Happy reading ❤️
39. PERBANYAK SABAR
Ntah, sudah berapa kali Arkan menghela nafasnya. menerima tingkah laku Alvaro, yang di mana ia sekarang di make up oleh putra bungsunya itu.
Niat hati,ingin menolak. Namun, melihat tatapan melas dan rengekan Alvaro tadi, tentunya Arkan tak bisa menolak.
"Pakai Foundation dulu, atau consiler, dad?" Arkan hanya diam. Tak tahu harus berkata apa lagi.
Alvaro pun memilih Foundation dulu, ia ingat Bunda nya sewaktu masih ada, Alya terlebih dahulu pakai Foundation. Jadi, jangan heran jika Alvaro tahu alat make up. Gurunya bunda sendiri.
"Sabar Arkan. Yang di hadapan kamu sekarang, Putra bungsu mu." Batin Arkan. Yang sudah pasrah di saat Alvaro membalurkan Foundation ke wajahnya.
"Oke. Foundation sudah." Sekarang make up yang di atas kasur itu, sudah berantakan. Banyak alat make up yang sudah ke buka. Bahkan, ada beberapa juga yang sudah jatuh ke lantai kamar.
Di ruangan lain dua pemuda berbeda umur, tersenyum melihat layar yang menampilkan gerak gerik Arkan dan Alvaro.
"Beruntung, kakak sudah ngak bersama Adek tadi," ujar Aldo.
"Hm," jawab Axel, "Daddy yang malang." Lanjut Axel di hati nya.
"Soal, Arzan Gimana kak? Masa iya, sampai sekarang belom mendapatkan data,Arzan!" Protes Aldo, sudah sangat kesal dengan kerja bodyguard nya.
Axel mengangkat kedua bahunya,"tidak tahu."
Setelah nya mereka berdua keluar dari ruangan pengecekan CCTV.
"Sudah,son. Daddy tanpa makeup sudah pasti ganteng,Al." Sungguh Arkan tidak bisa lagi, melihat wajahnya yang sudah penuh dengan coretan make up ala Alvaro.
"Sebentar LAGI," ucap Alvaro kesal.
"Dek. Dari tadi Al, bilang sebentar lagi. Daddy nggak mau lagi." Di saat Arkan ingin mengambil tissue di atas nakas, tangan mungil Alvaro menahannya.
"Daddy hapus, Al nggak mau ngomong sama, daddy." Alvaro mengancam Arkan.
Huhfth
"Sabar Arkan, sabar." Suara hati seorang Arkan.
"Gitu, dong."
Alvaro kembali melanjutkan make up nya. Di mulai setelah Foundation, selanjutnya consiler yang ia berikan di bibir Arkan, tak cuma itu. Ia memakaikan pensil Alis di pipi putih Arkan,yang jelas jelas untuk alis. Namun, Alvaro hanya ingin mengerjai Arkan. Blush on ia pakai kan di hidung mancung Arkan, di tambah lipstik yang berwarna merah pekat.
25 menit pun berlalu, make up ala Alvaro sudah selesai. Sungguh hasil nya di luar naral.
Arkan sekarang sudah seperti badut, wajah sangat putih mendempul, pipi yang sudah berwarna pink dan hidung yang sangat merah.
"Selesai. Coba, daddy sekarang ngaca." Dengan cepat cepat, Arkan berdiri dari kasur meninggalkan Alvaro yang cekikan melihat hasilnya.
"Wah! sangat di luar nalar ya, dek," ucap Arkan setelah melihat hasil nya. ingin marah, ini anak kesayangan.
"Kalau sekarang boleh, daddy hapus kan?" Arkan melangkah kakinya menuju ke kamar mandi,tapi terhenti mendengar suara Alvaro.
"Di bersihkan,kita kemusuhan." Alvaro melipat kedua tangannya di dada, dan memayunkan bibir nya sedikit ke depan.
"Jadi, gimana?"
"Tunggu sebentar, dad." Alvaro turun dari kasur, setelah itu beranjak keluar dari kamar, Arkan hanya melihat Alvaro curiga.
"Untuk apa keluar?" Gumam Arkan.
Tak lama pun Alvaro datang dengan ke tiga Kakak nya dan manusia siluman singa yang tidak lain adalah Leon.
"Dad. Lihat lah siapa yang datang!" Arkan membalikkan badannya dan betapa terkejutnya ia melihat anak-anak nya ada di sana, di tambah Leon juga.
Axel, Arden, Aldo dan Leon melihat Arkan dari bawah sampai ke atas. Mata mereka sekarang tertuju ke wajah badut Arkan, apa ini benar daddy nya.
"Bagaimana, dengan hasil makeup,Al?" Tanya Alvaro.
"Bagus sekali,dek," puji Aldo. Ia pun mengeluarkan ponselnya, "ini harus di abadikan."
Dan Arkan hanya pasrah, mau gimna lagi. Toh, yang di depan nya sekarang anak anaknya dan Leon.
Hahhahahahahhahhh
Tawa 4 lelaki tampan itu pun pecah, tak mampu mereka tahan. Melihat wajah Arkan sudah seperti badut dan muka pasrah nya. Semakin membuat mereka tertawa. Bahkan, saking asyiknya mereka tertawa sampai kedengaran ke lantai bawah.
TBC.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO LOUIS [END🐻]
Teen FictionCover by: pin Alvaro Louis. seorang lelaki tampan dan juga imut. Harus merasakan pahitnya dunia. di usianya, yang baru saja 15 tahun. Yang di mana anak-anak seusia Alvaro, masih sekolah di bangku 1 SMA. Alvaro malah berhenti sekolah, bertepatan deng...