34.IKUT KAK,ARDEN

2.2K 130 0
                                    


Happy reading ❤️

Tangan Arden begitu lihai dalam mengetik di laptopnya, untuk mengerjakan pekerjaan di rumah sakit. Tapi mata Arden sekali kali tertuju ke buntalan daging yang sibuk menonton Upin Ipin di laptop.

"Bayi," gumam Arden.

Tok

Tok

Tok

Seseorang lelaki mengetok pintu kerja Arden, dengan malas Arden membuka pintu itu.

"Lama sekali," ucap Leonardo Guesst   Alexander. Putra tunggal keluarga Alexander.

"Ckk. Masih untung gue mau bukain."

Leon dan Arden duduk berhadapan, sama sama mengerjakan pekerjaan,sambil memeriksa data data pasien yang masuk hari ini.

Samar samar Leon mendengar suara ocehan seseorang, lalu Leon memandangi setiap sudut ruangan. Dan mata Leon langsung berhenti di tepat, Alvaro masih menonton.

"Gila ya, Lo. Selama ini, menyembunyikan rahasia sebesar ini." Leon masih Fokus menatap punggung Alvaro. Karena posisi nya, tempat Alvaro itu, beberapa jarak dari meja kerja Arden.

Arden menatap Leon dengan tatapan dingin dan tajam,"maksud, Lo! Rahasia apa?"

"Itu anak Lo, kan. Ngaku nggak!" Tunjuk Leon ke Alvaro.

Alvaro yang mendengar itu, langsung membantah perkataan Leon.

"Enak aja, bilang anak. Adek nya!" Sahut Alvaro, Tanpa melihat lawan bicaranya.

Leon makin di buat binggung "adek? Sejak kapan. Bukannya adek Lo, cuma Aldo."

"Gue males buat jelasin, intinya dia Alvaro Louis Gabriel, adek bungsu gue."

Leon menggaruk tengkuk kepalanya,
"Nggak paham, gue Den."

"Kalau ngak paham, ya! Terserah. Itu mah, DL! Derita Lo." Alvaro sudah tidak mood menonton dan lebih memilih naik ke pangkuan Arden.

"Umur berapa?" Tanya Leon.

"15," jawab singkat Alvaro.

"Hah? Kok kecil."

"Apanya yang kecil. Eh, asal Lo tahu ya, kecil kecil gini cabe rawit." Alvaro merasa Kesal di bilang kecil.

"Badan lo. Kok bisa sih,  jadi adek nya Arden?"

"Ngomong sekali lagi, gue gampar Lo, Leon." Arden pun sungguh gerah melihat sahabatnya itu, banyak tanya.

"Ya bisa dong. Kan, gue ganteng,tampan, gemas dan awet muda." Dengan percaya diri nya, Alvaro memuji dirinya sendiri.

"Ke pd-an Lo. Palingan, Om Arkan Nemu Lo di tempat sampah, dan akhirnya Om Arkan punggut Lo."

"Anjing Lo, ya."  Alvaro bersiap ingin memukul Leon tapi di tahan Arden. Yang sudah emosi mendengar Leon memanggil adek kesayangan dengan embel embel 'anak punggut'.

"Lo mau mati,atau mau hidup. Kalau Lo mau hidup, sekarang keluar. Dan kalau mau mati diam di tempat." Arden memperlihatkan suntikan, yang sudah Arden masukin cairan untuk membunuh seseorang.

Melihat suntikkan itu, Leon meneguk Salivanya kasar. Leon pun tahu, cairan apa yang di tangan Arden.

"Oke,oke. Gue keluar, sorry banget Den."

Leon bergegas keluar, sebelum nyawanya melayang. Arden menghela nafas panjang, demi merendam emosinya, ia  takut kelepasan dan malahan Alvaro yang menjadi sasaran emosi Arden.

"Benar juga. Al anak pungut Om Arkan," lirih Alvaro.

Mendengar ucapan Alvaro tentu Arden tidak terima, "Al ngomong apa,hm. Al itu anak daddy, kesayangan Gabriel."

"Al mau daddy."

"Daddy juga sibuk dek, nanti baru kita pulang ya!" Bujuk Arden. Karena Arkan hari ini ada di ruangan bawah tanah, yang tak jauh dari Mansion.

"Mau DADDY." Alvaro pun menangis, ntah kenapa semenjak ada Arzan. Alvaro menjadi sensitif.

"Jangan nangis dek, nanti Al sesak nafas." Arden sungguh khawatir melihat Alvaro menangis.

Tapi tak Alvaro dengar kan perkataan Arden, yang ia mau hanyalah bertemu daddy nya.

Dan benar saja, Alvaro memengang dada kirinya. Melihat itu Arden membuka laci kerjanya, dan mengambil nabulizer.

"Hirup ini dek, pelan pelan saja."

Alvaro mencoba menghirup nabulizer itu pelan pelan. Namun, tak berpengaruh nafas Alvaro terdengar putus putus, dan air matanya masih keluar dari ujung mata bulat itu.

Arden segera mengangkat tubuh Alvaro, ke kasur. Yang ada di ruangan kerja Arden. Setelah nya Arden membaringkan tubuh Alvaro pelan pelan, kemudian ia mengambil masker oksigen dan memakainya ke Alvaro.

Beruntung setelah di pasangkan masker oksigen, nafas Alvaro perlahan lahan kembali normal.

"Mendingan adek, istirahat dulu, ya."
Arden mengurai rambut Alvaro yang basah oleh keringat, hati Arden yang Gili melihat adek nya harus berjuang melawan penyakitnya.

"Tuhan. Bisa tidak, rasa sakit adek Al. Pindah ke Arden saja." Batin Arden.

Tak menunggu lama, terbuai elusan lembut Arden, Alvaro tertidur.

"sweet dreams, beloved brother." Arden mencium pipi dan kening Alvaro, lalu menyelimuti Al sebatas dada, dan keluar dari kamar.





....................

Ntah, sudah berapa bodyguard musuh mati di tembak oleh Arkan dan Axel.
Sewaktu Arkan ingin pergi ke kantor, Arkan mendapatkan laporan kalau ada penyusup di ruang bawah tanah.

"Masih tak mau mengakui, sehebat apa bos kalian itu, hah?" Arkan sudah kepalang emosi melihat bodyguard tengil itu.

"Kami rela mati, dari pada memberi tahu siapa tuan kami," jawab salah satu bodyguard yang masih hidup.

"Besar juga nyali anda." Dengan sekejab mata, kepada bodyguard itu sudah terpisah dari tubuhnya. Dan pelakunya adalah Axel.

"Cari tahu ini semuanya." Mendengar suara dingin Arkan, Rafael langsung mengiyakan perintah mutlak tuan besar nya.

Ting

Notif ponsel Arkan dan Axel berbunyi, mereka berdua pun saling pandang, dan membuka ponsel masing masing.

Gabriel's Family
Arkan,Axel,Arden,Aldo dan Kesayangan Alvaro



Arden
Adek sakit!

Axel
Makanya jangan sibuk,
Dengan pasien mu itu.

Aldo

Langsung ke lokasi.



Arkan dan Axel menutup ponselnya, dan beranjak keluar dari ruang bawah tanah yang berbau anyir.




Tbc..
















ALVARO LOUIS [END🐻]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang