Alva menghilang

6 1 0
                                    

3 hari berlalu

Dhea akhirnya sembuh dari demamnya setelah 3 hari berturut-turut demam disertai flu berat. Dan tepat hari ke empat, dhea telah sembuh dari demamnya yang begitu tinggi semula.

Flunya juga sudah tidak ada. Ia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya walaupun ia tidak memiliki aktivitas sama sekali kecuali kuliah.

Ya, sosok alva masih saja menghilang selama ini. Tidak ada tanda kabar darinya. Bahkan whatsappnya masih ceklis satu yang berartikan ponsel miliknya sampai sekarang tidak aktif.

Dhea begitu bingung dengan tiba-tibanya alva menghilang. Ia sangat bingung terhadap sikap alva yang tidak ada kejelasan sama sekali. Ia bingung apa maksud dari semua ini. Kenapa alva melakukan semua ini.

Ia tau letak rumah alva, tapi ia sudah berjanji untuk tidak mencari alva terlebih dahulu sebelum alva yang mencarinya lebih dahulu. Ya, dhea lebih mengutamakan gengsinya. Menurutnya, jika alva saja tidak mencarinya, lantas mengapa ia harus mencari alva?

Dhea dipenuhi kebimbangan terhadap bocah SMA itu. Ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Ohiya, dia kerja di kedai eskrim kan? Gue cari dia disana aja kali ya. Gumamnya dalam hati.

Tak berlangsung lama ia berfikir, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke kedai eskrim tersebut. Ya, tempat dimana alva bekerja sebelumnya. Siapa tau ia mendapatkan informasi mengenai keberadaan alva yang saat ini tiba-tiba menghilang darinya.

Tak lupa ia memasukkan sebuah laptopnya dalam totebag dengan tujuan ingin mengerjakan beberapa tugas mata kuliahnya di kedai tersebut. Ia tidak ingin sepenuhnya datang kesana cuma untuk mencari keberadaan alva. So, kesana untuk mengerjakan tugas walaupun tujuan utamanya adalah mencari alva.

Tak berlangsung lama setelah ia siap-siap, akhirnya ia beranjak pergi keluar kost dan memesan grab untuk pergi ke kedai eskrim tersebut.

Beberapa menit perjalanan, akhirnya ia tiba di kedai eskrim tersebut. Ya, ia datang tepat jam 7 malam seperti ketika pertama kali ia datang kesini. Kedai itu nampak sangat ramai pengunjung. Seperti biasa, ia lebih memilih indoor dari pada outdoor. 

Dhea membuka pintu masuk itu berharap sosok alva yang ia lihat bekerja, namun hasilnya nihil. Setelah memasuki setengah ruangan tersebut, ia tidak menemukan sosok alva didalamnya. Cuma terlihat orang asing.

Ia memesan sama seperti ketika ia pertama kali berkunjung. Ice cream dengan ekstrak topping oreo sesuai request alva ketika waktu itu.

"Ini saja pesanannya?" Tanya pegawai tersebut.

"Iya. Ohiya, apakah pekerja paruh waktu atas nama alva masih bekerja disini?" Tanya dhea tanpa ragu.

"Alva? Dia sudah berenti sejak 3 minggu yang lalu, mba" terangnya.

"Oh begitu ya. Makasih ya" jawab dhea mengangguk lalu akhirnya pergi dan menuju meja untuk segera duduk.

Pikirannya kemana-mana. Di otaknya hanya terpikirkan sosok alva yang kini entah dimana ia berada. Tatapan dhea terhadap laptopnya sangat kosong. Ia berniat mengerjakan tugas tapi otaknya benar-benar dihantui oleh alva.

Ia tidak bisa seperti ini. Ia tidak suka seperti dijadiin bahan lawakan. Perasaannya benar-benar tidak terima karena alva tiba-tiba saja menghilang tanpa sepatah kata apapun. 

Ia benar-benar seperti mau gila cuma gara-gara bocah SMA itu. Bener kata orang, kalau kita jatuh cinta rasanya mau gila. Gumamnya dalam hati sembari memegang kepalanya.

Ia mencoba kembali fokus dengan apa yang menjadi tujuannya. Ya, menyelesaikan tugas mata kuliahnya yang sudah menumpuk karena kemarin-kemarin ia sakit dan baru hari ini ia luang untuk mengerjakan. 

Sudah 1 jam dhea berada di kedai eskrim tersebut dan tentunya ia sendiri. Tiba-tiba ada pengunjung yang membuka pintu tersebut. Sontak dhea menoleh, terlihat seorang wanita tinggi dan cantik memasuki setengah bangunan tersebut. Wajahnya tidak asing dalam pandangan dhea.

Vanya? Gumamnya dalam hati yang terkejut melihat wanita tersebut. 

Ya, vanya adalah mantan alva yang ia temui ketika kompetisi olahraga yang berlangsung dikampus pekan lalu.

Tatapan mereka berdua bertemu. Vanya segera memesan eskrim tersebut dan setelah ia memesan, ia tiba-tiba menuju ke arah dhea duduk.

"Boleh gabung?" Tanya vanya dengan melihat dhea.

"Boleh" jawab dhea singkat mempersilahkan.

"Lo pacarnya alva kan?" Tanya vanya memulai percakapan.

"Bukan" jawab dhea singkat menoleh dan kembali melihat laptop untuk menyelesaikan tugasnya.

"Bukan? Gue salah orang? Perasaan waktu itu kita ketemu deh dan lo bareng alva" ucap vanya merasa yakin.

"Iya itu gue tapi gue ga pacaran sama alva" terangnya.

"Loh? Jadi alva bohong waktu itu?" Vanya terkejut mendengar pernyataan dhea.

"Kita emang dekat tapi belum sampai ke tahap pacaran" jelas dhea.

"Oh. Terus gimana sekarang?" Tanya vanya dengan ekspresi tenang dan mengeluarkan make up untuk memoles wajah cantiknya.

"Lostcontac" jawab dhea singkat.

"What? Kalian ada masalah?" Tanya vanya penasaran.

"Engga. Tiba-tiba asing aja" tanpa sadar dhea menceritakan semuanya. Entah mengapa ia merasa bahwa vanya adalah orang yang senang di ajak ngobrol.

"Lah? Alva orangnya ga gitu. Gue kenal dia udah lama dan dia baru mau berhenti komunikasi dengan orang lain kalau kesalahan yang orang itu bener-bener fatal banget bagi dia" jelasnya.

"Tapi, kita ga ada masalah sama sekali dan dia tiba-tiba saja menghilang gatau kemana" jelas dhea membenarkan ucapannya.

"Berarti terjadi apa-apa sama dia" jawab vanya sembari menyomot eskrim miliknya.

"Maksudmu?" Tanya dhea dengan bingung.

"Samperin rumahnya gih. Takut dia kenapa-kenapa dan lo gatau itu" saran vanya.

"Bukannya lo masih suka sama alva? Kok lo ngedukung gue sama dia?"

"Gue emang masih suka sama dia. Tapi seperti yang tadi gue bilang, kesalahan yang udah gue buat itu udah terlalu fatal bagi dia dan ga ada cela lagi buat gue milikin dia kembali. So, gue harus terima keputusannya dan itu juga karena ulah gue. Saran gue, mending turunin ego lo itu dan cari tuh anak. Gue takut dia kenapa-kenapa soalnya dia bukan tipe orang yang ngilang gitu aja" jelasnya.

Dhea tampak memikirkan dan mencerna baik-baik tiap kata yang vanya ucapkan. Ya, ia tidak pernah berfikir tentang apa yang terjadi kepada alva sehingga ia tiba-tiba menghilang begitu saja. Bagaimana kalau ia dipindahkan ke luar negeri? Secara dia anak orang kaya kan bisa saja orang tuanya memindahkannya untuk lanjut study di luar negeri. Tapi kalau seperti itu kan bisa ngabarin dulu. Terus dia kemana sampai ga bisa ngabarin? Gumamnya dalam hati.

Otaknya benar-benar dipenuhi pertanyaan sekarang. Karena ini sudah malam, ia memutuskan untuk pulang saja beristirahat. Mengingat ia juga baru sembuh jadi ia tidak ingin terlalu banyak aktivitas dulu.

"Gue cabut duluan ya, udah malem" ucap dhea sembari memasukkan laptopnya ke dalam totebag miliknya.

"Iya, hati-hati ya. Semoga alva baik-baik aja. Percaya sama gue, dia anaknya baik kok. Ada alasan yang tidak lo ketahui itu yang menjadi penyebab dia menghilang gitu aja. Dan kalau lo penasaran tentang alasannya, cari. Turunin ego lo itu dan cari apa yang mau lo temuin" ucap vanya mengelus pundak tangan dhea.

Dhea cuma mengangguk mendengar apa yang vanya ucapkan lalu mengucapkan, "terimakasih. Gue duluan" lalu meninggalkan vanya sendirian yang masih melumati eskrimnya.

Sepanjang perjalanan pulang, dhea benar-benae berfikir keras. Tentang ia akan mengunjungi rumah alva untuk mencari keberadaannya atau lebih memilih alva mencarinya terlebih dahulu.

Hingga akhirnya ia membuat keputusan, bahwa besok ia akan mengunjungi rumah alva. Mengingat ia masih memiliki hutang kepada anak itu, menjadi alasan bahwa ia harus ketemu alva untuk membayar hutangnya.

***

1721Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang