Apa namanya kegiatan panggilan video atau panggilan suara yang dilakukan di malam hari hingga keduanya tertidur?
Sleep call?
Sultan dahulu menganggap jika kegiatan sleep call membosankan bahkan tidak pernah terpikirkan untuknya akan melakukan kegiatan tersebut. Dari seberang sambungan pria itu sudah tidak mendengar suara Isyana, sepertinya wanita itu sudah tertidur.
Pria itu kembali tersenyum mengingat bagaimana Isyana bertanya apakah dirinya sibuk atau tidak, dan dengan ragu ragu bertanya apakah dirinya bisa menemaninya lewat panggilan suara hingga wanita itu tertidur.
Sepertinya wanita ini masih ketakutan dengan apa peristiwa bunuh diri yang terjadi di kost Himalaya. Malam itu Sultan tidak berniat memutus panggilan suara mereka berdua. Membiarkannya tetap terhubung hingga pagi hari.
Saat azan subuh berkumandang, Isyana menggeliat lalu perlahan lahan membuka matanya. Ketika akan memeriksa ponselnya, wanita itu terkejut karena sambungan panggilan suara itu masih terhubung. Tapi Sultan memilih membisukan miliknya.
Mendengar suara dari ponselnya, Sultan yang akan sholat subuh pun meraih ponselnya nan menyentuh icon agar suaranya tidak dibisukan lagi. Pria itu sengaja membisukan suaranya, agar Isyana tidak terganggu dengan suara berisik dari miliknya.
"Udah bangun?" tanya pria itu dengan suara rendahnya.
"Kok engga dimatiin telponnya Mas?
"Engga papa, ini saya sholat dulu yaa sekalian mau charger ponsel saya yang lowbath."
Setelah itu mereka baru memutus sambungan telepon lalu menjalankan aktivitas paginya. Saat Isyana keluar dari kamarnya, Dewi dan Reza sudah berada di pekarangan menggunakan pakaian olahraganya.
"Pada mau kemana?"
"Jogging sekalian cari sarapan, mau ikut Mbak?" tanya Dewi balik.
"Engga deh, mager masih dingin begini."
"Lo mau ikut engga Mel?" tanya Reza pada Amalia atau sering dipanggil Amel.
Wanita itu baru saja turun dari rooftop sembari membawa ember, sepertinya Amel baru selesai menjemur pakaian. Jogja akhir akhir ini dingin sekali, apalagi di pagi hari. Isyana kagum wanita itu mau menyentuh air di pagi buta begini dengan suhu air yang begitu dingin.
"Kemarin bahan bahan dapur baru di isi, kebetulan Mbak Kelana kirim duit minta tolong diisiin dapurnya soalnya doi engga bisa nengok kost kostan. Mending sarapannya masak bareng bareng aja, dari pada nanti bahan makanannya engga ke pake." Usul Amel yang kemarin malam menyempatkan diri berbelanja atas perintah ibu kost.
"Emang engga salah ngekost di sini, harga kost miring, ibu kost perhatian, ditambah subsidi persediaan makanan. Mau tinggal di kost kost an berhantu juga engga masalah sih," ujar Dion yang baru saja keluar dari kamarnya, masih menggunakan kaos oblong. Dewi mendengus saat melihat rambut acak acakan dan bekas iler di pipi.
"Nggilani lho Mas Dion, cuci muka dulu sana!"
"Ya udah kalo gitu mumpung hari libur, kerja bakti aja. Bagi tugas, ada yang bersih bersih sama ada yang bikin sarapan. Yang mau mau aja, jangan pada di paksa. Takutnya nanti ada yang keberatan malah gerutu di belakang. Meskipun udah ada Mbak Ros yang bersih bersih, tapi bagian pekarangan kayaknya masih perlu di rapiin lagi." Usul Reza.
"Iya sih, kita juga tinggal di sini di kasih harga murah, fasilitas juga bagus. Mbak Kelana kayaknya bikin Kost Himalaya tuh niatnya sedekah atau gimana?" lanjut Dewi menambahi.
"Ya udah bagi tugas ya, gue bikin sarapan. Siapa yang mau bantu? Isyana?" tanya Amel yang langsung disetujui oleh Isyana.
"Kok aku engga ditanyain Mbak?" protes Dewi cemberut, karena tidak diajak membuat masakan.
"Halah lo mending ikut gue. Kalo di dapur yang ada bukannya bantuin tapi malah bikin rusuh. Motong sayuran ukurannya engga pernah sama, masukin garem engga kira kira, bedain lada, ketumbar, sama kemiri aja engga bisa. Kita engga mau ya sakit perut kalo lo ikutan masak." Reza tidak mau Dewi mengacaukan masakan yang telah dibuat susah payah oleh Amel dan Isyana.
"Yang ada besok pada sakit perut pada engga bisa berangkat kantor sama ngampus." tambah Dion dengan semangat membully Dewi si bontot.
Merasa di bully Dewi langsung cemberut, wanita itu mencebikkan bibirnya. Memang dirinya tidak terlalu pandai berada di dapur. Tapi dirinya juga malas bergabung dengan Reza bersih bersih pekarangan.
"Halah Mas Reza kemarin ngerebus telur aja gosong kok. Lebih parah siapa coba?" balas Dewi tidak terima.
"Udah udah, yuk Dewi ikut gue sama Isyana aja. Yang lain bersih bersih ya?"
Untuk camilan Isyana menggoreng bakwan jagung dan pisang goreng. Sedangkan Dewi membuat teh panas di teko dan Amel memotong motong sayuran untuk sayur sop. Mereka memasak dalam porsi besar mengingat banyaknya penghuni kost Himalaya.
"Punya kentang sama telur banyak kan Mbak? Bikin perkedel gimana? Atau mau tempe goreng aja buat lauknya?" tanya Isyana yang melihat kentang yang di bawa Dion dari kampung halamannya di Wonosobo.
Tidak tanggung tanggung, pria itu membawakan satu karung kentang karena ayahnya memiliki banyak lahan pertanian yang ditanami berbagai sayur mayur.
"Boleh, udah lama juga engga makan perkedel. Tapi ribet engga ntar bikinnya? Kalau pengen simple ya tempe goreng aja," jawab Amel yang masih memotong motong wortel.
"Ntar aku aja yang ngadon perkedelnya, Mbak Amel sana Mbak Isyana tinggal kasih bumbu."
"Boleh tuh, bentar izin sama yang punya kentang." Isyana pun keluar dari dapur dan mencari Dion yang ternyata tengah berkutat merapikan pohon mangga yang dahannya sudah patah.
"Dion, kentang di dapur boleh di masak perkedel engga?" teriak Isyana dari bawah pohon mangga, karena Dion saat ini sedang nagkring di salah satu dahan yang kokoh.
"Boleh lah, gue kasih dapur kan biar pada di masak. Lagian Bapak gue bawain kentang engga kira kira, dikira anaknya mau buka lapak jualan sayur apa begimana dah."
Dion menggerutu karena setiap pulang kampung pasti selalu di beri buah tangan berupa sayur mayur yang jumlahnya terlalu banyak. Mungkin jika skripsinya tidak segera di ACC dosennya, ia akan beralih profesi menjadi juragan sayur saja.
"Loh Mas kok di sini?" Isyana kaget melihat Sultan yang sedang membabat habis rumput liar. Pria itu menggunakan celana jean panjang dan kaos putih polos.
"Tadi niatnya mau ajak sarapan bareng, saya telpon tapi engga diangkat."
Isyana pun langsung meraba sakunya dan ternyata tidak ada ponselnya, "hpnya ketinggalan di kamar kayaknya Mas. Terus mau gimana nih?"
"Sarapan di sini bareng bareng aja, upah bantuin kerja bakti." seloroh Bagas karena memang Sultan sudah ikut berkontribusi dalam kerja bakti kali ini.
"Emang engga papa Mas?" tanya Isyana merasa tidak enak.
"Engga papa lah, saya malah yang takut ngabisin nasi di sini." Canda Sultan.
"Tenang Mas, beras di sini banyak. Kalo habis tinggal minta Dewi, bapaknya juragan beras." Reza menimpali. Sama seperti Dion, setiap pulang kampung Dewi juga akan membawa satu karung beras hasil dari sawahnya sendiri yang berhektar hektar.
Dewi yang mendengar namanya di sebut langsung berteriak, "apa nih sebut sebut nama aku? Btw Mbak itu Royco buat sambelnya seberapa?"
Dewi merasa kebingungan dengan takaran penyedap rasa yang harus dimasukannya ke dalam sambal sebagai pendamping sop. Meskipun wanita itu memiliki teori sendiri, semakin banyak penyedap rasa masakannya akan semakin sedap bukan?
"Sedikit aja jangan banyak banyak."
"Wi kalo kebanyakan nanti sambelnya aneh, masak sambel rasa sapi." Tambah Dion yang masih nangkring di atas pohon.
"Loh kan malah enak Mas, udah engga perlu pake lauk udah ada rasa sapi sapinya."
Hayooo siapa yang suka sleep call sampe pagi yang bikin battery hp nya boros?
KAMU SEDANG MEMBACA
BETTER THAN WORDS (END)
RomanceMari berkenalan dengan Mas mas Jawa, tinggi 180, dewasa, sopan, wangi, manis, pinter, royal, sabar, penyayang, kalo dipanggil jawabnya "dalem sayang" atau "dalem dek" Namanya Sultan Candra Wardhana, Mas mas yang bikin meleleh pas pake kemeja batik d...