Alva telah memarkirkan mobilnya didepan kost dhea dan berdiri disamping mobilnya dengan tangan kiri yang dimasukkan ke kantong celananya sedang menunggu dhea keluar.
"udah?" tanya alva kepada dhea yang sudah berdiri dihadapannya.
"iya udahh" balasnya
"cantik" ucap alva sembari mengelus kepala dhea dengan pelan.
"ga usah ngegodain. Udah ayo berangkat" balas dhea dengan nyengir.
Alva cuma terkekeh melihat tingkah dhea lalu akhirnya berjalan untuk membukakan dhea pintu mobil.
"pakai sabuk pengamannya dulu" ucap alva.
"ga usah gini aja gapapa" balas dhea karena tidak terbiasa memakai sabuk pengaman.
Tanpa mikir panjang, alva langsung mengambil tindakan untuk memakaikan dhea sabuk pengaman demi menjaga keselamatan bersama. Ya, jaraknya begitu dekat hingga membuat detak jantung dhea berdetak 2× lebih cepat.
Setelah alva memasangkan dhea sabuk pengaman, wajahnya sempat berhenti didepan wajah dhea guna menatap nona cantiknya tersebut lalu perlahan mengacak rambut nona cantiknya dengan senyum tipis dibibirnya sembari mengatakan, "besok-besok ga usah pakai blush on. Pipinya udah merah itu"
"apaansi udah sana nyetir aja" ucap dhea dengan menyodorkan tangannya ke dada alva agar alva menghindar dari hadapannya.
Mendengar hal itu, dhea langsung memalingkan pandangannya dan melihat ke arah jendela. Ya, aslinya dia salah tingkah dan itu diketahui oleh alva. Bener-bener memalukan banget.
Setelah itu mereka berangkat untuk menuju panti asuhan yang dikelola oleh orang tua alva. Ya, kemarin ia mendapatkan kabar bahwa mbahnya atau pengurus panti asuhan tersebut telah meninggal dunia dan alva juga sudah menganggapnya seorang ibu karena telah begitu dekat ketika alva masih kecil.
Saat ini ia mewakili keluarganya untuk menghadiri pemakaman orang terdekatnya tersebut karena keluarganya yang berhalangan hadir. Untung saja masih ada dhea yang bersedia menemaninya.
Selama kurang lebih 3-4 jam mereka mengendarai mobil, akhirnya mereka tiba dipanti asuhan tersebut yang sudah dipenuhi oleh banyak manusia yang memakai pakaian berwarna hitam.
Alva merasa tidak siap untuk bertemu dengan mbahnya yang kini sudah meninggal dunia. Ia sempat termenung beberapa menit didalam mobil sebelum akhirnya turun. Dhea cuma diam menunggu gerakan alva terlebih dahulu. Ya, dhea memahami perasaan alva yang sekarang mungkin lagi sedih.
Tak berlangsung lama, akhirnya alva membuka pintu mobilnya begitupun dhea juga yang ikut turun dari mobil.
Mereka berdua masih berdiri didepan mobil melihat begitu banyak orang yang berdatangan dan memasuki panti asuhan tersebut.
"kakak alvaa" ucap salah satu anak panti yang bernama faza yan berlari ketika melihat keberadaan alva.
"haii fazaa" balasnya sembari menggendong faza.
"hikss.. Mbah udah ngga ada. Mbah ketemu mama papa faza disurga. Mbah ninggalin faza seperti mama dan papa hikss"
"ngga gitu sayang. Mbah ketemu mama papa faza untuk ngasih tau ke mereka bahwa sekarang faza udah gede dan jadi anak pintar, okeyy" ucap alva menenangkan dengan mengelus pundak faza karena tangisnya begitu terisak.
"kakak alvaaa" ucap semua anak.
Tiba-tiba saja semua anak-anak panti asuhan berlari dan mengerumuni alva lalu memeluknya dengan penuh tangisan.
Sementara dhea, dhea cuma diam mematung ditempatnya. Ya, ia benar-benar tau rasanya kehilangan seperti apa. Hingga akhirnya ada beberapa anak yang datang memeluk dhea kala melihat dhea cuma diam ditempatnya.
"kakak dhea datang lagi" ucap salah satu anak yang berambut pendek.
"iya sayang. Kakak datang karena kangen kalian"
"kakak, kenapa tuhan mengambil mbah secepat ini? Apakah mbah punya kesalahan sama tuhan sehingga membuat mbah meninggal begitu cepat? Ini tidak adil"
Mendengar hal itu, dhea bingung harus menjawabnya seperti apa.
"hei ga boleh ngomong seperti itu cantik. Tuhan itu maha adil. Semua orang sudah ditentukan takdirnya masing-masing dan semua yang bernyawa pasti akan mati"
"tapi aku ga mau mbah pergi dengan cepat ninggalin kita semua hikss"
"ikhlasin sayang. Doain mbah biar mbah juga tenang disana okei. Mbah juga pasti ga tega kalau melihat kalian menangis semua seperti ini" ucap dhea dengan menghapus air mata di pipi anak tersebut.
Lalu anak kecil itu memeluk erat dhea. Ya, semua orang ketika sedang bersedih cuma butuh pelukan untuk lebih tenang.
Tak berlangsung lama alva dan dhea mengobrol dengan anak-anak, akhirnya mereka berdua masuk ke dalam panti asuhan untuk melihat almarhumah mbah.
Suasananya nampak ramai dipenuhi dengan ibu-ibu. Alva dan dhea disambut oleh wanita paruh baya yang tak lain adalah anak dari almarhumah mbah, yang bernama yana.
"mas alva udah datang. Eh ada neng dhea juga" ucap yana sembari bersalaman kepada dhea dan alva.
"iya buk. Maaf sedikit telat karena tadi alva terkena macet dijalan"
"iya gapapa. Mbah sudah dikafani. Sebentar lagi mau di sholatin setelah itu dikuburkan"
Alva dan dhea cuma mengangguk mendengar penjelasan bu yana. Ya, alva mendekati tubuh mbah nya itu. Melihat wajahnya yang sudah begitu pucat dan badannya yang dingin. Alva menahan tangisnya. Ia berusaha untuk tidak menangis didepan mbah.
Sementara dhea, dhea duduk disamping alva dan melihat wajah sedih alva. Dhea cuma menepuk pundak alva sembari mengatakan, "mbah udah tenang disana. Ikhlasin ya"
Mendengar hal itu, alva meneteskan setetes air mata. Ia segera memeluk mbahnya untuk yang terakhir kali sebelum dikebumikan.
Tak berlangsung lama, akhirnya beliau disholatkan disalah satu mesjid terdekat dan kebetulan posisi kuburan juga tidak jauh dari mesjid sehingga semua orang cuma berjalan kaki untuk mengantar ke pemakaman.
Setelah disholatkan, dilanjutkan untuk proses pemakaman. Cuaca hari ini sangat cerah sehingga kebanyakan orang datang ke pemakaman dengan memakai payung berwarna hitam dan tak lupa kacamata hitam.
Melihat mbah sudah berada didalam kuburan, tangis alva pecah. Ia tak kuasa menahan tangisnya. Sesegera mungkin dhea memberikan pelukannya. Ya, alva menangis didalam pelukan dhea untuk yang pertama kalinya. Ia benar-benar tidak sanggup. Ia merasa sangat kehilangan. Terlebih lagi, mbah juga berperan penting saat alva masih kecil hingga tumbuh beranjak dewasa. Ia menyayangi mbah nya seperti mama kandungnya sendiri.
"its okey. Everything its okey" ucap dhea sembari mengelus pundak alva untuk menenangkannya.
Namun hal itu tak kunjung menghentikan tangis alva. Dhea cuma membiarkan alva menangis sejadi-jadinya.
Semua orang sudah meninggalkan pemakaman kecuali dhea, alva bu yana dan beberapa anak-anak panti asuhan yang masih menangis.
"anak-anak, mbah udah tenang di surga. Jadi kalian jangan menangis ya. Nanti mbah juga ikut sedih kalau kalian menangis, okey. Ayo kita pulang sayang udah siang ini" ucap yana menenangkan anak-anak.
Lalu anak-anak beranjak berdiri dan menghapus air matanya lalu berjalan kembali menuju panti asuhan. Sementara alva dan dhea memilih untuk menetap lebih lama lagi.
"ibu duluan ya. Kasihan anak-anak belum makan siang. Kalian berdua juga jangan terlalu lama disini"
Dhea cuma mengangguk pertanda mengiyakan ucapan yana. Sementara alva, alva terdiam dengan wajah datar menatap kuburan mbah tersebut.
Lalu tersisa mereka berdua dipemakaman. Dhea memaklumi alva jika masih ingin berlama-lama. Hanya saja, tatapan alva begitu kosong. Ia terdiam, namun matanya masih meneteskan air mata. Dhea cuma mengelus pundak alva untuk menenangkan.
"mbah, yang tenang disana ya" lirih alva dengan pelan sembari memegang batu nisan.
Setelah itu, akhirnya alva beranjak lalu pergi meninggalkan pemakaman walau pandangannya sesekali tetap melihat kuburan karena merasa tidak tega meninggalkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
1721
Teen FictionAldhea kini menjalani hidupnya dengan penuh rasa jenuh karena sudah menjadi mahasiswa semester 6. Ya, semua orang tau banyak mahasiswa yang sudah mulai depresi jika sudah mendekati semester akhir. Kehidupan sehari-harinya sangatlah membosankan, hing...