memang tidak berniat menikahi Amel saja, oleh karena itu selalu menunda nunda rencana pernikahan mereka berdua.

"Iya sayang kan Mas kalo dibuang, mending disedekahin ke aku." ujar Dewi dengan semangat.

"Wi kalo lo sama mantan dikasih apa aja?" goda Dion yang tahu mantan Dewi juga cowok brengsek yang berkali kali menyelingkuhinya.

"DIKASIH MASALAH SAMA SAKIT HATI!" jawab Dewi ketus.

"Isyana mau bikin cilok bareng bareng engga? Gue butuh menyalurkan emosi ini!" ajak Amel pada gadis yang memang ia tahu sudah terbiasa di dapur.

"Boleh, tapi kayaknya engga ada persediaan tepung tapiokanya deh."

"Aku sama Mas Dion aja yang belanja!" usul Dewi mencoba ikut berkontribusi.

"Cari di swalayan aja, nih uangnya. Sekalian beli minuman deh!" Amel memberikan beberapa lembar seratus ribuan.

"Banyak amat Mbak uangnya? Ini kita mau buka lapak jualan cilok atau gimana?" kernyit Dewi ketika menerima uang yang Amel berikan.

"Tepungnya beli sekilo atau dua kilo, sekalian buat persediaan, buat bumbunya nanti gue WA deh. Gue check dulu di dapur ada apa engga."

"Terus minumannya apa Mbak?" tanya Dion menjadi satu satunya pria di sana karena yang lainnya belum ada yang pulang ke kos.

"Anggur Merah Mas," Dewi menyemburkan tawanya "atau soju deh. Biar kayak di drakor drakor, biasanya kalo galau apa lagi ada masalah mereka minum minum soju campur bir gituu. Tapi masak minum soju, makanannya cilok?"

"Engga papa akulturasi makanan, lagian lo apa apa mirip drakor." gerutu Dion yang sudah mulai jengah;

"Tapi drama korea itu hebat loh Mas, mereka bisa mempromosikan kebiasaan dan kebudayaannya lewat drama korea. Jadinya kebudayaan dan makanan mereka bisa dikenal sama negara lain, makanannya pun jadi digemari sama orang orang dari negara lainnya."

Isyana meringis mendengar obrolan penghuni kos Himalaya kadang berbobot meskipun lebih banyak yang gaje. Gadis itu tahu jika itu hanyalah bercanda, meskipun terlihat urakan Dion termasuk pria yang taat sholat. Begitu juga Dewi, meskipun sering nonton drakor cipokan gadis itu sebenarnya masih polos.

"Bentar kalo perpaduan dua budaya itu akulturasi apa asimilasi sih Mas? Kalo akulturasi kan" belum sempat Dewi melanjutkan kalimatnya sudah dipotong.

"Bodo amat mau akulturasi apa asimilasi! Ayok buruan,"

"Minumannya sprite atau cola aja. Kalo mau miras nanti dosa gue nambah banyak, masak menyubsidi kalian mabok mabokan! Cepet sana!" Amel sudah lelah dengan perdebatan gaje Dewi dan Dion.

BETTER THAN WORDS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang