25.BOSAN

5.5K 269 6
                                    

Happy reading

Arkan menatap sayu tubuh lemas Alvaro, yang di pasangkan masker oksigen, "maaf, ini semua salah Daddy," lirih Arkan.

"Ini semua, salah Daddy. Coba tadi Daddy bisa kontrol emosi, Daddy. Adek, nggak mungkin kambuh seperti,ini!" Ucap Arden tadi, setelah memeriksa kondisi Alvaro yang jauh dari kata baik. Jantung nya mulai mengalami kerusakan, dan kinerja jantung Alvaro menurun.

"Iya, kak Arden benar! Ini salah Daddy. Buka mata mu Al," Arkan terus mengelus punggung tangan mungil Alvaro, matanya berkaca-kaca 'takut' jika Alvaro akan pergi.

"Daddy, akan melakukan apapun, son!    Tapi Jagoan Daddy, bangun dulu." Arkan sedikit menundukkan kepalanya. sedangkan, bocil Alvaro tersenyum di balik masker oksigen itu.

"Janji." Samar-samar Arkan mendengar suara Alvaro, segera ia mendongakkan kepalanya menatap wajah Alvaro yang sedikit pucat.

"Sudah, bangun ternyata." Alvaro hanya membalas dengan senyuman manis nya. Kemudian, Alvaro melihat tangan kanan Arkan yang di beri perban.

"Lepas, Dad." Alvaro ingin melepaskan masker oksigen itu, tapi di halang Arkan, "tunggu bentar, Daddy ganti dengan nassa canula dulu." Arkan membuka laci lemari, dan mengambil nassa canula. Kemudian memasangkan nya, tapi sebelum itu, Arkan melepaskan masker oksigen terlebih dahulu.

"Maafin Daddy,ya? Al mau kan maafin, Daddy? "

"Perasaan, Al yang salah. Tapi kenapa, Daddy yang minta maaf?" Batin Alvaro bingung.

Alvaro hanya menganggukkan kepalanya lucu, Arkan di buat tersenyum bahagia. "Al ingin apa? Sebagai permintaan maaf Daddy!"

"Nggak ada, dad. Kak Arden, mana? Kok, nggak ada di sini. Biasanya, mengomel." Lagi dan lagi Arkan tersenyum. Anaknya ini, terkadang buat orang marah tapi terkadang membuat orang bahagia.

Ceklek

Pintu kamar Alvaro terbuka, menampilkan Arden. Di leher Arden ada stetoskop yang setia mengantung di lehernya.

"Ada yang, bicarain Kakak, nih? Kenapa? Kangen, ya!" Arden mendekati Alvaro.

"Ge-er."

Arkan dan Arden terkekeh pelan, "sudah, baikkan dengan Daddy, ya?"

"Udah, tadi Daddy nangis histeris loh, kak Arden. Seperti ini nangis nya," Alvaro mencontohkan bagaimana Orang menangis "nak. Maafin Daddy. Daddy salah!"

"Nggak ada, ya! Anak nakal. Mana ada Daddy nangis tadi." Arkan mengelak tuduhan yang Alvaro berikan kepadanya.

"Kak Arden percaya Al! Atau Daddy?"
Alvaro perlahan lahan duduk dari baring nya, yang di bantu Arkan.

"Kakak, percaya siapa,ya?" Arden mengangkat jari telunjuknya ke dagu, seolah olah memikirkan.

"Alvaro. Pokoknya, harus. Dan harusnya itu, adalah wajib." Alvaro menyilangkan ke dua tangan nya di dada, dengan bibir manyun mirip anak kecil yang lagi ngambek kalau ngak di beli mainan.

"Iya, ya. Kak Arden percaya,kok. Tapi..." Arden menepuk nepuk pipinya, Alvaro yang tahu mencium pipi Arden.

"Itu namanya,curang," ucap Arkan.

"Curang, dalam kebaikan nggak papa loh, dad. Tapi kalau kata Al, tidak untuk di tiru. Hanya orang propesional, sih!"

"Serah, Al saja."

"Hehehehe...." Alvaro menutup mulutnya dengan dua tangan nya yang mungil.

Kemudian Arden dan Arkan di buat ketawa oleh Alvaro, yang di mana Alvaro membuat love dari tangannya yang mungil itu.

ALVARO LOUIS [END🐻]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang