Hari ini, Alvaro sudah diperbolehkan untuk pulang. Lebam yang ada di pipi Alvaro,dan di beberapa bagian tubuh nya juga sudah mulai memudar. Arkan dan ke tiga anaknya sedang berkumpul di ruang rawat Alvaro.
"Ingat! di Mansion nanti. Al harus istirahat lagi," ucap Arkan memperingati Alvaro. Alvaro hanyalah diam, fokus nya sekarang adalah ke Aldo.
"Kenapa? Menatap kakak seperti it...,"
Belom sempat perkataan Aldo selesai, Alvaro langsung memukul perut Aldo. Sehingga, membuat Aldo terjungkal ke belakang.Arkan pun segera menahan Alvaro, "apa apaan ini Al? Kenapa memukul kak Aldo?"
Aldo memengang perutnya erat, sungguh pukulan Alvaro tidak lah main main. Arden langsung membantu Aldo untuk berdiri, sekalian juga memeriksa nya. Alvaro hanya menatap jijik.
"Sok, drama banget." Alvaro kemudian melangkah keluar dari ruang nya. Namun, tertahan oleh Axel.
"Tidak mau minta maaf ?" Axel mengengam pergelangan Alvaro erat, sehingga membuat Alvaro meringis.
"Sssshhh...,lepas bangsat. Gue mau pergi, gue nggak mau satu rumah dengan orang munafik." Alvaro memandang Aldo dengan tatapan permusuhan. Apa lagi mengingat, bagaimana si Raja dan ke Dua temannya itu, memukul Alvaro beberapa hari yang lalu.
"Sepertinya, bibir merah mu itu. Mau Daddy jahit."
Alvaro yang mendengar itu,bukannya takut malah sebaliknya nya. Ia menantang Arkan untuk menjahit bibirnya.
"Silahkan tua Bangka. Ada benang nya? Penjahit atau apa yang kurang? Nanti, Alvaro beliin," sarkas Alvaro.
Aldo bangkit dari duduknya, lalu mendekati Alvaro dan Axel. "Lepasin, Alvaro kak."
Axel menuruti perkataan Aldo. Alvaro yang merasakan tangannya sudah di lepas, segera melihat pergelangan tangan mungil nya itu. Dan, dapat di lihat pergelangan tangan kanannya membiru.
"Gila ya, lo."
"CUKUP ALVARO, SEKARANG DADDY TANYA. KENAPA MEMUKUL KAK ALDO?" bentak Arkan. Dengan penuh emosi.
"Belain aja tu, orang munafik. Sekarang Al ingin pergi, biarkan Al pergi."
"Apa keinginan Al? Ingin, kakak pergi? Baik! Kakak yang pergi. Al, tak perlu pergi." Aldo pun melangkah kakinya keluar untuk pergi.
Alvaro hanya acuh,beda lagi di hati nya. Kata 'pergi' yang di ucapkan Aldo tadi, sekarang menghantui pikiran Alvaro. "Pergi ke mana?" Suara hati Alvaro.
"Lihat sekarang, kak Aldo pergi. Apa ini yang Al ingin?" Arden yang sedari tadi hanya menyimak, sekarang angkat bicara.
Tiba tiba, kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Tubuh pendek Alvaro,meluruh ke lantai dengan cairan berwarna merah pekat yang keluar dari hidung pesek nya. Melihat itu, Arden dengan segera mengangkat tubuh lemas Alvaro ke ranjang pesakitan. Arkan menatap cemas Alvaro, yang di sedang di pasangkan masker oksigen oleh Arden.
"Bagaimana? Kenapa Alvaro bisa mimisan?" Axel memberikan pertanyaan ke Arden yang sudah selesai memeriksa Alvaro.
"Adek tertalu banyak pikiran, sampai membuat ia tertekan. Itu yang membuat kondisi adek kembali menurun."
"Tekanan? Apa maksudmu Arden." Arkan heran dengan penjelasan Arden, 'tekanan'.
"Arden yakin Dad. Adek, nggak mau Aldo pergi. Kemungkinan, Al mikir yang enggak enggak tentang perkataan Aldo tadi," jawab Arden.
Aldo yang masih berdiri di luar ruang rawat Al, mendengar semua ucapan mereka. Aldo, semakin di buat merasa bersalah. Setelahnya, Aldo pergi.
.
.
.'Tuan, semuanya sudah siap." Rafael menundukkan sedikit tubuhnya ke arah Aldo, yang duduk santai di sofa.
"Baiklah!" Aldo pun berdiri, dan memakai kacamata hitamnya. Sekalian juga, Aldo memakai tas kecil hitam ke bahunya. Lalu, Aldo keluar dari Mansion.
Di saat, Aldo ingin memasuki mobil nya, mobil Arkan dan yang lainnya masuk ke dalam pekarangan Mansion. Mobil rombongan Arkan, berhenti tepat di samping mobil Aldo.
"Apa kau yakin ingin pergi?" tanya Arkan setelah keluar dari mobil, dengan Alvaro di gendongan ala koala. Alvaro menyembunyikan kepalanya di potongan leher Arkan, mendengar kalau Aldo benaran ingin pergi. Beberapa detik pun, Arkan merasa lehernya basah, putra bungsunya itu menangis.
"Iya. Kalau begitu Aldo pergi Dad, kak dan dek. Sekali lagi, kakak minta maaf." Aldo masuk ke dalam mobilnya.
3 mobil Ferrari, memimpin jalan mobil Aldo dan 4 mobil di belakangnya. Setelah Aldo pergi, pecah sudah tangisan bayi besarnya Arkan.
"HUAAAAAAA, ke- napa. Kak, dodol malah pergi benaran. Kak, dodol nggak sayang Al lagi." Alvaro melebarkan ke dua tangannya ke Arah Axel.
"Sudah jangan nangis. Nanti, nafas Al sesak lagi." Axel mencoba memberikan ketenangan untuk Alvaro, dengan mengelus punggung bergetar adiknya.
"Kak,dodol nggak sayang Al lagi."
"Mari kita masuk, Putra bungsu Daddy ini, harus istirahat. Kak, Aldo hanya sebentar kok perginya."
Mereka berempat masuk ke dalam Mansion. Bodyguard dan Maid menunduk hormat ke pada semua tuan tuan nya. Alvaro menatap pagar Mansion yang menjulang tinggi itu, berharap kalau Aldo kembali lagi.
"Iya,ya. Gue, ke Apartemen lo nanti," ujar Aldo menjawab pertanyaan seseorang di telpon nya.
Moga suka
Ini karya pertama ku. Jadi, maklum kalau banyak typo dan bahasa nya juga.
Silahkan mampir ke cerita ku yang lain nya, Alvian dan Aldeo.
Jangan lupa voment 😇
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO LOUIS [END🐻]
Teen FictionCover by: pin Alvaro Louis. seorang lelaki tampan dan juga imut. Harus merasakan pahitnya dunia. di usianya, yang baru saja 15 tahun. Yang di mana anak-anak seusia Alvaro, masih sekolah di bangku 1 SMA. Alvaro malah berhenti sekolah, bertepatan deng...